Hujan Meteor dan Sejumlah Fenomena Astronomi Beberapa Hari ke Depan

Ilustrasi fenomena astronomi

Analisaaceh.com | Sejumlah fenomena astronomi akan terjadi selama beberapa hari ke depan. Pusat Riset Sains Antariksa (Pussainsa – Lapan) mencatat, peristiwa langit itu terjadi mulai 17 – 22 Desember 2021.

Dikutip melalui akun resmi Instagram Lapan RI pada Jum’at (17/12), sejumlah fenomena astronomi yang akan terjadi selama beberapa hari ke depan diantaranya:

  • Hujan Meteor Coma Berenicid (17 Desember)
  • Bulan Purnama Mikro (18-19 Desember)
  • Gerak Retrograd Venus (19 Desember)
  • Puncak Hujan Meteor Leonis Minorid Desember (20-21 Desember)
  • Solstis Desember (21 Desember)
  • Konjungsi Bulan-Pollux (21-22 Desember).

Hujan Meteor Coma Berenicid

Coma Berenicid merupakan fenomena hujan meteor minor yang titik radiannya (titik asal kemunculan meteor) berada di dekat bintang Beta Leonis (Denebola/Asarfa) konstelasi Leo yang berbatasan dengan konstelasi Coma Berenices. Hujan meteor itu berasal dari sisa debu benda langit yang tidak diketahui dan pertama kali diamati oleh Richard E. McCrosky dan Annette Posen.

Hujan meteor tersebut dapat disaksikan pukul 00.15 waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam Matahari) dari arah Timur hingga Timur Laut (untuk pengamat di belahan di utara) atau Utara (untuk pengamatan di belahan selatan).

Intensitas hujan meteor tersebut di Indonesia berkisar 2,6-2,9 meteor/jam yang bisa silihat dari Sabang sampai Pulau Rote.

Hal itu dikarenakan titik radian berkulminasi pada ketinggian 58,8°-77,4° arah utara, sedangkan intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 3 meteor/jam. Pastikan cuaca cerah dan bebas penghalang maupun polusi cahaya di sekitar wilayah penghujanlihatan.

Hal ini dikarenakan intensitas hujan meteor ini berbanding lurus dengan 100 persen minus persentase tutupan awan dan berbanding terbalik dengan skala Bortle atau skala yang menunjukkan tingkat polusi cahaya, semakin besar skalanya maka semakin besar polusi cahaya yang timbul.

Bulan Purnama Mikro

Fenomena Bulan Purnama Mikro adalah fase Bulan Purnama yang waktu kejadiannya berdekatan dengan Apoge Bulan. Bulan Purnama kali ini terjadi pada 19 Desember 2021 pukul 11.35.33 WIB dengan jarak geosentrik 405.935 kilometer dan lebar sudut 29,44 menit busur.

Bulan purnama mikro kali ini memiliki lebar sudut 12,9 persen lebih kecil dibanding Bulan Baru Super yang terjadi 4 Desember silam. Sedangkan Apoge Bulan sudah terjadi 26,5 jam sebelumnya yakni pada tanggal 18 Desember pukul 08.58.36 WIB dengan jarak geosentrik 406.329 kilometer, lebar sudut 29,41 menit busur dan memasuki fase ‘hampir purnama’ dengan ilumninasi 98,9 persen.

Bulan purnama mikro ini dapat disaksikan dari arah timur laut sebelum terbenamnya Matahari, berkulminasi di arah utara sebelum tengah malam dan terbenam di arah barat laut sebelum terbitnya Matahari.

Gerak Retrograd Venus

Gerak retrograd adalah gerak semu planet yang tampak berlawanan arah dari Barat ke Timur dibanding gerak normalnya yaitu dari Timur ke Barat, jika diamati dari Bumi.

Gerak retrograd Venus dimulai pada 19 Desember 2021 pukul 17.55 WIB / 18.55 WITA / 19.55 WIT, puncaknya terjadi ketika konjungsi inferior pada 9 Januari dan berakhir 29 Januari pukul 15.54 WIB / 16.54 WITA / 17.54 WIT.

Gerak retrograd Venus berlangsung selama 41 hari dan terletak di konstelasi Sagitarius. Gerak retrograd Venus selalu terjadi setiap lima kali sewindu atau 584 hari sekali.

