Analisaaceh.com | Sejumlah fenomena astronomi akan terjadi selama tahun 2022. Mulai dari hujan meteor Qudarantid, puncak konjungsi Venus-Jupiter, bulan purnama super, gerhana bulan total, hingga Puncak Hujan Meteor Geminid.
Fenomena langit tersebut terjadi mulai 4 Januari 2022 hingga Desember 2022 mendatang.
Dilansir dari Lapan pada Sabtu (1/1/2022), peristiwa langit dalam tahun 2022, diantaranya:
Quadrantid adalah hujan meteor yang titik radiantnya berasal dari konstelasi Quadrans Muralis (kini menjadi bagian dari konstelasi Bootes).
Intensitas maksimum hujan meteor ini sebesar 200 meteor/jam. Sehingga, dengan ketinggian maksimum titik radian di Indonesia yang bervariasi antara 16,3° (Pulau Rote) hingga 35,8° (Sabang), intensitasnya berkurang menjadi 56 meteor/jam (Pulau Rote) hingga 117 meteor/jam (Sabang).
Quadrantid dapat disaksikan dari arah Timur Laut sejak pukul 04.00 waktu setempat hingga 25 menit sebelum Matahari terbit. Quadrantid bersumber dari sisa debu asteroid 2003 EH1 dan komet C/1490 Y1.
Kelajuan meteor pada Quadrantid dapat mencapai 147.600 km/jam. Tidak ada interferensi cahaya alami (seperti Bulan) yang mengganggu pengamatan Quadrantid, sehingga dapat diamati tanpa alat bantu optik (kecuali jika ingin mengabadikannya dalam bentuk citra maupun video).
Untuk mengamatinya, pastikan cuaca sedang cerah, bebas dari penghalang di sekitar medan pandang, dan bebas dari polusi cahaya. Hal ini karena tutupan awan dan skala Bortle (skala kecerlangan langit malam) berbanding terbalik dengan intensitas meteor. Semakin besar tutupan awan dan skala Bortle, semakin berkurang intensitas meteornya.
Awal Ramadan 1443 Hijriah disambut oleh konjungsi Mars-Saturnus yang dapat disaksikan dari arah Timur saat sahur pukul 03.00 waktu setempat hingga 25 menit sebelum matahari terbit.
Sudut pisah Mars-Saturnus bervariasi antara 19-20 menit busur atau sedikit lebih besar dari semidiameter Bulan. Magnitudo Saturnus cenderung konstan sebesar +0,83 sedangkan magnitudo Saturnus bervariasi antara +1,05 hingga +0,99.
Fenomena ini sebelumnya pernah terjadi pada 3 April 2018 dan 1 April 2020, dan akan terjadi kembali pada 11 April 2024 dan 20 April 2026.
Sepuluh hari terakhir Ramadan 1443 Hijriah ditutup dengan fenomena astronomis Konjungsi Kuintet, yakni lima benda langit yang tampak segaris secara visual sekaligus: Saturnus, Mars, Venus, Jupiter, dan Bulan.
Fenomena ini dapat disaksikan sejak pukul 04.00 waktu setempat dari arah Timur memanjang hingga Tenggara (kecuali pada tanggal 29 April, baru dapat disaksikan sejak awal fajar astronomis/75 menit sebelum Matahari terbit).
Bulan memasuki fase Sabit Akhir dengan iluminasi 45,3% hingga 3,7%. Magnitudo Jupiter bervariasi antara −2,09 hingga −2,11. Magnitudo Venus bervariasi antara −4,16 hingga −4,12. Magnitudo Mars bervariasi antara +0,88 hingga +0,44. Sedangkan magnitudo Saturnus bervariasi antata +0,81 hingga +0,80.
Menjelang Idul Fitri 1443 Hijriah, Venus berkonjungsi dengan Jupiter dengan sudut pisah 14 menit busur. Fenomena ini dapat disaksikan pada arah Timur saat bersantap sahur pukul 03.30 waktu setempat hingga 25 menit sebelum Matahari terbit.
Magnitudo Venus cenderung konstan sebesar −4,11, sementara magnitudo Jupiter cenderung konstan sebesar −2,11. Fenomena ini sebelumnya pernah terjadi pada 25 November 2018 dan 12 Februari 2021, dan akan terjadi kembali pada 2 Maret 2023 dan 24 Mei 2024.
Okultasi adalah peristiwa terhalangnya benda langit yang tampak lebih kecil oleh benda langit lain yang tampak lebih besar jika diamati dari Bumi (seperti Matahari dan Bulan). Ini karena konfigurasi ketiga benda langit membentuk garis lurus jika diamati dari pengamat tata surya.
