Analisaaceh.com, Lhokseumawe | Kabar adanya praktik pungutan liar (pungli) jual beli lembar kerja siswa (LKS) yang masih saja dilakukan sekolah di Kota Lhokseumawe disoroti oleh Ketua Lembaga Bantuan Hukum Iskandar Muda Aceh Kota Lhokseumawe, Rizal Saputra. SH.
Menurut Rizal, praktek jual beli itu biasanya dilakukan via kerja sama dengan pihak penerbit atau pihak ketiga lainnya. Tentunya praktek jual-beli tersebut, sudah dapat dipastikan melanggar dan termasuk tindak pidana pungutan liar (pungli).
Lebih jauh, Rizal juga mengaku menyangkan jika penyataan yang dilontarkan oleh Kepala Bidang Pendidikan Dasar pada Dinas PK Kota Lhokseumawe, Abdul Malek yang membolehkan praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah dengan dalih kesepakatan wali murid, penyataan itu jelas bertentangan dengan Peraturan Pemerintah.
Larangan ini bukan tanpa dasar. Rizal menjelaskan, melalui Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, yang melarang adanya jual beli buku LKS di tingkat SD dan SMP , apabila itu terjadi maka termasuk dalam kategori pungli.
“Ada dua pungutan di sekolah, pertama pungutan resmi yang memiliki dasar hukum dan tidak melanggar aturan yang ada. Sedangkan kedua pungutan liar (pungli) adalah pungutan yang tidak memiliki dasar hukum meski didahului dengan kesepakatan antar pemangku kepentingan,” ucap Rizal Saputra SH Ketua Lima Lhokseumawe Sabtu,( 22/1/2022).
Berpedoman pada aturan tersebut bahwa telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 pasal 18 a tentang pengolahan dan penyelenggaraan pendidikan, terkait pengadaan LKS.
“Menurut saya dengan adanya rambu rambu hukum dalam transaksi jual beli buku LKS dan sejenisnya, maka apapun alasannya tidak di perbolehkan adanya transaksi jual beli LKS dan buku yang sejenisnya di lembaga pendidikan terutama SD dan SMP,” ungkapnya.
Bila memang terbukti adanya paksaan penjualan LKS di tingkat SD SMP bisa dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pasal 12 E.
“Sanksi hukumannya dengan ancaman pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara,” terangnya.
Untuk menindak lanjut permasalahan praktik jual beli LKS tersebut, pihak Lembaga Bantuan Hukum Iskandar Muda Aceh (LIMA) akan segera menyurati DPRK Lhokseumawe agar membuat pertemuan dengan Dinas Pendidikan kota Lhokseumawe untuk membahas permasalahan adanya jual beli LKS disekolah dasar Kota Lhoseumawe dan penyataan Kabid Dikdas yang dinilai mengangkangi aturan.
Rizal memastikan apabila nantinya sikap yang diambil Dinas Pendidikan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku pihaknya akan melakukan langkah dan upaya hukum.
Akan tetapi Rizal menyebut pihaknya akan menempuh upaya klarifikasi terlebih dahulu.