Analisaaceh.com, Lhoksukon | Yulfan SH, kuasa hukum S (50) membantah bahwa kliennya melakukan percobaan pembunuhan dan penganiayaan terhadap Wakapolsek Baktiya, Aceh Utara.
S warga Jalan Karang Rejo Desa Balai Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau ini sebelumnya ditangkap Polisi karena diduga menabrak Wakapolsek Baktiya pada Selasa (17/1/2023) sekira pukul 16.00 WIB.
Yulfan menyebutkan bahwa kronologis kejadia itu berawal pada tanggal 17 Januari 2023, sekira pukul 15.00 WIB, kliennya hendak mencuci mobil di salah satu doorsmer yang terletak di Gampong Matang Kumbang, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.
Beberapa waktu kemudian, datang dua orang wanita menggunakan mobil berwarna putih menjumpai kliennya bertujuan untuk menyita mobil berjenis Calya warna merah dengan nomor polisi BM 1142 EM miliknya.
Wanita tersebut mengaku dari perusahan leasing Toyota Astra financial Services (TAF). Pada saat kedua wanita itu ingin menyita mobil, S meminta kelengkapan berkas penyitaan dan surat tugas yang dikeluarkan pihak perusahaan leasing, namun kedua wanita tersebut tidak bisa menunjukkan bukti surat apapun terkait penyitaan yang mereka lakukan.
“Setelah terjadi cekcok antar kedua pihak, salah satu wanita tersebut menghubungi seseorang melalui telpon seluler dan meminta agar yang bersangkutan datang ke dorsmeer tersebut,” ungkap Kuasa Hukum.
Baca Juga:Â Kasus Tabrak Wakapolsek Baktiya, Kuasa Hukum: Klien Kami Alami Penganiayaan
Selang beberapa menit kemudian, beberapa laki-laki tiba-tiba datang ke Doorsmer sehingga terjadi perdebatan antara laki-laki dengan kliennya. Laki-laki tersebut kemudian merampas HP dari tangannya dan memaksa untuk mengendarai mobil Calya warna merah milik klien menuju ke Polsek Baktiya.
“Setibanya mereka di Polsek Baktiya, laki-laki tersebut yang ternyata Wakapolsek Baktiya dan meminta klien saya untuk menyerahkan mobilnya ke pihak leasing itu,” tuturnya.
“Klien kami menolak karena pihak leasing tidak dapat menunjukkan surat tugas dan administrasi penyitaan lainnya, sehingga terjadi perdebatan lanjutan antara klien dengan Wakapolsek,” jelasnya lagi.
Pada saat terjadi perdebatan, S sempat meminta izin pamit pulang ke rumah untuk beristirahat, karena Ia baru tiba di Baktiya, setelah menempuh perjalan jauh dari Riau.
“Pada saat mencoba untuk kembali ke rumah dengan mengendarai mobilnya, Wakapolsek mencoba menghadang dengan cara menutup pintu pagar kantor Polsek Baktiya, karena tidak berhasil menutup pintu pagar, Wakapolsek mencoba merebut kunci mobil melalui jendela mobil,” sambungnya.
Baca Juga:Â Tabrak Wakapolsek Baktiya, Seorang Pria Asal Riau Ditangkap Polisi
Karena usaha tersebut gagal, Wakapolsek kemudian melompat ke bagian depan mobil yang dikendarai kliennya, melihat aksi berbahaya yang dilakukan Wakapolsek, kliennya meminta agar yang bersangkutan turun dan menghindar dari atas mobil miliknya.
“Wakapolsek tidak menghiraukan permintaan tersebut sehingga kliennya terus mengendarai mobil dengan kecepatan rendah menuju arah Banda Aceh-Medan, sekitar jarak 300 meter dari Polsek, Wakapolsek meminta pemohon untuk memberhentikan mobil yang ia kendarai,” imbuhnya.
Kemudian Wakapolsek turun dari atas mobil dan diduga menghubungi anggota Polsek Baktiya melalui telepon seluler. Karena ketakutan, S mengendarai mobil menuju Gampong Alu Dama, Aceh Utara.
Sesampainya di Gampong Alue Dama, tepatnya di dekat pesantren, karena panik dan ketakutan, S menghentikan mobilnya kemudian turun untuk menenangkan diri di area kebun sekitar pesantren.
“Tak berapa lama, datang anggota Polsek menggunakan satu unit mobil dan tiga unit motor, kemudian beberapa oknum polisi tersebut mencari posisi S di area kebun sembari melepaskan beberapa kali tembakan,” kata Yulfan.