Fenomena ini sebelumnya telah terjadi pada 25 Juli 2015 selama 43 hari dan 6 Oktober 2018 selama 41 hari. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 23 Juli 2023 selama 42 hari dan 3 Oktober 2026 selama 42 hari.

Selama retrograd berlangsung, Venus masih bisa diamati hingga 3 Januari 2022. Keesokan harinya (4 Januari), Merkurius tidak dapat diamati selama 10 hari dikarenakan sudut pisah yang cukup kecil dengan Matahari.

Venus baru dapat diamati kembali pada 14 Januari 2022 ketika fajar, sehari sebelum retrograd berakhir.

Puncak Hujan Meteor Leonis Minorid Desember

Leonis Minorid Desember adalah hujan meteor minor yang titik asal kemunculan meteornya berada di dekat konstelasi Leo Minor.

Hujan meteor ini bersumber dari sisa debu komet hiperbolik C/1739 K1 (Zanotti). Hujan meteor ini dapat disaksikan sejak awal senja astronomis, yaitu 50 menit setelah terbenam Matahari waktu setempat, hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari dari arah Timur Laut hingga Utara.

Intensitas hujan meteor ini untuk Indonesia mencapai 3,8 – 4,6 meteor per jam yang bisa disaksikan dari Sabang hingga P. Rote. Hal ini dikarenakan titik radian berkulminasi pada ketinggian 49,3 derajat sampai 66,3 derajat arah utara, sementara intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 5 meteor per jam.

Untuk menyaksikannya bisa pada saat cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya di sekitar medan pandang. Hal ini dikarenakan intensitas hujan meteor ini berbanding lurus dengan 100 persen minus persentase tutupan awan dan berbanding terbalik dengan skala Bortle (skala yang menunjukkan tingkat polusi cahaya, semakin besar skalanya maka semakin besar polusi cahaya yang timbul).

Intensitas hujan meteor ini juga akan sedikit berkurang dikarenakan Bulan yang berada ketinggian 45 derajat dekat konstelasi Gemini saat titik radian sedang terbit.

Solstis Desember

Fenomena Solstis Desember atau Titik Balik Selatan Matahari adalah posisi ketika Matahari berada paling Selatan terhadap ekuator langit jika diamati oleh pengamat di permukaan Bumi.

Sedangkan jika diamati dari sembarang titik di luar angkasa, belahan Bumi bagian Selatan akan terlihat ‘mendekat’ ke arah Matahari.

Oleh karenanya, pengamat yang berada di Garis Balik Selatan (Tropic of Capricorn; 23,4° LS) akan melihat Matahari tepat berada di atas kepala ketika tengah hari.

Pengamat yang berada di belahan Bumi bagian Utara akan merasakan malam lebih panjang dibanding hari-hari lainnya. Bahkan, Matahari tidak pernah terbit di Kutub Utara ketika solstis Desember.

Sebaliknya, pengamat yang berada di belahan Bumi bagian Selatan, akan merasakan siang yang lebih panjang dibandingkan hari-hari lainnya. Matahari tidak pernah terbenam di Kutub Selatan ketika solstis Desember.

Puncak solstis Desember tahun ini terjadi pada tanggal 21 Desember pukul 22.59.23 WIB. Baik pengamat di belahan Bumi bagian Utara maupun Selatan akan mendapati Matahari terbit dari arah Timur-Tenggara dan terbenam dari arah Barat-Barat Daya.

Bagi daerah berlintang tinggi di belahan Selatan, akan mendapati Matahari terbit dari arah Selatan-Tenggara dan terbenam dari arah Selatan-Barat Daya.

Konjungsi Bulan-Pollux

Bulan berkonjungsi dengan Pollux (Beta Geminorium), bintang utama di konstelasi Gemini pada pukul 15.55.34 WIB / 16.55.34 WITA / 17.55.34 WIT dengan sudut pisah 2,7 derajat.

Fenomena ini dapat disaksikan dari arah timur laut hingga barat laut sejak pukul 20.00 waktu setempat hingga akhir fajar bahari (50 menit sebelum terbit Matahari) keesokan harinya.

Pollux bermagnitudo +1,15 dan Bulan memasuki fase benjol/cembung akhir dengan iluminasi antara 94,5 persen −93,5 persen.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NEWS
Komentar
Artikulli paraprakEmpat Pelaku Curanmor di Aceh Tenggara Diringkus Polisi
Artikulli tjetërGadis 15 Tahun di Nagan Raya Disekap Dua Hari dan Digilir 14 Pemuda