Analisaaceh.com, Sigli | Imunisasi memiliki peran penting dalam melindungi bayi dan anak-anak, karena membantu membentuk sistem kekebalan tubuh dan mencegah penularan penyakit. Proses imunisasi melibatkan pemberian vaksin ke dalam tubuh, yang kemudian merangsang sistem kekebalan untuk mengenali dan melawan penyakit yang termasuk dalam kelompok Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
Sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi angka kesakitan akibat penyakit tertentu yang berisiko bagi bayi, imunisasi membawa berbagai manfaat bagi ibu dan anak dalam mencegah penyakit seperti Hepatitis B, Tuberkulosis, Tetanus, Difteri, Pertusis, Poliomyelitis, Meningitis, Pneumonia, Campak, dan Rubella.
Penting bagi orang tua untuk memperhatikan jadwal imunisasi yang telah ditetapkan oleh petugas kesehatan. Selain itu, mereka juga perlu memahami kemungkinan efek samping yang dapat terjadi setelah imunisasi, seperti demam. Namun, kondisi ini bisa diatasi dengan pemberian obat penurun demam atau kompres hangat, sehingga orang tua tidak perlu khawatir jika anak mengalami gejala tersebut.
Capaian Imunisasi Rutin di Kecamatan Peukan Baro – Pidie
Cakupan imunisasi rutin di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie, saat ini menghadapi tantangan besar. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) Pidie, capaian imunisasi dasar lengkap (IDL) di wilayah ini masih sangat rendah.
Pada Triwulan II 2024 (Januari-Juni), belum ada bayi atau anak yang menerima IDL, sehingga persentase cakupan masih belum sesuai harapan 0 persen . Selain itu, jumlah anak yang menerima vaksinasi DPT-HB-Hib tercatat hanya satu anak, sementara penerima vaksin Campak/MR2 sebanyak 11 anak. Imunisasi baru seperti PCV1 berhasil mencapai 16 anak, dan RV1 mencapai 23 anak.
Situasi ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah, karena rendahnya cakupan imunisasi dapat meningkatkan risiko wabah penyakit PD3I, seperti difteri, pertusis, dan campak. Jika tidak segera ditangani, Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Peukan Baro berpotensi menjadi daerah dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Pidie, dr. Dwi Wijaya, mengungkapkan bahwa kondisi cakupan IDL di Peukan Baro masih jauh dari target nasional.
“Jumlah cakupan imunisasi di Peukan Baro sangat rendah, dan ini merupakan tantangan besar bagi kami. Oleh karena itu, kami akan terus berupaya meningkatkan kualitas program imunisasi dengan memberikan berbagai pelatihan kepada tenaga kesehatan (nakes),” ungkap dr. Dwi Wijaya saat diwawancarai analisaaceh.com pada 18 September 2024 lalu.
dr. Dwi menyebutkan, untuk mengatasi rendahnya cakupan imunisasi di Kecamatan Peukan Baro, pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan Pidie telah melakukan berbagai upaya. Satu diantaranya dengan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan melalui pelatihan intensif. Pelatihan ini mencakup beberapa aspek penting terkait imunisasi, mulai dari pemberian vaksin yang benar, praktik penyuntikan aman, hingga rantai dingin vaksin.
“Pelatihan yang kami berikan bertujuan memperkuat keterampilan dan pengetahuan nakes, sehingga mereka dapat meningkatkan cakupan serta efektivitas program imunisasi,” ujar dr. Dwi Wijaya.
Ia juga menambahkan bahwa penyuntikan aman merupakan salah satu fokus utama pelatihan, di mana tenaga kesehatan dilatih untuk tidak menggunakan jarum suntik lebih dari satu kali untuk pasien yang berbeda, demi menghindari penyebaran penyakit.
Selain itu sambung dr. Dwi, pemerintah juga berupaya memperbaiki manajemen rantai dingin vaksin. Sistem ini penting untuk memastikan bahwa vaksin tetap dalam kondisi optimal selama proses penyimpanan dan pengangkutan, sehingga efektivitas vaksin tidak berkurang.
“Pelatihan rantai dingin mencakup manajemen yang efektif, termasuk cara penyediaan dan perawatan peralatan. Hal tersebut menjadi penting untuk menghindari kerusakan vaksin yang dapat mengurangi cakupan imunisasi.” Kata dr. Dwi.
Tantangan yang Dihadapi dalam Peningkatan Cakupan Imunisasi
Meski berbagai upaya telah dilakukan, peningkatan cakupan imunisasi di Kecamatan Peukan Baro masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Sutu diantara tantangan terbesar adalah rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi.
Menurut dr. Diw, masih banyak orang tua yang masih ragu atau takut untuk membawa anak-anak mereka ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan imunisasi, karena kurangnya pemahaman atau informasi yang salah terkait vaksin.
Untuk mengatasi masalah ini, Dinas Kesehatan Pidie juga memberikan pelatihan komunikasi antar personal (KAP) kepada tenaga kesehatan dan kader posyandu. KAP berperan penting dalam membantu tenaga kesehatan menyampaikan informasi tentang pentingnya imunisasi secara lebih efektif.
“KAP membantu tenaga kesehatan untuk lebih efektif dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, khususnya orang tua bayi dan balita,” jelas dr. Dwi.
Pelatihan KAP tidak hanya diberikan kepada tenaga kesehatan formal, tetapi juga kepada kader posyandu. Mereka memainkan peran strategis dalam memobilisasi masyarakat, terutama dalam mengajak orang tua untuk membawa anak-anak mereka ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi.
“Kader posyandu memiliki peran strategis dalam mengajak orang tua untuk membawa anak-anak mereka ke posyandu. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup agar dapat menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat,” tambah dr. Dwi.
Selain itu kata dr. Dwi, keberhasilan program imunisasi tidak hanya bergantung pada pemerintah dan tenaga kesehatan, tetapi juga dukungan dari masyarakat. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerintah daerah bekerja sama dengan berbagai tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama dan kelompok pemuda.
“Kami melibatkan tokoh agama dan pemuda dalam sosialisasi pentingnya imunisasi. Mereka memiliki pengaruh yang besar di masyarakat, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan cakupan imunisasi,” kata dr. Dwi.
Selain tantangan dalam hal partisipasi masyarakat, tantangan logistik dan aksesibilitas juga menjadi hambatan dalam program imunisasi di wilayah Pidie, termasuk di Kecamatan Peukan Baro. Beberapa desa yang terletak di daerah terpencil sulit dijangkau oleh petugas kesehatan, sehingga distribusi vaksin dan pelaksanaan imunisasi menjadi terhambat.
“Daerah-daerah terpencil seringkali menjadi kendala dalam distribusi vaksin. Oleh karena itu, kami juga memberikan pelatihan khusus terkait manajemen rantai dingin dan distribusi vaksin agar vaksin tetap terjaga kualitasnya meskipun harus menempuh perjalanan jauh,” ungkap dr. Dwi. (Adv)