Analisaaceh.com, Yogyakarta | Gunung Merapi mengalami erupsi dengan ketinggian kolom mencapai 6.000 meter dari puncak pada Minggu (21/6), pukul 09.13 WIB. Erupsi kedua terjadi berselang 14 menit kemudian.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) melaporkan, erupsi tercatat di seismogram dengan amplitudo 75 mm dan durasi 328 detik. Saat erupsi pertama terjadi, BPPTKG memonitor arah angin menuju barat. Sedangkan pada erupsi kedua, amplitudo termonitor 75 mm dan durasi 100 detik. Tinggi kolom saat eruspi kedua ini tidak teramati.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati mengatakan, sebaran hujan abu vulkanik erupsi Gunung Merapi yang terpantau pada 09.56 terjadi di wilayah beberapa desa pada dua Kecamatan Srumbung (Desa Kaliurang, Kemiren, Srumbung, Banyuadem, Kalibening dan Ngargosoko) dan Kecamatan Dukun (Desa Ngargomulyo dan Keningar).
“Sementara itu, berdasarkan Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) atau notifikasi penerbangan menunjukkan kode warna merah,” ujarnya.
Notifikasi tersebut merujuk pada erupsi yang terjadi pada pukul 09.13 WIB dan 09.27 WIB. Warna merah atau berarti ketinggian letusan sudah lebih dari 6.000 meter di atas permukaan laut. VONA digunakan sebagai peringatan dini ketika terjadi erupsi gunung untuk keamanan penerbangan.
“Beberapa desa terpantau abu vulkanik turun cukup deras, seperti di Desa Kemiren, Srumbung dan Banyuadem,” ungkapnya.
Gunung Merapi tersebut, berstatus level II atau waspada sejak 21 Mei 2018. Karakter dengan status itu, BPPTKG merekomendasikan masyarakat agar mengantisipasi bahaya abu vulkanik dari kejadian awan panas maupun letusan eksplosif.
Masyarakat juga diharapkan untuk mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di sekitar puncak. Selain itu, tidak ada aktivitas manusia pada radius 3 km dari puncak Gunung Merapi.
“Pada level itu, potensi ancaman bahaya berupa luncuran awan panas dan runtuhnya kubah lava dan jatuhan material vulkanik dari letusan eksplosif,” kata Raditya. (TSM)