Analisaaceh.com | Google Doodle hari ini menampilkan gambar sosok perempuan berpakaian khas Minang sedang menulis. Ia adalah seorang penulis yang tercatat sebagai novelis perempuan pertama di Indonesia, Novelis ini sering memakai nama samaran Selasih dan Seleguri. Ia bernama Sariamin Ismail.
Google memperingati hari kelahiran Tokoh Penulis dan Novelis Asal Sumatera Barat wanita dengan menampilkan nya di Google Doodle, Sabtu (31/7).
Sariamin Ismail lahir di Talu, Talamau, Pasaman Barat, Sumatra Barat, 31 Juli 1909 –dan meninggal di Pekanbaru, Riau, 15 Desember 1995 pada umur 86 tahun.
Novel pertamanya berjudul Kalau Tak Untung diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1934. Ia menulis untuk sejumlah surat kabar termasuk Pujangga Baru, Panji Pustaka, Asjarq, Sunting Melayu, dan Bintang Hindia. Bersama kepindahannya ke Kuantan sejak 1941, Sariamin naik sebagai anggota parlemen daerah untuk Provinsi Riau setelah terpilih pada tahun 1947. Ia terus menulis untuk sisa umurnya.
Dikutip dari halaman id.wikipedia.com, Sewaktu di Bukittinggi, Sariamin aktif mengikuti kegiatan organisasi. Dari tahun 1928 dan 1930, ia mengetuai perkumpulan pemuda Islam Jong Islamieten Bond bagian wanita untuk wilayah Bukittinggi.
Ia bertemu dengan kepala sekolah tempatnya mengajar, Syarifah Nawawi yang merupakan Ketua Serikat Kaum Ibu Sumatra (SKIS) dan menuliskan sajak untuknya. Setelah gedung baru MNS Padangpanjang selesai pada 1930, Sariamin pindah ke kota itu bersama kepindahaan kegaiatan belajar mengajar MLS ke sekolah tersebut.
Di Padangpanjang, Sariamin mengetuai cabang SKIS dan menulis untuk majalah Soeara Kaoem Iboe Soematra, majalah yang dikelola oleh perempuan. Selain itu, ia membagi waktunya untuk mengajar di sekolah swasta Diniyah School dan menjadi pengasuh tetap “Mimbar Putri” di Harian Persamaan.
Menjelang akhir tahun 1930-an, ia menjadi wartawan dan penulis yang cukup vokal di majalah perempuan Soeara Kaoem Iboe Soematra. Ia mengutuk poligami dan menekankan pentingnya hubungan keluarga inti di Minangkabau lewat Soeara Kaoem Iboe Soematra. Dalam Harian Persamaan, Sariamin mengkritik ketidakadilan peraturan gaji bagi pegawai wanita, terutama guru wanita.
Sambil mengajar, Sariamin terus menulis untuk menambah penghasilan sehari-hari dan membiayai kegiatan organisasinya dengan menggunakan beberapa nama samaran untuk mencegah kemungkinan ia ditangkap akibat tulisan-tulisannya oleh Politieke Inlichtingen Dienst (PID).
Dari sejumlah nama samaran yang ia gunakan, ia lebih dikenal dengan nama Selasih yang ia gunakan dalam novel pertamanya. Sejumlah nama samaran lain yang pernah ia gunakan yaitu Seleguri, Sri Gunung, Sri Tanjung, Ibu Sejati, Bundo Kanduang, dan Mande Rubiah.
Pada pertengahan tahun 1930-an, Sariamin telah menulis untuk majalah sastra Poedjangga Baroe. Ia menerbitkan novel pertamanya, Kalau Tak Untung pada tahun 1933, yang menjadikannya sebagai novelis perempuan pertama dalam sejarah Indonesia.
Diterbitkan oleh Balai Pustaka milik pemerintah, konon inspirasi novel ini adalah beberapa kejadian nyata dalam hidupnya yaitu tunangannya yang menikahi wanita lain, dan kisah dua sahabat kecilnya yang saling jatuh cinta namun tak bisa bersatu. Ia kembali menerbitkan novel pada tahun 1937 berjudul Karena Keadaan.
Pada 1939, ia berhenti mengajar di Padang panjang karena dituduh aktif dalam politik oleh PID. Selama dua tahun berikutnya, ia hanya menjadi guru bantu di MVS, Payakumbuh. Pada 1941, ia menikah dan mengikuti suaminya ke Teluk Kuantan, Riau.
Meskipun ia semula berencana hanya menjadi ibu rumah tangga di sana, ia merasa “tenaganya sangat dibutuhkan” ketika melihat pendidikan di daerah itu jauh tertinggal dibandingkan daerah tetangganya Sumatra Barat.
Pada 1942, ia menjadi kepala sekolah MVS yang pertama dan baru berdiri di Teluk Kuantan—bahkan Riau. Sekolah ini membuka asrama untuk murid dari luar daerah yang berdiri di samping rumah Sairiamin, yang sekaligus menjadi pembimbing asrama.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, Sariamin menghabiskan dua tahun sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wilayah Riau.
Sariamin tetap menulis dan mengajar di Riau hingga tahun 1968. Sebelum tahun 1986, ia telah menelurkan tiga antologi puisi dan sebuah cerita anak-anak.
Ia menulis novel terakhirnya, Kembali ke Pangkuan Ayah pada tahun 1986. Sebelum wafat pada tahun 1995 Sariamin menerbitkan dua antologi puisi lagi dan sebuah film dokumenter tentang kisah kehidupannya.
Berikut Karya Sariamin Ismail Novelis Indonesia
- Kalau Tak Untung (1933)
- Pengaruh Keadaan (1937)
- Puisi Baru (1946; antologi puisi)
- Rangkaian Sastra (1952)
- Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979; antologi puisi)
- Panca Juara (1981)
- Nakhoda Lancang (1982)
- Cerita Kak Murai, Kembali ke Pangkuan Ayah (1986)
- Ungu: Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia (1990)