Analisaaceh.com, Lhoksukon | Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh melakukan kegiatan Pengabdian kepada masyarakat di Gampong Geulumpang Sulu Timu, Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, Senin (29/7/24). Tema kegiatan kali ini yakni pelatihan dan pendampingan gampong dalam menyelesaikan sengketa adat.
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini merupakan implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib dilaksanakan oleh dosen di ruang lingkup Universitas Malikussaleh, yang diketuai oleh, Sofyan Jafar dan beranggotakan Romi Asmara, Nuribadah, dan Arif Rahman yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh.
Menurut Sofyan Jafar, pemilihan tema ini penting mengingat dalam praktiknya masih didapati beberapa kendala yang dialami aparatur gampong dalam menyelesaikan sengketa adat di gampong.
“Kewenangan Aparatur Gampong sebagaimana telah diatur dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, yakni tokoh-tokoh adat yang terdiri atas keuchik, imeum meunasah, tuha peut; sekretaris gampong, ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di gampong sesuai dengan kebutuhan dalam menyelesaikan sengketa adat harus benar-benar dapat dioptimalkan,” ujar ketua tim.
Kegiatan ini dihadiri oleh aparatur gampong dan perwakilan masyarakat Geulumpang Sulu Timu. Geuchik Gampong Geulumpang Sulu Timu, Wali Yunis menyambut baik dan berterima kasih kepada tim pengabdi dan Universitas Malikussaleh.
Menurut dia, kegiatan semacam ini sangat dibutuhkan untuk peningkatan kapasitas aparatur gampong dalam menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi di gampong.
“Kami berharap kerjasama yang telah terbina dengan baik antara Gampong Geulumpang Sulu Timu dengan Universitas Malikussaleh dapat terus berlanjut. Kami sangat terbuka bagi civitas akademika yang akan melaksanakan kegiatan tri dharma atau kegiatan lainnya di gampong kami,” tutur Wali Yunis.
Hadir sebagai pembicara pada kegiatan ini adalah Hasan Basri dari unsur akademisi Universitas Malikussaleh, yang dalam pemaparannya beliau menekankan bahwa dalam peradilan adat harus didasari pada ajaran “menyelesaikan” bukan pada ajaran “memutuskan”.
Ajaran ini sesuai dengan apa yang menjadi tujuan utama peradilan adat, yakni untuk memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak, menjaga hubungan kekeluargaan dan relasi sosial agar tetap harmonis, memastikan pelaku akan mengubah perilaku buruknya menjadi lebih baik, serta mengembalikan keseimbangan dan harmonisasi dalam masyarakat.
Oleh sebab itu menjadi penting kiranya dalam kegiatan ini aparatur gampong sebagai perangkat (Majelis) peradilan adat pada tingkat gampong, yang dalam hal ini adalah geuchik, sebagai ketua, sekretaris gampong, sebagai panitera, Imeum Meunasah dan Tuha Peut, serta ulama, tokoh adat/cendekiawan lainnya di gampong yang bersangkutan, sebagai anggota, harus benar-benar memiliki pemahaman yang cukup dan teknik yang baik dalam menyelesaikan sengketa adat agar tujuan utama dari Peradilan Adat dimaksud dapat diwujudkan.
“Untuk menjaga hubungan bermasyarakat yang baik, saya ingatkan pepatah Aceh “Nyan Rayek Tapeuubeut, Nyang Ubeut Tapeugadoh. Tameuhukom dengen adat, hareuta teutap, syeedara teuh na,” tandas Hasan Basri.
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Sebanyak lima ruko tempat usaha di Gampong Lambheu, Simpang Lampu Merah…
Analisaaceh.com, Tapaktuan | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh (PA), T.…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe sukses menyelenggarakan debat kedua calon Wali Kota…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Aceh bekerja sama dengan Development for…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Panitia Pengawasan Pemilihan Aceh (Panwaslih) Aceh memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa…
Komentar