Analisaaceh.com, Banda Aceh |Â Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai pembangunan jembatan Kilangan Aceh Singkil yang ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh perlu dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hal ini disampaikan Koordinator MaTA, Alfian, merespon terkait tidak adanya perkembangan terhadap proses penyelidikan pembangunan jembatan tersebut.
“Berdasarkan monitoring MaTA terhadap proses penyelidikan terhadap pembangunan jembatan Kilangan Aceh Singkil yang saat ini ditangani oleh pihak Kejati Aceh belum ada perkembangan,” ujarnya, Rabu (24/11/2021).
Padahal, kata Alfian, pemanggilan para pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap kebijakan dan pelaksana pembangunan jembatan itu sudah dilakukan, baik Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pokja IV, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh, pihak Rekanan dan Konsultas Pengawas yang diperiksa dari tanggal 22 hingga 24 Februari 2021.
“Akan tetapi atas perkembangan kasus tersebut belum ada, termasuk permintaan audit kepada BPKP Aceh juga belum dilakukan,” katanya.
“Padahal sudah akhir tahun atau sudah sembilan bulan. Jadi secara waktu sudah lama setelah dilakukan pemanggilan terhadap para pihak di bulan Februari. seharusnya sudah ada permintaan audit kerugian kepada BPKP Aceh, tapi ini kan belum,” sebut Alfian.
Berdasarkan analisa MaTA atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh, bahwa ditemukan permasalahan yang tidak patut, yang kemudian dilakukan pendalaman atas temuan tersebut oleh pihak Inspektorat Aceh. Pihaknya menilai ada dua katagori yang menjadi temuan dan itu sangat berpotensi terjadi tindak pidana korupsi.
Pertama, kata Alfian, adanya temuan secara administrasi di awal proses tender, diduga adanya persekongkolan terjadi antara rekanan dengan pihak ULP dalam hal ini Pokja IV, sehingga banyak kewajiban yang harus dipenuhi oleh rekanan tapi tidak dilakukan dan itu sengaja dibiarkan oleh pihak pokja IV.
“Sehingga secara aturan dalam administrasi nyata terjadi pelanggaran dan ini sudah menjadi temuan hukum kalau secara audit yang telah dilakukan oleh BPK,” jelasnya.
Kedua, sambung Alfian, temuan secara keuangan dimana ada upaya manipulasi dokumen sehingga dengan mudah dapat dicairkan uang 100 persen, padahal kebijakan tersebut tidak patut dilakukan oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PUPR) Aceh.
“Selanjutnya sanksi tegas harus dilakukan terhadap Pokja karna dari kebijakan tersebut dapat merugikan keuangan daerah dan kemudian atas nama perusahaan pelaksana pembangunan jembatan tersebut wajib dilakukan pencantuman dalam daftar hitam karena menyampaikan dokumen laporan keuangan yang diduga palsu,” jelas Alfian.
“Jadi setelah kami dalami terhadap temuan tersebut, potensi korupsi terjadi dan kemudian penting segera Kejati untuk meminta audit kepada BPKP Aceh, audit yang kami maksud adalah audit berupa kebijakan, administrasi, keuangan dan pembangunan jembatan tersebut,” tegasnya.
Hal itu, kata Alfian, dapat memudahkan bagi penyidik dalam melakukan tahapan selanjutnya. Selain itu, pihak Kejati Aceh juga diminta untuk transparan dalam penanganan kasus ini sehingga dapat menemukan titik terang.
“Jadi konsistensi Kejati terhadap kasus ini harus jelas dan transparan, jangan ada upaya melindungi, karena apabila tidak ada kepastian hukum terhadap kasus yang dimaksud maka kepercayaan publik terhadap kinerja Kejati Aceh menjadi hilang. Apalagi penanganan kasus tersebut oleh Kejati sudah menjadi atensi publik Aceh,” tandasnya.