Oknum Polisi yang tersebut menembak menggunakan senjata laras panjang yang diarahkan mendatar atau ke arah tubuh kliennya. Setelah menemukan posisi S, oknum polisi kembali melepaskan tembakan menggunakan senjata laras panjang ke arah samping kliennya.
“Pada saat proses penangkapan, klien saya mengalami penganiayaan berupa pemukulan di bagian kepala menggunakan kayu seukuran 1 meter lebih, pemukulan juga dilakukan oleh anggota Polsek lainnya, sehingga menyebabkan bagian kepala retak,” jelasnya.
Tak hanya itu, S juga mengakui mengalami beberapa kali penganiayaan dari oknum polisi termasuk Wakapolsek Baktiya yang menghampiri kliennya saat di Polsek dan melakukan pemukulan. Karena banyak orang yang menyaksikan kejadian tersebut, S dibawa masuk oleh Wakapolsek ke dalam salah satu ruangan yang berada di belakang tempat penjagaan Polsek.
“Oknum Wakapolsek kembali menganiaya, akibat dari penganiayaan tersebut, klien kami mengalami luka di beberapa bagian tubuh bibir atas dan bawah robek, memar di beberapa bagian tubuh,” ceritanya.
Kemudian mendapati informasi, Mahyuddin selaku adik kandung dari S datang ke Polsek Baktiya untuk melihat saudaranya. Namun kedatangannya tidak disambut baik oleh pihak Polsek Baktiya dan menyuruhnya untuk kembali pulang.
Setelah penolakan tersebut, Mahyuddin menghubungi Zulkhairi untuk menyampaikan hasil dari kedatangannya ke Polsek Baktiya. Selang beberapa waktu kemudian, Zulkhairi mendatangi Polsek Baktiya dan mencoba berkomunikasi dengan pihak Polsek untuk meminta izin menjumpai kliennya.
Kedatangan Zulkhairi juga ditolak pihak Polsek Baktiya dengan alasan bahwa Wakapolsek sedang dalam keadaan emosi tidak yang stabil dan marah.
“Karena tidak diperbolehkan masuk, Zulkhairi beserta dengan Mahyuddin menunggu dibawah pohon mangga sembari menunggu kedatangan keluarga yang lain, setelah kedatangan keluarga ke Polsek Baktiya, dengan inisiatif sendiri mencoba membuka pintu ruang utama Polsek Baktiya,” tuturnya.
Kemudian istri klien masuk ke dalam ruangan Polsek untuk menjenguk dan melihat kondisi suaminya, kliennya menceritakan kronologi penganiayaan yang dialaminya di dalam Polsek Baktiya kepada istrinya.
Karena suasana yang agak memanas Kapolsek mencoba menenangkan suasana, kemudian Kapolsek mengarahkan pihak keluarga untuk bertemu dengan Wakapolsek yang berada di rumahnya untuk menyelesaikan masalah tersebut, Kemudian Maidiah (Adik Kandung S) bersama dengan Basriadi pergi ke rumah Wakapolsek untuk menyelesaikan masalah itu, namun diminta untuk pulang dengan alasan kondisi Wakapolsek sedang kurang sehat dan masih dalam keadaan emosi.
“Karena tidak ada hasil, Maidiah dan Basriadi Kembali ke Polsek Baktiya dan melaporkan hasil kedatangannya kepada Kapolsek Baktiya, kemudian diperbolehkan pulang,” jelas Yulfan.
Pada tanggal 19 Januari 2023, kata Yulfan, pihak keluarga beserta dengan kliennya menuju ke Polda Aceh untuk membuat laporan pengaduan pada divisi Propam polda Aceh.
“Kemudian pihak Polda Aceh mengarahkan pemohon untuk melakukan visum, setelah itu pihak keluarga dan pemohon kembali ke Aceh Utara,” ceritanya lagi.
Pada saat perjalanan pulang sekitar pukul 00.30 WIB, mobil pemohon dicegat di Simpang Cot Girek Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara.
“Saat pencegatan tersebut, pemohon dipaksa keluar dari mobil untuk dibawa ke Polres Aceh Utara, setelah penangkapan terjadi, pihak kepolisian meminta agar pemohon mencari penasehat hukum pada saat itu juga,” lanjutnya.
Setelah proses penangkapan itu pihak keluarga tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan S.
Yulfan mengatakan, kerugian yang ditimbulkan yaitu keretakan pada tempurung kepala, memar dan lebam di sekujur tubuh terutama di area dada, pecah dan luka bibir atas dan bawah.
“Berkurangnya fungsi motorik di bagian tangan, pinggang dan kaki dan trauma berat hingga depresi,” tandasnya.