Analisaaceh.com, SUBULUSSALAM | Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Subulussalam meragukan Rencana Pembangunan PLTA Lae Souraya di Desa Pasir Belo, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Dalam undangan Rapat Kajian Rencana Pembangunan PLTA Lae Souraya, di Gedung LPSE Kota Subulussalam, Sabtu (24/08/2019). KNPI menyorot rencana pembangunan PLTA tersebut dikarenakan tidak ada penjelasan secara eksplisit dari ahli yang kompeten dan independent tentang dampak lingkungan ketika PLTA ini dibangun.
Ketua KNPI Kota Subulussalam, Edy Saputra Bako kepada Analisaaceh.com menjelaskan bahwa pihaknya tidak mendapat penjelasan dan diyakinkan dengan kajian yang logika. Seharusnya dijelaskan utuh oleh ahlinya agar bisa dimengerti oleh publik serta bagaimana solusinya.
“Kita melihat perwakilan pengembang bukan orang yang kuat pengaruhnya, dari bahasa penjelasan terhadap hal keuntungan daerah jika PLTA ini dibangun seperti PAD, Tenaga Kerja Lokal dan lain-lain. Pihak yang mewakili pengembang tidak bisa menjabarkan secara detail komitmen yang akan dibangun. Seharusnya dijabarkan secara visual, contoh seperti yang diisukan surutnya air Lae souraya ketika bendungan di bangun, perkembangbiakan ikan akan terganggu dan terancam keaneka ragaman jenis ikan akan punah”, ucap Edy.
Lebih lanjut Edy Saputra menjelaskan bahwa, seharusnya hari ini pihaknya diyakinkan dengan kajian-kajian, sehingga bisa melihat bahwa pembangunan PLTA ini lebih banyak manfaat dari pada mudharatnya. Akan tetapi yang didapatkan dari bahasa pihak pengembang yang saya kutip bahwa “nanti sama-sama kita lobi dan kawal”, sehingga kami tidak melihat keseriusan dari pihak pengembang.
“Maka jangan salahkan kami jika masih ragu, kami bukan anti investor, tetapi kami sudah jera dengan investor bodong yang ada. Ketika kami welcome rekomendasi daerah keluar proses izin tuntas, lalu lahan dibuka dan diolah namun terbengkalai, seperti kebanyakan izin PLTA, HGU dan pertambangan yang sudah ada, sehingga akhirnya merusak hutan di Negeri kami yang kaya”, jelas Edy yang juga Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Subulussalam.
Selain itu, pihaknya juga merasa jenuh dengan investor Pemberi Harapan Palsu, yaitu ketika awal proses minta rekomendasi daerah berbagai angin surga dihembuskan bahwa PAD, Tenaga Kerja Lokal, CSR, Plasma namun akhirnya PAD tidak jelas, CSR tidak jelas, dan tenaga kerja tingkat mandor saja memakai orang luar, sehingga putra-putri pribumi hanya menjadi buruh kasar bahkan hanya penonton di Negeri Sada Kata tersebut.
“Sekali lagi kita kecewa terhadap cilet-ciletnya Rapat Kajian Rencana Pembangunan PLTA Lae Souraya ini, seharusnya pihak pengembang yang hadir dan harus orang yang betul-betul berpengaruh, sehingga kata-katanya bisa menjadi pegangan serta dapat kita pertimbangkan selaku peserta”, tutup Edy.
Editor : Nafrizal