Analisaaceh.com, Banda Aceh |Â Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie. Satu diantaranya merupakan Kadis Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Disnakermobduk) Aceh, Jum’at (22/10/2021).
Kelima tersangka tersebut masing-masing FJ selaku pengguna anggaran tahun 2018; JF selaku Kepala UPTD Wilayah I; KN sebagai PPTK; SF sebagai Wakil Direktur CV. Pilar Jaya dan RM selaku Site Engeneer PT. Nuasa Galaxy.
Sebagaimana diketahui, FJ saat ini merupakan Kapala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk, sebelumnya ia menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh dan selaku pengguna anggaran saat pembangunan jembatan.
Kasi Penkum Kejati Aceh, H. Munawal Hadi, SH., MH mengatakan, pada tahun 2018 Dinas PUPR Aceh terdapat pagu anggaran untuk kegiatan lanjutan pembangunan jembatan Gigieng dari dana otsus senilai Rp2,1 miliar.
“Sebelumnya sudah dilakukan pekerjaan abutmen tahap I ditahun 2017, sedangkan tahun 2018 tahap II pemasangan rangka baja dan di tahun 2019 (tahap III) pekerjaan pengecoran lantai dan pengaspalan,” ujarnya.
Setelah dilakukan pelelangan di ULP Aceh, Pokja menetapkan CV Pilar Jaya sebagai pemenang dengan penawaran harga Rp1,8 miliar, lalu dilakukan perjanjian berdasarkan surat Nomor: 37 – AC/UPTD-I/PUPR/APBA/2018 tanggal 28 september 2018 antara Kepala UPTD Wilayah I selaku KPA dengan Wadir CV. Pilar Jaya.
Kemudian, sambung Munawal, untuk pengajuan dokumen penawaran pada saat tender, CV Pilar Jaya membawa dokumen dukungan dari PT Woog Neer Biro, akan tetapi semua dokumen tersebut palsu karena PT Woog Neer Biro tidak pernah memberikan dukungan sama sekali.
“PT Woog Neer Biro tidak pernah memberikan dukungan kepada CV Pilar Jaya dan SKA tenaga ahli semuanya hanya untuk kelengkapan adm saja namun tidak bekerja,” kata Munawal.
Saat sebelum pelaksanaan pekerjaan, CV Pilar Jaya juga merubah dukungan dari PT Woog Neer Biro ke PT Yambala Indonesia tanpa adanya adendum dan kajian tehnis dari tim dinas PUPR dan disetujui oleh PPTK dan KPA.
“Pekerjaan rangka baja jembatan Gigeng ini tidak pernah dilakukan dan hingga sampai habis masa kontrak ditahun 2018 belum dikerjakan sama sekali, konsultan pengawas tidak melakukan pengawasan sampai kontrak pengawasan habis waktu kontraknya,” jelasnya.
Kemudian pada 18 Desember 2018, KPA mendapat teguran dari Inspektorat Aceh untuk tidak melanjutkan pekerjaan dikarenakan realisasi masih nol persen (0%). Namun, Wakil Direktur CV Pilar Jaya menyatakan sanggup mendatangkan rangka baja dengan segera, sehingga oleh PPTK tidak melakukan pemutusan kontrak dengan persetujuan KPA.
“PPTK dan KPA menyetujui pembayaran 100% (tahap II) sebagaimana dalam laporan as built drawing (mc 100) sebesar Rp1,3 miliar, namun sebenarnya pekerjaan tersebut belum dikerjakan sama sekali,” kata Kasi Penkum Kejati Aceh.
Ternyata, sambung Munawal, semua dokumen yang digunakan sebagai kelengkapan administrasi untuk pembayaran dipalsukan Wakil Direktur CV Pilar Jaya selaku pelaksana, dan ditanda tangani oleh KPA, PPTK dan site engeneer (konsultan pengawas), padahal mereka mengetahui pekerjaan tersebut belum selesai sama sekali.
Bahkan pekerjaan rangka baja jembatan Gigeng ini tidak ada dilakukan pemeriksaan pekerjaan oleh tim PPHP Dinas PUPR Aceh dan PA selaku pihak yang berwenang mengawasi penggunaan anggaran.
“Terhadap pekerjaan ini telah dilakukan serah terima asset yang dituangkan dalam berita acara tanggal 31 desember 2018 dari Kadis PUPR Aceh tahun 2018 (selaku pengguna anggaran) kepada Kadis PUPR Pidie yang dilakukan pada bulan Februari 2019,” sebut Munawal.
Setelah itu, ketika dilakukan pekerjaan lanjutan tahap III yakni pengecoran lantai jembatan tahun anggaran 2019 dari dana APBK Pidie, terjadi lendutan pada girder jembatan, sehingga Dinas PUPR Pidie menghentikan pekerjaan.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di lapangan oleh tim tehnik dari kampus USK, bahwa hasil desain jembatan ini secara teknis tidak layak dan tidak memenuhi persyaratan dalam RSNI T-03- 2005 untuk memikul beban jembatan sebagaimana disyaratkan dalam SNI 1725:2016 sehingga tidak aman untuk digunakan,” pungkasnya.