Homeschooling: Alternatif Pendidikan yang Menjanjikan untuk Pengembangan Minat Bakat Anak Sejak Dini

Belajar bisa di mana dan kapan saja (Eiryshia, 9 tahun

Analisaaceh.com, Ketika anak saya-Cia, 9 tahun-mogok sekolah dua tahun yang lalu, saya sempat merasa kebingungan yang luar biasa. Bagaimana tidak, Cia jadi sangat membenci sekolah. Ia beranggapan sekolah sebagai tempat yang tidak memberikan kenyamanan baginya. Mogok sekolahnya Cia menyebabkan saya membawanya pulang ke kampung halaman. Waktu itu saya berpikir, mungkin anak saya terkena shock culture. Membawanya kembali ke lingkungan yang dia kenal baik saya harapkan menjadi solusi bagi masalahnya ketika itu. Tapi, yang terjadi,  efek “bully” dari sekolah yang sebelumnya, ternyata berlangsung lama. Setahun Cia tidak ingin bersekolah. Saya pun mencari alternatif lain—Homeschooling.

Cia sudah terdaftar di sekolah yang baru ketika dia benar-benar tidak mau bersekolah. Akhirnya, saya bekerja sama dengan pihak sekolah. Memang  sekolah ini adalah sekolah swasta yang lebih fleksibel. Tanpa kehadiran siswa, gurunya bisa diwakili oleh saya sendiri. Namun, kalau sulit, guru pun bisa diwakili dengan guru lainnya seperti guru les yang sengaja dipekerjakan untuk mengajari anak, seperti untuk pelajaran Bahasa Arab yang saya tidak kuasai.

Kasus untuk Cia adalah semi-HS sebetulnya, karena orang tua bekerja sama dengan pihak sekolah, menerapkan kurikulum yang sama dengan sekolah. Yang berbeda hanyalah siapa yang mengajar, waktu belajar yang disesuaikan dengan si anak, dan belajar sendiri—tanpa adanya teman-teman untuk berinteraksi.

Terdapat tiga model HS di Indonesia yang diakui—yang dikelola per keluarga, dikelola beberapa keluarga untuk satu kurikulum bersama, dan diselenggarakan bersama di dalam satu komunitas—yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan si anak dan kemampuan dari orang tua.

Orang tua tidak harus menjadi guru, tetapi sudah pasti menjadi kepala sekolahnya.

Menyusun kurikulum sebetulnya tidak sesulit yang dibayangkan. Terdapat begitu banyak contoh kurikulum yang dapat diunduh dan kemudian disesuaikan dengan kebutuhan si anak—dapat berkolaborasi dengan keluarga lain atau komunitas HS via daring maupun di lingkungan sekitar sesuai dengan model HS yang akan diterapkan. Namun, perlu diingat, terdapat lima mata pelajaran wajib yang harus dipelajari oleh si anak—Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. Mengapa? Untuk memperoleh ijazah formal di setiap jenjang pendidikan—SD, SMP, SMA—anak nantinya akan mengikuti ujian paket A, B, C yang diselenggarakan oleh pemerintah. Adapun untuk guru-gurunya, dapat orang tua sendiri yang melakukannya atau memperkerjakan guru sendiri untuk bidang keterampilan yang ingin dikejar oleh si anak. Tentunya, dengan tetap berpijak pada kurikulum yang sudah dibuat tadi.

Sebagai contoh: si anak belajar lima mata pelajaran wajib yang disebutkan tadi sebanyak satu kali dalam satu minggu. Sementara itu, kemampuannya dalam bidang minat bakat lebih dikuatkan. Bila ia senang komputer, les-kan komputer, fasilitasi ia lebih banyak untuk bidang yang ia sukai  dibandingkan bidang lainnya. Dengan kata lain, HS mengasah kampak pada sisi tajamnya. Lebih mudah untuk dilakukan bukan? Dampaknya bagi anak? Mereka menjadi lebih cepat mandiri, pintar, dan berkembang, dan yang paling penting, menjadi senang belajar.

Cara mendapatkan ijazah bagi anak home schooling

Dinas pendidikan memberikan kesempatan anak-anak HS untuk memperoleh ijazah dengan mengikuti ujian Paket A, B, dan C sesuai jenjang pendidikan. Biasanya, satu tahun sebelum ujian, si anak harus sudah didaftarkan di dinas pendidikan masing-masing daerah. Biayanya cukup terjangkau dengan waktu ujian yang ditentukan untuk setiap tahunnya. Ikuti saja prosedurnya. Setelah lulus ujian, si anak dapat memperoleh ijazah yang dimaksud dan dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi termasuk untuk berkuliah kelak.

Tokoh mendunia yang HS

Pernah mendengar kisah bagaimana Thomas Alfa Edison dikeluarkan dari sekolah karena dianggap terlalu ‘bodoh’? Apa yang dilakukan oleh ibunya? Mengasah kemampuan yang dimiliki si anak. Apa yang disukainya? Mengutak-atik elektronika. Siapa sangka, Edison justru cemerlang setelah keluar dari sekolah? Produk nonsekolah juga dapat berprestasi melampaui yang bersekolah, tinggal memberikan rangsangan yang cukup untuk si anak mengasah kemampuannya—terutama yang berhubungan dengan minat bakatnya—sehingga dapat menjadi pribadi mandiri yang mumpuni untuk bertarung di dunia nyata.

Kelebihan dan kekurangan Homeschooling

Tentunya, setiap sistem memiliki sisi positif dan negatif sendiri-sendiri.  Anak-anak yang di-HS-kan akan:

  • Diberikan kemandirian dalam berkreatifitas
  • Peluang yang lebih besar dalam mengembangkan potensi secara individual
  • Terlindung dari lingkungan sosial yang kurang baik (tidak ada pem-bully-an, iri-dengki, contek-menyontek, persaingan yang tidak sehat)
  • Fokus pada minat dan bakatnya sejak dini sehingga lebih cepat menemukan jati dirinya dan bidang peminatannya

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kekurangan dari HS adalah:

  • Kemungkinan anak akan kurang waktunya untuk bersosialisasi, tidak seperti di sekolah formal di mana anak-anak dari pagi sampai sore berada di sekolah dengan teman-teman yang beragam karakternya.
  • Kecenderungan untuk mengisolasi anak dari lingkungan nyata karena berada di rumah terus sehingga tidak siap menghadapi lingkungan riil.

Untuk mengatasinya, berikan kesempatan yang lebih banyak untuk anak berinteraksi dengan lingkungan sebayanya agar dapat terpapar dengan keadaan yang sebenarnya di dunia sosial yang mungkin jauh dari dunia ideal yang dipahaminya. Homeschooling tidak membatasi gerak anak sehingga harus terus berada di rumah, justru memberikan peluang lebih cepat, mudah, fokus , dan merdeka untuk anak belajar dan mengasah dirinya. Apa pun pilihan sekolahnya, kita punya kewajiban untuk belajar sepanjang hayat. []

Komentar
Artikulli paraprakDiminta Hengkang dari Bumi Gayo, PT LMR: ini Bukan Hal Aneh
Artikulli tjetërKadis PKP2PR Kota Medan Klarifikasi Terkait Dugaan Pungli Bedah Rumah