Analisaaceh.com, Blangpidie | Sebuah dokumen yang berisi izin eksplorasi tambang mineral emas terhadap PT. Abdya Mineral Prima di Kecamatan Kuala Bate, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), memicu kegaduhan dan menuai protes keras dari berbagai elemen masyarakat dan organisasi kepemudaan.
Bahkan, masyarakat setempat bersama sejumlah organisasi kepemudaan secara tegas menolak kehadiran perusahaan tambang tersebut. Pasalnya, izin tersebut mencakup lahan seluas 2.319 hektare yang tersebar di tujuh gampong, yakni Gampong Kuta Bahagia, Panto Cut, Kampung Tengah, Blang Panyang, Drien Berumbang, Krueng Bate, dan Alu Pisang.
Penolakan tersebut disuarakan dalam sebuah konsolidasi yang digelar Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Abdya bersama DPD KNPI Abdya, Aliansi Aneuk Syuhada (ASA), HMI Cabang Blangpidie, serta sejumlah ormas dan inisiator muda daerah di Blangpidie, Kamis (28/8/2025). Konsolidasi ini secara spesifik membahas penolakan terhadap aktivitas eksplorasi tambang oleh PT. Abdya Mineral Prima.
Ketua KPA Abdya, Tgk Abdurahman atau yang akrab disapa Panglima Do, menyatakan bahwa kehadiran perusahaan tersebut diduga telah menyerobot lahan warga dan berpotensi memicu konflik berkepanjangan atas kehadiran PT. Abdya Mineral tersebut.
“Kami hadir hari untuk menyatakan sikap tegas. Tambang ini diduga menyerobot lahan rakyat. Jika dibiarkan, akan timbul kericuhan yang merugikan masyarakat,” kata Panglima Do.
Panglima Do meminta pemerintah provinsi Aceh untuk segera mencabut izin tambang PT. Abdya Mineral Prima. Sebab, jika perubahan tambang tersebut tidak segera dicabut izinnya, maka dikhawatirkan akan menimbulkan kericuhan di kalangan masyarakat.
“Kehadiran perusahaan ini justru akan membawa kerugian besar bagi warga sekitar. Kita tidak ingin konflik sosial terjadi hanya karena kepentingan investasi yang tidak memperhatikan hak-hak rakyat. Oleh karena itu, kami meminta kepada Gubernur dan wakil Gubernur Aceh Untuk mencabut izin Tambang PT. Abdya Mineral prima yang kita takutkan akan membuat kericuhan di kalangan masyarakat,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua DPD KNPI Abdya, Teguh Novrianto. Ia menyoroti dampak lingkungan dan potensi konflik agraria yang bisa terjadi apabila eksplorasi ini berlanjut.
Pertama, aktivitas tambang berisiko merusak lingkungan secara jangka panjang. Kedua, berpotensi menimbulkan konflik sosial. Ketiga, diduga terjadi penyerobotan lahan produktif milik warga yang selama ini dimanfaatkan untuk berkebun,” ucap Teguh.
Ia menegaskan, meskipun proyek masih berada dalam tahap eksplorasi, namun tahapan selanjutnya seperti studi kelayakan, pengembangan, dan produksi akan membawa dampak besar bila terus dibiarkan.
“Sebelum tambang ini berjalan lebih jauh, kami menolak keberadaannya. Lebih baik rakyat mengelola kebun sendiri daripada dirampas atas nama investasi,” ungkap Teguh.