Analisaaceh.com, Banda Aceh | Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh menyayangkan sikap Aparat Penegak Hukum (APH) yang dinilai sewenang-wenang (extrajudicial killing) dalam penegakan hukum di Aceh.
Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul mengatakan, sikap brutal dan sewenang-wenang itu terlihat dari tiga kasus yang terjadi sepanjang tahun 2022, namun tidak ada keadilan bagi para korban.
“Misalnya kasus di Pidie tepatnya di Grong-Grong, seorang tersangka narkotika, di depan anaknya dia itu ditembak dan diantar ke rumah sakit, kemudian dari rumah sakit diantarkan ke rumah, dua hari di rumah kemudian disuruh ke Polres untuk penandatangan surat damai namun pelaku tidak ditindak,” ujarnya, Selasa (17/1/2023).
Kasus ini kemudian beralih ke Polda Aceh, namun dua minggu lalu Polda Aceh menghentikan kasus tersebut dengan alasan tidak memiliki cukup bukti.
“Seharusnya Polda Aceh melihat terlebih dahulu apakah ini termasuk tindak pidana apa bukan,” jelasnya.
Selanjutnya kasus di Pidie yaitu pemuda yang dibanting di ruang publik sehingga lemah tak berdaya dengan alasan tersangka melawan aparat.
“Kalau dilihat bentuk badan penyidik malah lebih besar dan penyidik ada lima saat itu, akhirnya tersangka meninggal tanpa ada penyelesaian apa-apa,” ungkap Syahrul.
Kemudian kasus kematian DY (39) tahanan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh yang terkesan seperti menghilangkan barang bukti.
“Ada kesan meghilangkan barang bukti, dan ini menjadi bentuk sikap brutal aparat penegak hukum di Aceh,” tegasnya.