Terapkan Hukum yang Salah Terhadap Anak, PKPA Sesalkan Polrestabes Medan

Analisaaceh.com, Medan | Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) melalui kuasa hukum anak yang terdiri dari Ranap Sitanggang, S.H, Agam I Sandan, SH, Binsar Jonathan Panggabean, S.H, menyesalkan penerapan hukum yang menyalahi aturan yang dilakukan Polrestabes Medan.

Hal itu terkait kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang diduga dilakukan oleh HS berumur 17 tahun.

Penerapan hukum yang salah dan kejanggalan yang terjadi di antaranya pada hari Kamis, (30/1/2020), Ranap Sitanggang, S.H mengatakan, saat HS ditangkap oleh pihak kepolisian Sat Res Narkoba Polrestabes Medan dengan surat perintah penangkapan nomor: SP.Kap/372/I/Res.4.2/2020/Res.Narkoba tertanggal 30 Januari 2020 dan perpanjangan surat perintah penangkapan Nomor: SP.Kap/372-B/II/Res.4.2/2020/Res Narkoba yang dikeluarkan pada tanggal 02 Februari 2020.

“Kemudian HS ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 05 Februari sampai 20 Februari 2020 berdasarkan surat perintah penahanan nomor.Han/386/II/Res.4.2/2020/Res.Narkoba, dan hingga sampai hari ini keluarga HS belum menerima surat perpanjangan penahannya,” ujarnya pada Minggu (8/3/2020).

Keesokan harinya tepatnya tanggal 31 Januari 2020 orang tua dari HS mendatangi Kepolisian Resort Sunggal karena mendapat telepon dari penyidik bahwasanya anaknya ditangkap Polrestabes Medan.

“Namun diperbantukan di Kepolisian Resort Sunggal dikarenakan dalam dugaan melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dan penyidik Kepolisian Resort Sunggal menyuruh orang tua anak untuk membawa identitas anak berupa Akte lahir dan kartu keluarga,” ungkap Ranap Sitanggang.

Kuasa hukum Agam I Sandan, SH menjelaskan, saat orang tua HS datang ke kantor Kepolisian Resort Sunggal memberikan identitas anak berupa Akte lahir dan kartu keluarga kepada penyidik, orang tua anak memprotes tentang identitas anak dalam Berita Acara Pemeriksaan dan surat perintah penangkapan dikarenakan tidak sesuai dengan umur anak, atau pun tahun lahir anak yang dibuat oleh penyidik dengan surat Akte lahir maupun kartu keluarga anak.

“Di mana penyidik membuat tanggal lahir anak dalam BAP maupun surat penangkapan tertanggal 30 september 2000, seharusnya sesuai dengan akte lahir maupun kartu keluarga adalah tanggal 30 september tahun 2002,” tuturnya.

Akan tetapi, lanjut Agam, penyidik menyatakan bahwa identitas anak sudah tidak bisa dirubah lagi dan kalau mau dirubah nanti saat di Pengadilan.

Kutipan akta kelahiran dari HS yang bernomor 5002/2002 menerangkan bahwa HS lahir tanggal tiga puluh september tahun dua ribu dua (30 september 2002) yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan Kota Medan pada tanggal 14 november 2002, dan juga berdasarkan Kartu Keluarga dengan No. 1207231409093909 bahwa anak HS lahir pada tanggal 30 September 2002.

Sehingga berdasarkan acuan Akte lahir maupun kartu keluarga bahwa usia anak HS pada saat ditangkap masih berumur 17 tahun empat bulan sehingga masuk kategori usia anak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang perlindungan anak Undang-Undang No 35 tahun 2014 maupun Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Agam melanjutkan, pada tanggal 05 Februari 2020 penyidik mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap HS dengan nomor surat perintah penahanan No:SP.Han/386/II/Res.42/2020/Res.Narkoba dengan menempatkan anak di Rumah Tahanan Negara di RTP Polsek Sunggal selama 20 hari terhitung tanggal 05 Februari 2020 sampai 24 Februari 2020 dengan identitas anak menjadi usia 20 tahun dengan tanggal lahir menjadi 30 September tahun 2020.

“Sehingga tidak sesuai dengan identitas anak pada akta lahir maupun kartu keluarga yang sudah diberikan orang tua anak kepada penyidik,” jelasnya.

Oleh sebab itu pada tanggal 29 Februari 2020 orang tua anak mendatangi Polsek Sunggal dengan maksud untuk menemui HS akan tetapi penyidik R.S Banjarnahor menyatakan bahwasanya HS sudah ditempatkan di Rutan Tanjung Gusta Medan.

“Namun yang sangat menyedihkan keberadaan HS tidak diketahui di mana posisinya, hal ini diperkuat dengan kunjungan yang dilakukan oleh orang tua dari HS pada tanggal 04 Maret 2020 di Rutan Tanjung Gusta bahwa atas nama HS yang ditahan dan titipan Kepolisian Resort Sunggal tidak ada. Mirisnya RS Banjarnahor saat dihubungi melalui telepon oleh orangtua HS tidak pernah mengangkat dan juga tidak mau menjawab lagi telepon dari orang tua anak,” tuturnya.

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) selaku kuasa hukum dari HS berdasarkan surat kuasa khusus yang diterima tanggal 2 Maret 2020 sangat menyayangkan apa yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian.

Azmiati Zuliah, SH, MH selaku senior Office legal advokasi PKPA menyatakan bahwa langkah yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap kasus HS anak yang masih di bawah umur secara hukum telah melanggar semangat lahirnya Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Karena pada dasarnya anak tidak bisa diproses sama dengan orang dewasa apalagi usia anak jelas masih dibawah 18 tahun dan tidak bisa ditahan,” kata Azmiati.

Persoalan lain kepolisian menutup akses orang tua untuk mengetahui di mana keberadaan anaknya saat ini dan hal itu merupakan bentuk pelanggaran HAM yang cukup serius.

Atas kasus tersebut, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak dan Kuasa Hukum anak mengeluarkan surat protes dan berharap Polrestabes Medan dapat memberikan kepastian hukum terhadap HS dan pelanggaran hukum yang sudah dilakukan penyidik yang telah menahan anak dan memaksa usia anak dimasukkan di BAP usianya menjadi usia dewasa,

“Bukan sebatas masalah etis yang diselesaikan di internal kepolisian namun harus ada sanksi yang tegas,” pungkas Azmiati. (Ril/Tsm)

Editor : Nafrizal

Komentar
Artikulli paraprakWali Kota Banda Aceh Imbau Masyarakat Lapor SPT Pajak Tepat Waktu
Artikulli tjetërAminullah Minta Persiraja Buktikan Bisa Bendung Madura United