Selain itu, benda langit yang tampak lebih kecil sebenarnya berada jauh di belakang benda langit lain yang jaraknya lebih dekat dengan Bumi. Secara global, Venus mengalami okultasi oleh Bulan pada tanggal 27 Mei sejak pukul 00.36 UT hingga 05.30 UT.
Di Indonesia, Bulan berfase Sabit Akhir dengan iluminasi antara 10,6%-10,3% ketika mengokultasi Venus. Sebagian wilayah Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara dan sebaian propinsi Papua Barat mengalami Okultasi Venus pada pagi hari setelah Matahari terbit hingga siang hari, sehingga hanya disaksikan menggunakan alat bantu.
Sedangkan, Okultasi Venus dapat disaksikan sebelum Matahari terbit untuk wilayah Madagaskar, Kep. Komoro dan Seychelles.
Durasi okultasi terlama terjadi di kota Muko-Muko selama 1 jam 49 menit 29 detik (sejak pukul 09.03.38 WIB), sedangkan durasi okultasi tersingkat sekaligus wilayah paling terlambat yang mengalami okultasi terjadi di kota Manokwari selama 22 menit 17 detik (sejak pukul 13.12.58 WIT).
Wilayah paling awal yang mengalami okultasi terjadi di kota Bengkulu pada pukul 09.03.34 WIB (selama 1 jam 48 menit 38 detik). Wilayah Sumatera dapat menyaksikan Okultasi Venus dari arah Timur Laut hingga Barat. Wilayah Banten sampai dengan Jawa Tengah dapat menyaksikan Okultasi Venus dari arah Utara hingga Barat Laut.
Wilayah Kalimantan (kecuali Kalimantan Utara) dapat menyaksikan Okultasi Venus dari arah Barat Laut hingga Barat. Wilayah Bali dan NTB dapat menyaksikan Okultasi Venus dari arah Barat Laut. Wilayah Kalimantan Utara, Sulawesi, Maluku Utara dan Papua Barat dapat menyaksikan Okultasi Venus dari arah Barat.
Fenomena ini pernah melewati Indonesia pada 30 Juni 2011 dan 18 September 2017, dan akan terjadi kembali pada 14 September 2026 dan 27 Mei 2039.
Bulan Purnama Super atau Bulan Purnama Perige adalah fase Bulan Purnama yang terjadi beriringan dengan ketika Bulan berada di titik terdekatnya dari Bumi atau disebut juga Perige.
Bulan Purnama Super terjadi setiap tahunnya setidaknya satu kali dalam setahun. Puncak Bulan Purnama Super terjadi pada tanggal 14 Juni 2022 pukul 18.51.35 WIB / 19.51.35 WITA / 20.51.35 WIT dengan jarak 357.658 km, dan pada tanggal 14 Juli 2022 pukul 01.37.23 WIB / 02.37.23 WITA / 03.37.23 WIT dengan jarak 357.416 km.
Bulan Purnama Super dapat disaksikan dari arah Tenggara hingga Barat Daya sebelum Matahari terbenam hingga setelah Matahari terbit.
Okultasi adalah peristiwa terhalangnya benda langit yang tampak lebih kecil oleh benda langit lain yang tampak lebih besar jika diamati dari Bumi (seperti Matahari dan Bulan). Hal ini dikarenakan konfigurasi ketiga benda langit membentuk garis lurus jika diamati dari pengamat tata surya.
Selain itu, benda langit yang tampak lebih kecil sebenarnya berada jauh di belakang benda langit lain yang jaraknya lebih dekat dengan Bumi. Secara global, Uranus mengalami okultasi oleh Bulan pada tanggal 24 Juni sejak pukul 19.57 UT hingga 00.33 UT.
Di Indonesia, Bulan berfase Sabit Akhir dengan iluminasi antara 15,3%-15,2% ketika mengokultasi Uranus. Sebagian wilayah Indonesia seperti Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku Utara, dan Maluku mengalami Okultasi Uranus ketika fajar sebelum Matahari terbit.
Sedangkan propinsi Papua Barat dan Papua mengalami Okultasi Uranus ketika fajar sebelum Matahari terbit hingga setelah Matahari terbit. Selain itu, Uranus hanya dapat disaksikan menggunakan alat bantu.
Durasi okultasi terlama terjadi di kota Manokwari selama 1 jam 19 menit 32 detik (sejak pukul 05.23.54 WIT), sedangkan durasi okultasi tersingkat terjadi di kota Balikpapan selama 16 menit 47 detik (sejak pukul 04.30.58).
Wilayah paling awal yang mengalami okultasi terjadi di kota Kupang pada pukul 04.05.59 WIB (selama 1 jam 8 menit 45 detik). Wilayah paling terlambat yang mengalami okultasi terjadi di kota Bontang pada pukul 04.36.57 WITA (selama 18 menit 0 detik).
