Categories: NEWS

Keppres 17/2022 Dinilai Sebagai Bentuk Cuci Tangan Negara Terhadap Kasus HAM

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh menilai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia HAM (TPPHAM) yang berat masa lalu, hanya sebagai bentuk cuci tangan pemerintah.

Berdasarkan Keppres tersebut, tim TPPHAM bertugas untuk melakukan penggungkapan kebenaran dan upaya penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komnas HAM sampai tahun 2020. Merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya dan merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM yang berat tidak terulang lagi dimasyarakat.

Menurut Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul, hal ini bertentangan dengan UU HAM dan UU Pengadilan HAM yang menjelaskan bahwa langkah penyelidikan oleh Komnas HAM dilakukan untuk kebutuhan pro justicia yang mana langsung bersisian dengan kepentingan pemenuhan hak korban dan jaminan ketidakbetulangan.

“Seharusnya Presiden mendorong Kejaksaan Agung melaksanakan rekomendasi Komnas HAM melalui jalur yudisial, mengadili pelaku. Ketika Presiden mengeluarkan Kepres ini artinya ia menganulir rekomendasi Komnas HAM untuk mengadili pelaku, ini kan artinya cuci tangan, bukan dengan membentuk tim lain di luar pengadilan,” ujarnya, Senin (24/10/2022).

Ketidaaan upaya untuk mencapai aspek kepastian hukum dalam tugas dan fungsi tim PPHAM ini, LBH menilai lemahnya negara dalam penegakan hukum.

Syahrul mengatakan, apabila alasan pembentukan Tim PPHAM itu untuk mempercepat pemulihan bagi korban, seharusnya pemerintah justru harus mempercepat adanya peradilan HAM untuk pemeriksaan kasus-kasus yang telah terjadi yang sejalan dengan upaya sebelumnya dimana Komnas HAM telah melakukan penyelidikan untuk kasus-kasus tersebut.

“Perlu diingat bahwa pemulihan korban dan mengadili pelaku adalah dua hal yang berbeda, terobosan untuk melakukan pemulihan bagi korban tanpa menunggu adanya keputusan pengadilan tentu juga memiliki nilai baik mengingat korban telah lama menunggu intervensi oleh negara,” tuturnya.

“Hal ini dapat dilakukan oleh negara tanpa harus menggunakan embel-embel penyelesaian kasus segala yang pada akhirnya akan menjadi preseden buruk dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, seolah-olah negara bebas untuk melanggar HAM warga negara, setelah itu tinggal bayar,” pungkas Syahrul.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NEWS
Naszadayuna

Komentar

Recent Posts

Ilham Rizky: MA Harus Independen dalam Kasus PT BMU

Analisaaceh.com, Blangpidie | Aktivis muda Aceh, Ilham Rizky Maulana, menyampaikan keprihatinannya atas adanya indikasi tekanan…

3 jam ago

Aceh–Rusia Tandatangani MoU Kerjasama

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al-Haythar, menandatangani…

3 jam ago

Gubernur Mualem Lantik Fadhil Ilyas Jadi Dirut Bank Aceh Syariah

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), resmi melantik Fadhil Ilyas sebagai Direktur…

3 jam ago

Truk Bermuatan Batu Bata Terguling di Gunung Kapur

Analisaaceh.com, Tapaktuan | Satu unit mobil dum truk bermuatan batu bata mengalami kecelakaan di kawasan…

6 jam ago

Mendagri Minta Pejabat Serta Keluarganya Diminta Untuk Tidak Pamer Kemewahan

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Menterian Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta kepada seluruh Pejabat maupun…

6 jam ago

Sekretaris DPRA Sebut Surat ARA Masih Proses Administratif

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Sekretaris DPRA, Khudri, menanggapi aksi Aliansi Rakyat Aceh (ARA) yang menyerahkan…

6 jam ago