Analisaaceh.com, Blangpidie | Budidaya tanaman nilam dinilai menjanjikan dan mudah dilakukan oleh petani di Aceh Barat Daya. Namun, fluktuasi harga minyak nilam yang tak menentu masih menjadi momok utama yang meresahkan petani, termasuk di Gampong Alue Manggota, Kecamatan Blangpidie.
“Kalau kita tanam nilam satu rante bisa dapat minyak satu kilogram, ini memang menjanjikan,” kata Ketua Seuneuboek Gampong Alue Manggota, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), M. Daud, Jum’at (20/6/2025).
Meski demikian, Daud menyoroti ketidakstabilan harga minyak Nilam yang menjadi persoalan utama bagi petani. Menurutnya, harga ideal agar petani tetap termotivasi berada di kisaran Rp1,5 juta per kilogram.
“Kalau misalnya harga bisa menetap diangka Rp1,5 juta saja, kita petani nilam sudah bisa bekerja dengan semangat,” ujarnya.
Lebih lanjut, sebut Daud, namun bukan hanya harga, budidaya nilam juga menghadapi tantangan teknis. Sebab, saat tanaman memasuki usia tiga bulan, sebagian mulai layu tanpa sebab yang jelas. Dalam bahasa lokal, kondisi ini disebut mate teumboen.
“Yang menjadi kendala, saat usia nilam mencapai tiga bulan, ada yang layu atau mate teumboen. Tapi ini tidak semua. Sampai hari ini saya belum tahu pasti penyebabnya dan belum dapat mengatasinya,” ucap Daud.
Daud berharap adanya perhatian dan pendampingan dari instansi terkait, terutama dalam mengatasi kendala teknis dalam budidaya nilam yang dihadapi petani.
“Kita juga berharap kepada pihak terkait bisa membantu masalah yang kami hadapi seperti ini,” harap Daud.
Sementara itu, Sekretaris Desa Gampong Alue Manggota, Hamdi menekankan pentingnya peran pemerintah dalam membangun kolaborasi untuk mendukung sektor pertanian, khususnya nilam.
“Pemerintah harus betul-betul mampu membangun kolaborasi, baik itu dengan petani langsung maupun melalui kebijakan-kebijakan yang menyentuh mereka. Sehingga lambat laun petani tidak hanya bergantung pada bantuan, tapi juga bisa mandiri, tentu tetap melalui pembinaan dan pendampingan,” jelas Hamdi.
Menurutnya, pembinaan menjadi kunci utama agar petani mampu mandiri dan tidak hanya mengandalkan bantuan. Apalagi, dalam kondisi keterbatasan anggaran saat ini.
“Salah satu upaya yang kita lakukan adalah dengan memberikan pembinaan, terutama untuk meningkatkan kapasitas pertanian. Sehingga petani dapat melihat bahwa menjadi petani juga memiliki masa depan,” pungkas Hamdi.