Surat Perintah Sebelas Maret atau biasa disebut “Supersemar” disebut-sebut surat yang telah mengubah wajah Indonesia dalam sekejab, bahkan surat sakti itu hingga kini masih menjadi misteri di tengah-tengah masyarakat.
Surat tersebut merupakan surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno pada tanggal 11 Maret tahun 1966 yang berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Isi Supersemar merupakan pemberian wewenang untuk memulihkan keamanan dan ketertiban setelah peristiwa berdarah G30S PKI. Secarik surat itu yang mengubah peta politik di Indonesia secara drastis kala itu. Atas wewenang yang diberikan oleh Soekarno, Soeharto langsung mengambil alih komando. Saat itu ia langsung membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menangkapi orang-orang yang dicurigai terlibat dalam gerakan 30 September. Termasuk para menteri yang loyal pada Presiden Soekarno.
Namun sebagian kalangan sejarawan mengungkapkan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar, sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Soekarno di Istana Bogor.
Latar Belakang Keluarnya Supersemar
Dilansir Wikipedia Indonesia, dikeluarkan supersemar berawal saat Soekarno menggelar sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan atau dikenal dengan Kabinet 100 Menteri pada 11 Maret 1966.
Ketika sidang dimulai, Brigjen Sabur yang saat itu menjabat sebagai panglima pasukan pengawal presiden Tjakrabirawa melaporkan bahwa adanya pasukan dengan jumlah yang banyak menahan menteri-menteri kabinet yang diduga terlibat dalam Gerakan G 30 S PKI.
Belakangan diketahui pasukan Tak Dikenal itu merupakan pasukan Kostrad yang dipimpin oleh Mayjend Kemal Idris. Usai mendengar laporan itu, Presiden Soekarno langsung bergegas menuju Istana Bogor bersama Wakil Perdana Menteri I, Dr. Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III, Chaerul Saleh menggunakan helikopter.
Sidang Kabinet akhirnya diserahkan pimpinannya oleh Wakil Perdana Mentero II, Dr.J.Leimena yang bertugas menutup sidang. Ia juga segera menyusul ke Istana Bogor setelah acara sidang Kabinet 100 Menteri selesai.
Kondisi itu kemudian dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto yang pada saat itu menjabat Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan.
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat ke Bogor pada malam hari yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor di Istana Bogor.
Dalam pertemuan itu terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi, dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Atas permintaan itu.Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
Setelah dikeluarkan surat tersebut, lalu surat itu dibawa ke Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Berdasarkan penuturan Sudharmono saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai Supersemar itu tiba.
Surat itu dibawa oleh Sekretaris Markas Besar TNI Angkatan Darat Brigadir Jendral Budiono. Lalu Surat susulan dari Presiden Soekarno yang memprotes pembubaran parpol tak digubris Soeharto. Dia terus bergerak, termasuk membubarkan Resimen Tjakrabirawa. Satuan elite pengawal Presiden Soekarno. Setelah Supersemar diteken, kekuasaan Soekarno meredup dan sebaliknya Soeharto menjadi orang paling berkuasa di Indonesia.
Ini Supersemar versi AD
Ini Supersemar Versi Lain
Kontroversi Supersemar
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Sebanyak lima ruko tempat usaha di Gampong Lambheu, Simpang Lampu Merah…
Analisaaceh.com, Tapaktuan | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh (PA), T.…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe sukses menyelenggarakan debat kedua calon Wali Kota…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Aceh bekerja sama dengan Development for…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Panitia Pengawasan Pemilihan Aceh (Panwaslih) Aceh memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa…
Komentar