Secara umum, beberapa wilayah Indonesia yang mengalami Okultasi Venus dapat menyaksikan fenomena ini dari arah Timur hingga Tenggara. Fenomena ini pernah melewati Indonesia pada 15 Juli, 8 September 2006 dan 28 November 2006. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 8 April, 5 Mei dan 29 Juni 2030.
Perseid adalah hujan meteor yang titik radiannya berasal dari konstelasi Perseus. Intensitas maksimum hujan meteor ini adalah sebesar 100 meteor/jam. Sehingga, dengan ketinggian maksimum titik radiant di Indonesia yang bervariasi antara 20,9° (Pulau Rote) hingga 37,8° (Sabang), intensitasnya berkurang menjadi 36 meteor/jam (Pulau Rote) hingga 61 meteor/jam (Sabang).
Titik radian Perseid terbit dari arah Timur Laut antara pukul 23.00 malam sebelumnya (untuk Sabang atau yang selintang) hingga pukul 01.00 waktu setempat (untuk Pulau Rote atau yang selintang).
Perseid dapat disaksikan hingga 25 menit sebelum Matahari terbit ketika titik radiannya berkulminasi di arah Utara. Perseid bersumber dari sisa debu komet 109P/Swifts-Tuttle. Kecepatan meteor pada hujan meteor Perseid ini dapat mencapai 212.400 km/jam.
Terdapat interferensi cahaya Bulan berfase Benjol Akhir yang terletak di dekat zenit saat titik radian Perseid terbit, sehingga dapat mengganggu pengamatan Perseid. Meskipun demikian, Perseid tetap dapat diamati tanpa alat bantu optik (kecuali jika ingin mengabadikannya dalam bentuk citra maupun video).
Pastikan cuaca di tempat anda bebas dari penghalang di sekitar medan pandang, dan bebas dari polusi cahaya. Hal ini karena tutupan awan dan skala Bortle (skala kecerlangan langit malam) berbanding terbalik dengan intensitas meteor. Semakin besar tutupan awan dan skala Bortle, semakin berkurang intensitas meteornya.
Gerhana Bulan Total adalah fenomena astronomis ketika seluruh permukaan Bulan memasuki bayangan inti (umbra) Bumi. Hal ini disebabkan oleh konfigurasi antara Bulan, Bumi dan Matahari membentuk sebuah garis lurus.
Selain itu, Bulan berada di dekat titik simpul orbit Bulan, yakni perpotongan antara ekliptika (bidang edar Bumi mengelilingi Matahari) dengan orbit Bulan. Gerhana Bulan Total terjadi pada fase Bulan Purnama, akan tetapi, tidak semua fase Bulan Purnama dapat mengalami Gerhana Bulan.
Hal itu karena orbit Bulan yang miring 5,1° terhadap ekliptika dan waktu yang ditempuh Bulan untuk kembali ke simpul yang sama lebih pendek 2,2 hari dibandingkan dengan waktu yang ditempuh Bulan agar konfigurasinya dengan Bumi dan Matahari membentuk satu garis lurus. Oleh sebab itu, Bulan tidak selalu berada di bidang ekliptika ketika Purnama berlangsung.
Gerhana Bulan Total kali ini terjadi pada 8 November 2022 dengan durasi total selama 1 jam 24 menit 58 detik dan durasi umbral (sebagian + total) selama 3 jam 39 menit 50 detik.
Lebar gerhana bulan total kali ini sebesar 1,3589 dengan jarak pusat umbra ke pusat Bulan sebesar 0,2570. Gerhana ini termasuk ke dalam gerhana ke-20 dari 72 gerhana dalam Seri Saros 136 (1680-2960).
Geminid adalah hujan meteor yang titik radiannya berasal dari konstelasi Gemini. Intensitas maksimum hujan meteor ini sebesar 120 meteor per jam. Geminid dapat disaksikan dari arah timur laut hingga barat laur sejak pukul 20.30 waktu setempat hingga 25 menit sebelum Matahari terbit.
Fenomena ini dapat diamati tanpa alat bantu optik, kecuali jika ingin mengabadikannya dalam bentuk citra maupun video. Saat menyaksikan, pastikan cuaca cerah, berbas dari penghalang di sekitar medan pandang, dan bebas dari polusi cahaya, karena tutupan awan dan skala Bortle berbanding terbalik dengan intensitas meteor.
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Sebanyak lima ruko tempat usaha di Gampong Lambheu, Simpang Lampu Merah…
Analisaaceh.com, Tapaktuan | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh (PA), T.…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe sukses menyelenggarakan debat kedua calon Wali Kota…
Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Aceh bekerja sama dengan Development for…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Panitia Pengawasan Pemilihan Aceh (Panwaslih) Aceh memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara…
Analisaaceh.com, Banda Aceh | Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa…
Komentar