Analisaaceh.com, Banda Aceh | Panitia Khusus (Pansus) Lembaga Wali Nanggroe Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar pertemuan dengan Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Al Haytar.
Pertemuan yang berlangsung di Meuligoe Wali Nanggroe pada Senin (21/6/2021) tersebut dalam rangka membahas penyusunan draf perubahan ketiga atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe.
Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe Aceh, M Nasir Syamaun mengatakan, pertemuan itu dalam rangka revisi ketiga Qanun Wali Nanggroe menyangkut substansi yang perlu diubah serta poin tentang kewenangan,” ujarnya.
“Terdapat sejumlah poin rencana revisi yang disampaikan kepada Wali Nanggroe, ada dari Pansus DPRA dan juga usulan dari Staf Khusus Wali Nanggroe,” sambung Nasir.
Sejumlah usulan itu diantaranya terkait periodesasi jabatan Wali Nanggroe, kewenangan Wali Nanggroe dalam penegakan Dinul Islam, kewenangan sebagai pemimpin adat dan syarat calon Wali Nanggroe dan Waliyul Ahdi.
“Selain itu juga tetang bendera dan lambang Wali Nanggroe serta kewenangan dan peran Wali Nanggroe dalam kekhususan dan keistimewaan Aceh,” katanya.
Staf khusus Wali Nanggroe, Teuku Kamaruzzaman menjelaskan, Aceh memiliki tiga perangkat hukum, yakni UU 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, UU 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, serta UU 37 Tahun 2000 tentang Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang.
“Tiga UU tersebut merupakan modal besar bagi Aceh dalam menyusun perangkat hukum kekhususan Aceh lainnya,” kata Teuku Kamaruzzaman.
Di samping memiliki Lembaga Wali Nanggroe, tambah Ampon Man sapaan akrab Kamaruzzaman, Aceh juga memiliki lembaga independen dan otonom seperti MAA, MPU, MPD, Baitul Mal, dan Mahkamah Syariah. Namun, koordinasi dan konsultasi di antara lembaga tersebut tidak terkoodinasikan dengan baik.
“Dalam Raqan Wali Nanggroe hendaknya dapat dibuat bentuk koordinasi sehingga Lembaga Wali Nanggroe akan menjadi lembaga keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang bertujuan menyuarakan kepentingan Aceh baik tingkat nasional dan internasional,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Pansus DPRA, Mawardi mengatakan, rencana revisi Qanun Lembaga Wali Nanggroe masuk dalam Prolega tahun 2021 dan sudah mendapatkan SK Pembahasan.
“Wali Nanggroe adalah sebuah lembaga tinggi yang punya marwah dan wibawa. Namun setelah kita kaji ternyata di dalam qanun tidak diatur secara lebih luas, mengenai fungsi dan peran Lembaga Wali Nanggroe,” kata Mawardi.
Menurutnya, terdapat sejumlah poin dalam qanun yang tidak disebutkan secara terperinci dan jelas. Oleh sebab itu DPRA melakukan kajian terkait substansi-substansi yang perlu diatur secara jelas.
“Kita ingin melihat Wali Nanggroe benar-benar menjadi sebuah lembaga pemersatu, bisa mengayomi semua bentuk kekhususan yang ada di Aceh,” ungkapnya.
Selain itu pihaknya juga akan melakukan beberapa pembahasan, dan melakukan kunjungan ke beberapa daerah untuk mencari masukan dari tokoh-tokoh Aceh, baik tokoh agama, tokoh adat dan tokoh daerah. Hal ini agar Qanun memiliki nilai yang tinggi dan komplit dari aspirasi semua pihak.
Dalam pertemuan tersebut hadir sejumlah anggota Pansus diantaranya Saiful Bahri, Nurdiansyah Alasta, Anwar, Iskandar Usman Al Farlaky, Sulaiman, Noraidah Nita, T.R Keumangan, Ilham Akbar, H. Asbi Amin, H. Jauhari Amin, H. Amiruddin Idris, Fakhrurrazi H. Cut, Sofyan Puteh, Tgk. Haidar, Tgk. H. Irawan Abdullah, dan Tgk. H. Syarifuddin Ridwan.
Sementara Wali Nanggroe dalam pertemuan tersebut antaralain didampingi oleh Staf Khusus Teuku Kamaruzzaman, dan DR. M. Raviq, Katibul Wali Nanggroe Azwardi, dan Kabag Humas M. Nasir Syamaun.