Saat Senator Menelusuri Pelosok Demi Al-Qur’an Panton Reu

Analisaaceh.com, Aceh Barat | Luas pekarangan itu tak lebih dari 100 meter persegi. Ada mushola kecil di sudut kanan pintu masuk. Ada juga balai kayu yang hampir rubuh. Di tengah-tengahnya, ada bangunan mini yang dijadikan lokasi tempat menerima tamu.

Di sanalah Meurah Hasan menyambut kedatangan rombongan Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi, berkunjung, Selasa sore (9/3/2020). Turut mendampingi pula sejumlah tokoh agama dari Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat.

Untuk menempuh lokasi tersebut dibutuhkan waktu hampir 40 menit perjalanan dengan menggunakan mobil dalam kecepatan sedang dari pusat kota Aceh Barat ke Desa Manggie, Kecamatan Panton Reu.

Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan sepeda motor dari Manggie hingga Mugo Rayeuk dengan waktu tempuh 10 menit. Melewati jalan setapak hingga jembatan gantung yang berlubang.

Konon, di sanalah Alqur’an berusia 700 tahun lebih berada dan dijaga. Sosok Meurah Hasan sendiri adalah khaddam atau penjaga ke 13 yang menjaga Alqur’an tertua di Aceh itu.

Alqur’an tulis tangan yang Syech Maulana Malik Ibrahim ini, konon berasal dari abad ke 13, dan telah dijaga oleh 12 generasi sebelum Meurah Hasan.

“Neutamong u dalam Syech,” ujar Teungku Zainal Abidin, pemilik pesantren Inayah, Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat.

Panggilan Syech sendiri disemaikan untuk sosok Fadhil Rahmi. Teungku Zainal Abidin adalah adik kelas dari Senator DPD RI Syech Fadhil, selama menuntut ilmu di Al Azhar Kairo, Mesir. Keduanya melangkah masuk dan disusul oleh rombongan lainnya.

Di dalam bangunan, Meurah Hasan, menyambut Syech Fadhil dengan senyuman hangat.

“Ban lon balek dari Makam Teungku Umar,” kata Meurah Hasan.

Meurah Hasan kemudian membagikan air mineral dalam botol plastik kepada para pengunjung di sana. Ia seakan tahu bahwa perjalanan panjang membuat rombongan ini haus.

Sekitar 5 menit kemudian, Meurah Hasan masuk ke bilik kecil serta kembali dengan benda yang terbungkus kain berwarna kuning. Ia memegang dengan hati-hati. Isinya adalah Alqur’an berumur 700 tahun lebih. Alqur’an itu kemudian diserahkan ke Syech Fadhil.

Sosok senator muda itu kemudian membuka satu persatu halaman Alqur’an tadi. Ia sempat berbahasa Arab dengan salah seorang stafnya yang juga alumni Timur Tengah.

“Ada beberapa lembar halaman yang rusak akibat di makan usia,” ujar Syukran Ahmad, staf dari Syech Fadhil.

Menurut Meurah Hasan, Alqur’an tersebut adalah tulisan tangan dari Maulana Malik Ibrahim.

“350 tahun berada di Peureulak, kemudian dibawa ke Pidie. Oleh keturunannya kemudian dibawa ke barat selatan Aceh, hingga ke Panton Reu. Saya generasi ke 13 yang menjaga Alqur’an ini. Beberapa ahli sudah datang ke sini untuk meneliti. Katanya, ini Alqur’an wangi. Makanya dinamakan Panton Reu,” jelas Meurah Hasan.

Orang-orang yang datang ke lokasi, kata Meurah Hasan, berasal dari berbagai profesi, baik lokal maupun nasional. Semuanya ingin melihat Alqur’an tulis tangan Syeikh Maulana Malik Ibrahim.

Syech Fadhil sendiri mengaku terpesona dengan tulisan tangan dari Syeikh Maulana Malik Ibrahim.

“Meskipun sudah 700 tahun lebih, tulisannya masih bisa dibaca dengan jelas. Ukirannya bagus. Masih tertata dengan rapi,” kata Syech Fadhil.

Syech Fadhil berharap Meurah Hasan menjaga peninggalan sejarah ini dengan baik sebagai bukti kebesaran Islam Aceh di masa lalu.

“Perjuangan teungku sungguh besar,” kata Syech Fadhil memuji Meurah Hasan.

“Ini warisan sejarah untuk anak cucu kita di masa depan. Mempertahankan nilai nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ini mungkin harapan dari para Wali Allah di masa lalu,” ujarnya lagi.

Usai melihat Alquran Panton Reu, sebelum pulang, para rombongan juga menyempatkan diri ke Meunasah di samping ruangan tadi. Di meunasah ini terdapat silsilah penjaga serta sejarah Alqur’an Panton Reu. (RB)

Komentar
Artikulli paraprakBank Aceh Syari’ah Sudah Bereh, Tapi Masih Harus Berbenah
Artikulli tjetërLongsor di Gunung Geurete, Arus Lalu Lintas Macet