Analisaaceh.com, Banda Aceh | Komisi I dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh membentuk tim pansus untuk menyelesaikan persoalan konflik lahan antara perusahaan yang memiliki izin Hak Guna USaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat yang bertahun-tahun tidak ada penyelesaian oleh pemerintah.
Komisi I DPRA yang diketuai Tgk Muhammad Yunus bersama pimpinandan anggota Komisi II DPRA telah berkomitmen untuk membantu penyelesaian konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan HGU di Aceh, sekaligus penyelesaian kewajiban perusahaan atas pemberian lahan plasma untuk masyarakat sesuai Qanun Nomor 9 tahun 2017 tentang pengelolaan perkebunan.
“Kami sebagai wakil rakyat telah mendengar semua aspirasi dari masyarakat dari beberapa daerah di Aceh, dan di ruang ini kita akan bersama-sama mencari solusi terbaik supaya tidak ada pihak yang dirugikan,” terang Tgk Muhammad Yunus saat memimpin forum pertemuan antara masyarakat, perusahaan, BPN, Dinas Pertanahan, Perkebunan, yang berlangsung di Kantor DPRA. Selasa (15/3/2022).
Perusahaan Mangkir Saat Diundang
Namun yang membuat kesal anggota Komisi DPRA adalah sejumlah pihak perusahaan HGU yang diundang untuk pertemuan ini seperti PT Fajar Baizury, PT Seumadam, PT Syaukat Sejahtera dan sejumlah perusahaan lainnya, mereka tidak hadir ke DPRA alias mangkir. Ditambah lagi pihak BPN Aceh, Dinas Pertanahan, Dinas Perkebunan dan lembaga terkait hanya mengirimkan perwakilan bukan pejabat pengambil kebijakan.
“Saya kecewa dengan perusahaan HGU di Aceh yang kami undang tidak hadir, mereka seolah preman di Aceh padahal mereka terus menggerus hasil dari tanah Aceh dengan mengelola HGU,” ujar kesal Tgk Muhammad Yunus yang juga politisi Partai Aceh ini.
Salah seorang perwakilan masyarakat dari Desa Cot Mee Nagan Raya yang diundang dalam forum menjelaskan, masyarakat Desa Cot Mee sudah bertahun-tahun berkonflik dengan PT Fajar Baizury yaitu permasalahan tanah Desa Cot Mee masuk ke dalam HGU namun persoalan ini dibikin berlarut-larut tanpa ada penyelesaian sama sekali oleh pemerintah.
Padahal kami sudah berupaya melakukan aksi dan mengadukan permasalahan kami kepada pemerintah daerah, DPRK Nagan Raya, DPRA, Dinas Pertanahan Aceh, BPN Aceh dan Pemerintah Aceh melalui surat sampai berulang kali selalu diabaikan tidak pernah ada jawaban. Hal itu kami lakukan untuk meminta pemerintah melakukan evaluasi perpanjangan izin HGU PT Fajar Baizury pada tahun lalu, namun anehnya HGU mereka sudah diperpanjang begitu saja padahal pesoalan belum selesai.
“Ini artinya pemerintah dan lembaga berwenang di Aceh dan wakil rakyat di daerah dan provinsi waktu itu tidak ada keberpihakan sama sekali dengan masyarakat yang tertindas, mereka terkesan membela perusahaan, kami sebagai masyarakat yang terzalimi mengharapkan kepada DPRA kali ini agar mendesak pemerintah untuk mengevaluasi izin HGU perusahaan yang masih berkonflik dengan masyarakat.” ujar perwakilan masyarakat tersebut.
Pembentukan Pansus
Anggota DPRA Ridwan Yunus mempertanyakan kepada Dinas dan BPN Aceh bagaimana sebuah perusahaan yang masih berkonflik dengan masyarakat bisa mendapatkan perpanjangan izin HGU.
“Kita sepakat bentuk Panitia Khusus (Pansus) percepatan penyelesaian konflik lahan HGU, karena sekarang saja diundang mereka tidak hadir, bila kita bentuk Pansus kita bisa lakukan upaya paksa.” tegas Ridwan Yunus politisi Gerindra ini.
Anggota DPRA Komisi I, Fuadri dalam forum menjelaskan, masyarakat hari ini ingin ada lahan dan aset untuk dikelola demi kehidupan ekonominya, pemerintah harus mencarikan polanya, apa melalui kerjasama, atau kemitraan. Selama ini tugas BPN terkesan selalu membela perusahaan.
Yahdi Hasan anggota Komisi II DPRA menyebutkan, kita ingin bantu selesaikan tapi ketika diundang perusahaan tidak hadir, dan dinas terkait hanya diwakilkan. “Perusahaan HGU kebun sawit jangan cuman ambil harta di Aceh, tapi rakyatnya butuh hidup berikanlah hak rakyat untuk plasma dan kembalikan tanah mereka yang masuk dalam HGU, masyarakat sudah lelah karena mereka sudah puluhan tahun memperjuangkan haknya tapi tidak ada ada hasilnya.” terang Yahdi Hasan.
Anggota DPR Aceh Darwati A Gani dari Komisi I menyatakan, bahwa DPRA komisi I dan II sangat siap membantu masyarakat untuk menyelesaikan konflik lahan masyarakat dengan pemilik HGU. Darwati menyebut sudah kewajiban DPRA sebagai wakil rakyat untuk membantu persoalan yang dihadapi rakyat Aceh.
Hasil pertemuan itu, Komisi I dan Komisi II memutuskan pembentukan Panitia Khusus percepatan penyelesaian konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan HGU yang terjadi di beberapa kabupaten di Aceh.