Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Afifuddin Acal. Foto: Ist
Analisaaceh.com, Blangpidie | Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mendesak pemerintah untuk mencabut izin izin usaha pertambangan (IUP) PT Abdya Mineral Prima di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
Pasalnya, konsesi perusahaan PT Abdya Mineral Prima diduga tumpang tindih, sebab perusahaan yang konsesinya masuk ke wilayah adat yang telah lama ditempati masyarakat.
Kadiv Advokasi dan Kampanye WALHI Aceh, Afifuddin Acal menegaskan bahwa keberadaan perusahaan tambang di atas lahan adat akan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat lokal yang selama ini bergantung pada sumber daya alam di wilayah tersebut.
“Kalau konsesi IUP itu masuk lahan masyarakat adat, ini harus dihentikan dan dicabut, karena mereka sudah duluan berada di sana. Selain itu, masyarakat sangat tergantung hidupnya dari hasil alam yang tersedia di sana,” kata Afifuddin dalam keterangannya, Kamis (28/8/2025).
Menurutnya, aktivitas pertambangan bukan hanya mengancam eksistensi masyarakat adat, tetapi juga berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan warga sekitar. Pencemaran yang ditimbulkan berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan, sehingga memperparah kondisi ekonomi masyarakat yang pada akhirnya terjebak dalam kemiskinan sistematis.
“Bila tambang beroperasi, tentunya masyarakat adat akan tergusur. Ini sudah banyak terjadi di tempat lain. Tambang tidak pernah membuat masyarakat sejahtera, justru sebaliknya—membuat mereka semakin miskin, karena lahan produksi masyarakat adat yang tergantung pada hasil alam hilang akibat adanya tambang,” ujarnya.
Lebih lanjut, WALHI Aceh juga mengkritisi kontribusi sektor tambang terhadap penyerapan tenaga kerja di Aceh. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2023, sektor pertambangan dan penggalian hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 0,96 persen. Angka ini jauh di bawah sektor perdagangan besar dan eceran (7,30 persen), serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (5,58 persen).
“Ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian bukan menjadi andalan pemerintah untuk menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan di Aceh. Tetapi sektor unggulan yang harus menjadi prioritas dan terbukti menyerap tenaga kerja tertinggi adalah pertanian, kehutanan dan perikanan, karena telah terbukti mampu menyerap tenaga kerja terbanyak dan tertinggi di Serambi Mekkah,” terang Afifuddin.
Afifuddin menekankan bahwa Aceh merupakan wilayah agraris yang kaya akan sumber daya alam, khususnya lahan pertanian yang subur. Oleh karena itu, menurutnya, penguatan sektor pertanian jauh lebih strategis untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, terutama di daerah pedesaan.
“Peran sektor pertanian sebagai penyerap tenaga kerja terbesar di Aceh sangat erat kaitannya dengan karakteristik agraris wilayah ini. Dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, terutama lahan pertanian yang subur, sektor pertanian mampu menciptakan lapangan kerja bagi jutaan penduduk, khususnya di daerah pedesaan,” ungkapnya.
Analisaaceh.com, Aceh Selatan | Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) melaporkan kebakaran lahan di Kabupaten Aceh…
Analisaaceh.com, Blangpidie | Sebuah dokumen yang berisi izin eksplorasi tambang mineral emas terhadap PT. Abdya…
Analisaaceh.com, Jakarta | Dewan Perwakilan Rakyar (DPR) RI mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Setelah tiga hari pencarian, tim SAR gabungan akhirnya menemukan Haris Akbar…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Banda Aceh mengungkap kasus tindak pidana…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) yang sudah berusia 25 tahun dinilai…
Komentar