Analisaaceh.com, Lhoksukon | Sebanyak 27 warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Lhoksukon melaksanakan program asimilasi Covid-19.
Hal tersebut sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat (CB) Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
“LP kelas II B Lhoksukon sebanyak 27 narapidana (Napi) untuk tahap pertama telah mendapatkan asimilasi di rumah,” kata Kepala LP Kelas II B Lhoksukon, Yusnaidi pada Kamis (15/7/2021).
Dijelaskan bahwa asimilasi itu merupakan kebijakan Menteri Hukum dan HAM RI sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.
“Dan Asimilasi ini menjadi langkah yang sangat tepat dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di tingkat lapas,” jelasnya.
Yusnaidi menyebutkan, di LP kelas II B Lhoksukon berjumlah 27 narapidana yang mendapatkan Asimilasi ini, mereka sudah menjalani setengah masa hukuman pidananya. Paling tinggi hukuman mereka sekitar 4 tahun penjara dan paling rendah 10 bulan penjara.
“Rata-rata tersandung kasus tindak kejahatan umum, diantaranya narkotika, pencurian dan lalu lintas serta penipuan,” kata Yusnaidi.
Program asimilasi itu juga diberikan kepada napi kasus tindak pidana umum dan napi tindak pidana narkotika. Khusus untuk napi narkotika, mereka yang mendapatkan asimilasi rumah ini hanya yang masa hukumannya lima tahun ke bawah dan telah memenuhi persyaratan lainnya.
“Seperti berkelakuan baik, telah mengikuti program pembinaan dengan baik, telah menjalani setengah dari masa pidana dan perhitungan tinggal dua pertiga dari masa pidananya sampai 31 Desember 2021,” jelasnya.
Saat ini sisa napi maupun tahanan di Lapas sebanyak 450 orang, yang sebelumnya 477 orang, 27 orang diantaranya dilaporkan bebas. Dengan adanya program asimilasi tersebut tentu dapat mengantisipasi over kapasitas di Lapas Kelas II B Lhoksukon.
“Kita harapkan kepada para narapidana yang telah diberikan asimilasi di rumah ini agar dapat menjalankan prosedur. Tidak berkeliaran kemana-mana, tetap mematuhi dan mengikuti protokol kesehatan dalam menjalankan kegiatan aktivitas sehari-harinya, dan tidak tersandung kasus yang baru, karena jika melanggar ketentuan akan dicabut SK asimilasi mereka, tentu akan menjalani pidana pada kasus yang baru,” pungkasnya.