Analisaaceh.com, Banda Aceh | Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan telah memutuskan untuk membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh terkait sengketa permohonan rekomendasi penetapan tanah terlantar di Kabupaten Aceh Barat.
Kuasa Hukum Penggugat dari PT Gading Bhakti, Andre Nasution, dari Kantor Hukum Zulkifli Nasution & Rekan, menjelaskan bahwa Majelis Hakim Banding di PT TUN Medan tidak sependapat dengan putusan PTUN Banda Aceh karena dianggap keliru dalam menerapkan dan mempertimbangkan ketentuan hukum.
Menurut Majelis Hakim, keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Bupati Aceh Barat sebagai Pejabat Tata Usaha Negara merupakan tindakan hukum yang konkret. Keputusan tersebut berupa laporan terkait tanah terlantar dan rekomendasi penghapusan sertifikat hak atas tanah.
Keputusan ini bersifat individual, ditujukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, serta final dalam arti luas. Putusan ini dinilai berpotensi menimbulkan akibat hukum, karena permohonan rekomendasi yang diajukan sebagai objek sengketa telah bersifat definitif dan dapat mengakibatkan hilangnya tanah Hak Guna Usaha milik pembanding/penggugat.
“Sebelumnya, PT Gading Bhakti mengajukan keberatan atas putusan PTUN Banda Aceh terkait permohonan rekomendasi penetapan tanah terlantar oleh Pemerintah yang diajukan oleh Penjabat (Pj) Bupati Aceh Barat,” jelasnya.
Dalam permohonan tersebut, lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Gading Bhakti seluas 426 hektare di Aceh Barat dinyatakan sebagai tanah terlantar. Majelis Hakim Banding menemukan bahwa penggugat telah mengajukan somasi kepada Bupati Aceh Barat, namun tidak mendapatkan tanggapan.
Atas dasar ini, PT TUN Medan memutuskan bahwa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bupati Aceh Barat cacat hukum dan harus dicabut. Menurut Majelis Hakim, Pemohon Kasasi/Terbanding/Tergugat (Bupati Aceh Barat) telah mencampuradukkan kewenangannya dalam penerbitan objek sengketa, terutama terkait rekomendasi penghapusan sertifikat hak atas tanah.
Penerbitan objek sengketa tersebut dinilai mengandung cacat yuridis dari segi kewenangan. Oleh karena itu, objek sengketa dinyatakan tidak sah dan harus dicabut.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan secara komprehensif telah mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan peraturan perundang-undangan lainnya terkait asas-asas umum pemerintahan yang baik, dengan benar dan tepat.