Analisaaceh.com, Banda Aceh | Tim kuasa hukum dari kantor Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Nurul Iman menyambangi Kejaksaan Tinggi Aceh di Banda Aceh. Korps Adhyaksa tersebut diserahi bukti tambahan dugaan penggelapan bea lelang oleh leasing FIF Group Lhokseumawe.
“Kemarin, Jumat, kami sudah menyerahkan bukti tambahan sekaligus memantau perkembangan laporan kami kepada Kejaksaan Tinggi Aceh terkait dugaan penggelapan bea lelang oleh FIF Lhokseumawe,” ujar Mahmud, SH, MH kepada wartawan di Banda Aceh, Sabtu (4/1/25).
Saat menyerahkan bukti tambahan, Mahmud turut didampingi rekan Zaidah Sari Hasballah, SH. Bukti-bukti yang berkaitan dengan Kasus Penggelapan Bea Lelang FIF Lhokseumawe diserahkan kepada Kepala Seksi Penyidikan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejaksaan Tinggi Aceh.
Sebelumnya, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Aceh, Muhammad Ali Akbar, SH, MH pada 23 Desember 2024 telah menindaklanjuti Laporan Pengaduan yang diajukan oleh LKBH Nurul Iman. Aspidsus dalam suratnya menyebut sedang melakukan penelitian atas laporan itu.
Mahmud mengatakan pihaknya mensinyalir telah terjadi dugaan penggelapan pemasukan negara oleh FIF Lhokseumawe, dimana kendaraan tarikan yang merupakan objek jaminan fidusia telah diperjual-belikan oleh leasing tersebut melalui agen. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan RI serta tidak melibatkan instrumen legal negara seperti Balai Lelang.
“Potensi kerugian Negara dari bea lelang yang digelapkan sudah ditentukan sebesar 3 persen bagi penjual dan 6 persen bagi pembeli. Pelanggaran atas tidak adanya penyetoran bea lelang kepada negara dapat dikategorikan sebagai penggelapan bea lelang,” kata Mahmud.
Dalam bukti tambahan yang disampaikan, kata Mahmud, ia juga mengkalkulasi perkiraan jumlah objek jaminan fidusia yang diperjual-belikan tak sesuai aturan.
Dia menyebut, dalam sebulan, FIF Lhokseumawe melakukan 3 kali lelang atau penjualan kepada agen. Jumlah unit sepeda motor dalam sekali lelang, diperkirakan berjumlah sekitar 42-50 unit. Jika dikalkulasi dalam setahun, bisa mencapaik 36 kali lelang atau sama dengan 1.800 motor tarikan yang dijual secara illegal.
“Itu baru satu cabang belum cabang-cabang yang lain. Angka-angka ini nantinya juga bisa dipastikan oleh aparat penegak hukum,” imbuhnya.
Dia melanjutkan, jika satu unit sepeda motor dijual dengan harga Rp8 juta – Rp30 juta, atau bila dirata-ratakan harga per unit Rp20 juta x 1.800 terdapat nilai penjualan sebesar Rp36 miliar. Maka terdapat potensi kerugian negara dari satu cabang sebesar Rp. 3.240.000.000,- (tiga miliar dua ratus empat puluh juta rupiah).
“Dengan adanya bukti tambahan yang kita ajukan, kami berharap kepada Kejaksaan Tinggi Aceh dapat meningkatkan status ke tahap Penyidikan,” demikian Mahmud.