Analisaaceh.com, TAKENGON | Penolakan terhadap hadirnya PT Linge Mineral Resouce (LMR) untuk mengeruk perut bumi Linge Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah terus mengalir. Puluhan aktivis meminta PT tersebut Hengkang (angkat kaki) dari Bumi Gayo.
Penolakan itu sebelumnya turut dituangkan kedalam sebuah petisi yang ditandatangani oleh ormas dan OKP, tokoh masyarakat bahkan Reje Kampung Lumut.
Menurut kuasa direktur PT LMR Ahmad Zulkarnain, penolakan terhadap perusahaan tambang itu biasa terjadi di Indonesia bahkan di dunia sekalipun. Ia menilai dinamika masyarakat yang timbul itu merupakan sikap dan pendapat yang sering ditemui sebelum tambang hadir.
“Namanya sikap dan pendapat harus kami hargai, dan kami tidak merasa harus didukung. Ini bukan hal yang aneh bagi kami, dimana-mana sering terjadi, namun biasanya jika tambang sudah jalan, program rekrutmen tenaga kerja sudah jadi dan pembangunan infrastruktur sudah dilakukan dan ekonomi masyarakat sudah tumbuh masyarakat akan menerima,” kata Zulkarnain kepada awak media usai diskusi publik beberapa hari yang lalu di Takengon.
Kepada analisaaceh.com, Selasa (20/8) kembali mempertegas bahwa jika hari ini aktivis dan masyarakat meminta PT LMR hengkang dari Gayo, nanti setelah mendapat referensi pengetahuan dari sumber yang tepat sikap menjadi benar. “Benar dalam arti keilmuan yaitu menolak atau mendukung harus didasari keilmuan. Kami punya tanggung jawab moral memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tambang itu seperti apa, warga lingkar tambang itu menolak itu persoalan lain,” jelasnya.
Meski kehadiran tambang di Linge ditolak, pihak PT LMR akan terus lanjut melengkapi dokumen perijinan. Jika di tengah perjalanan kandas tak disetujui (ijin ditolak), hal tersebut menjadi resiko bagi perusahaan. Ia menuturkan, kejadian tersebut sering dialami oleh berbagai pihak.
“Kami akan terus melengkapi dokumen untuk eksploitasi, persoalan mundur atau maju bukan menjadi soal bagi kami, karena ini kewajiban. Jika kami mundur, maka mulai sekarang kami harus menyatakan mundur kepada pemerintah. Persoalan mundur atau lanjut ini bukan persoalan sederhana artinya kami dituntut oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk melengkapi semua dokumen,” papar Zulkarnain selaku orang yang ditunjuk mewakili PT LMR menjelaskan tentang kehadiran tambang di Negeri Linge.
Pihaknya saat ini sedang melakukan Study Feasibility (studi kelayakan) layak atau tidak perusahaan tambang itu beroperasi di Kecamatan Linge, Aceh Tengah. Setelah dinyatakan layak, tutur Ahmad Zulkarnain, PT LMR akan melengkapi proses Amdal.
“Dokumen Amdal ini studinya dari tahun 2018 yang lalu. Studi sudah dilakukan. Kami melakukanya pararel, banyak perusahaan melakukan itu sendiri-sendiri, apakah tambang layak dioperasikan, setelah layak baru dibuat Amdal. Amdal tersebut dinilai oleh pihak kabupaten dan provinsi,” paparnya.
Ia berharap, masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah jika menolak kehadiran beroperasinya perusahan tambang di Ngeri Linge didasari dengan referensi yang kuat dan tidak ikut-ikutan. “Masyarakat harus memiliki sikap didasari dengan cukup ilmu. Jika menolak didasari dengan ilmu jangan hanya setuju karena ikut ikutan. Kalau mau silahkan di searching di google tentang kontribusi tambang terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat,” tutup Zulkarnain sembari memberi contoh kontribusi PT. Freeport Timika Papua Indonesia dan PT.Newmont Nusa Tenggara (PTNNT).
Editor : Desriadi Hidayat