Analisaaceh, Banda Aceh | Sekretaris Daerah Aceh, Taqwallah, menginstruksikan seluruh tenaga kesehatan se-Aceh untuk bergerak bersama dalam memberantas stunting dan mensukseskan program ‘BEREH’. Selain itu, Sekda juga meminta agar pejabat di Dinas Kesehatan untuk memastikan bidan desa menetap di tempat dia ditugaskan.
“Penting untuk memastikan bagaimana caranya bidan desa itu memang bertahan di gampong. Mereka salah satu kunci utama pemberantasan stunting di gampong,” kata Taqwallah dalam rapat konsolidasi terkait Percepatan Program Bersih, Rapi, Estetis dan Hijau (BEREH), Stunting dan JKA bersama Kepala Dinas Kesehatan, pihak BPJS dan Direktur Rumah Sakit dari seluruh Aceh, di Banda Aceh, Senin (8/10/2019).
Taqwallah mengatakan, ada beberapa titik pantau yang wajib dilakukan tenaga kesehatan khususnya bidan desa. Pertama, mereka harus memantau dan mendata setiap ibu hamil. Mereka harus dipastikan mempunyai buku KIA dan diberikan obat tambah darah saat hamil.
“Bidan harus memeriksa ibu hamil minimal 4 kali,” kata Sekda.
Saat akan melahirkan, ibu hamil harus didampingi dan statusnya dipastikan, apa akan melahirkan secara normal ataupun masuk dalam kelompok resti. Jika ibu hamil masuk kelompok resti, tenaga kesehatan harus memastikan pasien tertangani dengan baik.
Selanjutnya adalah saat bayi lahir. Petugas harus memastikan agar bayi mendapatkan IMD, atau menghisap Air Susu Ibu perdana atau eksklusif begitu lahir.
“Jika anak mendapatkan itu, anak biasanya akan terhindar dari sakit sampai usia 3 bulan pertama,” kata Taqwallah.
Bagi ibu pasca melahirkan haruslah diberikan pemahaman agar memberikan bayi eksklusif bagi bayi hingga usia 24 bulan serta memastikan anak mendapatkan imunisasi dasar.
“Itu semua disebut sebagai masa 1.000 hari pertama kehidupan. Jika kita bisa melakukan itu, Insya Allah anak akan terhindar dari stunting,” jelas Sekda.
Untuk melakukan percepatan keberhasilan program pengentasan stunting dan program Bersih, Rapi, Estetis dan Hijau (BEREH) tersebut, pemerintah Aceh yang dipimpin Sekda akan melakukan sosialisasi dan tinjauan langsung secara maraton ke seluruh kabupaten/kota se-Aceh. Rencananya kunjungan akan dilakukan pada tanggal 10-20 Oktober dua hari mendatang.
Sementara Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati mengatakan, pihaknya juga terus mendorong seluruh pihak untuk bekerja dan bergerak bersama untuk pengentasan stunting di Aceh. Banyak instansi yang punya target sama dengan program berbeda. Harusnya jika dilakukan bersama maka tujuan yang hendak dicapai akan lebih mudah. BKKBN misalnya, punya program gampong KB, sementara PKK punya program rumoh gizi. Jika keduanya bergerak secara terintegrasi, maka pengentasan stunting akan lebih cepat.
Saat ini PKK Aceh telah melaunching rumoh gizi di 6 kabupaten/kota di Aceh. Dyah meminta agar Dinas Kesehatan di setiap Kabupaten ikut mengevaluasi dan mendampingi sehingga program tersebut maksimal.
“Jika tidak, takutnya kita lama-lama mereka tidak aktif lagi,” kata Dyah.
Pemerintah Aceh saat ini telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2019 tentang pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi di Aceh. Pergub itu mengamanatkan agar rumoh gizi digerakkan dengan dana desa.
“Konsepnya desa harus mandiri. Desa sangat berdaya, seharusnya bisa diatasi permasalahan di desa. Sudah saatnya desa ikut memikirkan pembangunan manusia, tidak sebatas pada pembangunan fisik,” ujar Dyah.
Dyah berharap kabupaten/kota bisa segera membuat Peraturan Bupati sehingga tidak ada ketakutan dari pemerintahan gampong untuk menganggarkan dana desa bagi terlaksananya program rumoh gizi. Dyah menargetkan, di akhir tahun 2020 nanti seluruh gampong di Aceh sudah memiliki rumoh gizi. (Nfr)