Analisaaceh.com, BANDA ACEH | Seorang Aktivis perempuan asal Bener Meriah Sri Wahyuni melakukan aksi treatrikal di bundaran Simpang Lima Banda Aceh Kamis, (22/08/2019).
Aksi tunggal yang dilakukan itu sebagai bentuk protes dan penolakan terhadap keberadaan perusahaan tambang yang akan beroperasi di Kabupaten Aceh Tengah.
Ia juga mengungkapkan kekecewaan terhadap Pemerintah Aceh yang mendukung keberadaan perusahaan tambang di tanah Gayo tersebut.
“Saya sangat kecewa dengan Pemerintah Aceh yang memberikan izin dan membiarkan perusahaan PT. LMR (PT. Linge Mineral Resorce) hadir di tanah Gayo”.
Baca Juga : Terkait Rencana Tambang di Linge, Reje Lumut Tolak PT LMR
Selain itu, Ayu juga menjelaskan bahwa hadirnya perusahaan pertambangan di Aceh Tengah akan berdampak terganggu dan tercemar sumber air yang menjadi kebutuhan masyarakat di daerah tersebut.
Ayu juga mengkuatirkan akan hilangnya tutupan hutan yang akan berakibat pada meningkatnya suhu udara di kabupaten Aceh Tengah dan sekitarnya.
Selain itu juga Peningkatan suhu udara saat ini sudah dirasakan oleh masyarakat yang berada di dataran tinggi Gayo, akibat yang di timbulkan dari permasalahan ini adalah hasil panen kopi masyarakat berkurang kualitasnya sehingga membuat harga kopi menurun. Kondisi ini jelas sangat mengganggu kondisi ekonomi masyarakat di daerah tersebut apa lagi jika perusahaan ini beroprasi, dapat dipastikan akan mengganggu ekonomi masyarakat yang sejatinya menjadi peninggalan nenek moyang sejak dulu sebagai petani kopi karena sudah tidak memiliki nilai jual lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa kopi Gayo yang banyak di produksi dari Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah ini sudah terkenal sampai keluar negeri dan diakui kualitasnya.
Baca Juga : Tolak Tambang di Gayo, Pria ini Gelar Aksi Tutup Mulut Seorang Diri
“Saat ini masyarakat kami juga sudah mengeluhkan penurunan kualitas kopi hasil panennya, penurunan kualitas ini akibat suhu udara yang sudah tidak sesuai lagi. Kalau kualitas sudah tidak bagus harga jual kopi kami juga sudah tidak ada lagi, jadi bagaimana kami bisa melanjutkan usaha yang sudah menjadi budaya turun temurun dari nenek kami dulu” paparnya.
Sebagai perempuan, ayu berpandangan bahwa tambang berpotensi memperburuk hidup perempuan dan anak, efek kehancuran lingkungan akan lebih besar menyasar kaum perempuan.
Melihat kondisi ini, seharusnya pemerintah merespon dengan baik karena kondisi yang dialamai saat ini akan berpengaruh kepada ekonomi masyarakat dalam jangka panjang dan akan meningkatkan jumlah kemiskinan di Aceh.
Pemberian izin pertambangan ini juga jelas sudah tidak sesuai dengan misi pembangunan Aceh Green Pemerintah Irwandi – Nova.
“Kondisi saat ini akan mempengaruhi ekonomi masyarakat setempat dan akan menimbulkan warga miskin baru dan membuat tingkat kemiskinan di Aceh meningkat. Pemberian izin pertambangan ini juga tidak sesuai dengan misi pembanguanan pemerintah Irwandi-Nova yang mengangangkat isu Aceh Green”. Tambahnya
Melihat kondisi ini, Ayu meminta pemerintah Aceh untuk segera mencabut Izin PT Linge Mineral Resource yang terdapat di Kabupaten Aceh Tengah dan menerbitkan moratorium tambang di Aceh untuk memastikan program Aceh Green Pemerintah Aceh benar-benar terlaksana dengan baik.
“karena kondisi ini saya meminta pemerintah Aceh segeran mencabut Izin Pertambangan PT Linge Mineral Resorce dan segera mengeluarkan Moratorium Tambang untuk menyelamatkan hutan Aceh dan juga menyelamatkan ekonomi masyarkat Aceh” tutupnya. (Up)