Analisaaceh.com, Banda Aceh | Terkait kebijakan pengendalian rokok di Aceh, Aceh Institute (AI) menggelar Workshop yang diikuti berbagai kalangan di Hotel Grand Arabia Blang Padang Banda Aceh, Kamis (28/8).
Workshop bertajuk “Strategi Komunikasi dan Penguatan Kebijakan Pengendalian Rokok di Banda Aceh” itu turut dihadiri unsur Pemerintah, DPRA, Ulama, Akademisi, BKPRMI, Media, CSO Pengusaha Cafe, Forum Anak dan Perkumpulan Anak Aceh Anti Rokok (A3R).
Kegiatan yang dilaksanakan secara kolaboratif antara beberapa mitra lokal seperti ICAIOS, CTCS, CIGSS, MTCC berlangsung secara tertib dengan tetap memperhatikan protocol Covid-19 secara ketat. Semua peserta menggunakan masker dan face shield, duduk yang berjarak (distancing) serta membersihkan tangan sebelum memasuki ruang acara.
Direktur Eksekutif AI, Fajran Zain saat membuka Workshop menegaskan tentang komitmen AI pada pemenuhan kebijakan pemerintah berbasis Kajian dan Penelitian.
“Sebagai lembaga kajian yang sudah berkiprah di Aceh sejak 2003, AI akan terus melakukan kajian-kajian yang memberi manfaat bagi pembangunan Aceh. Tahun ini dan untuk beberapa tahun ke depan, AI akan bergiat di bidang advokasi terhadap Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Aceh. Saat ini masih berada di Banda Aceh dan dalam waktu dekat akan mendampingi Pansus DPRA untuk isu yang sama,” ujar Fajran.
Sebagai pengantar dr. Purnama Setia Budi, Anggota DPRA Komisi V (Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan) yang juga merangkap sebagai Ketua Pansus Pengendalian Tembakau memberikan apresiasi terhadap inisiatif kegiatan yang diusung oleh Aceh Institute. Selain produktif untuk publik, secara khusus kegiatan ini juga akan menjadi inspirasi bagi Pemerintah di Provinsi untuk bisa memperluas jangkauan regulasi ke seluruh Aceh (Scaling Up).
“Kita nantinya akan perluas kebijakan KTR tidak hanya soal smoking room dan free-smoke areas, tetapi akan kita perluas hingga ke pengendalian produk tembakau sehingga memberi manfaat ekonomis dan juga bisa menekan angka kerusakan jasmani akibat rokok. Secara spesifik nanti akan kita bicarakan lebih dalam di dalam ruang PANSUS” tegas Purnama.
Workshop dimulai dengan penyampaian dr. Media Yulizar dari Pemko Banda Aceh tarkait langkah panjang pemerintah Kota dalam memperjuangkan lahirnya Qanun KTR yang baru hadir tahun 2016. Menurutnya, tidaklah mudah memperjuangkan lahirnya Qanun itu karena memang ide tersebut tidak populer.
“Untungnya Pemko Banda Aceh memiliki pemimpin yang tidak merokok dalam 15 tahun terakhir yang memudahkan upaya ke arah Qanun KTR, yang tidak kalah menantangnya adalah menerapkan kebijakan yang telah disahkan ini,” katanya.
Sementara Heru Syahputra selaku narasumber kedua memaparkan terkait temuan survei yang mencatat tentang rendahnya tingkat kepatuhan warga terhadap peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah, besarnya tingkat kepatuhan hanya berada di angka 20%.
“Sebuah angka yang mengkhawatirkan. Ketidakpatuhan ini terjadi di beberapa kawasan yang telah di tetapkan sebagai KTR seperti Sekolah, Kantor Pemerintah, Rumah Sakit, dan beberapa tempat lain. Belum termasuk iklan rokok yang masih terpajang di beberapa titik sekolah yang berpotensi meningkatkan prevalensi merokok bagi anak-anak sekolah. Terjadi potensi peningkatan merokok di kalangan pelajar hingga ke titik 12% hingga 18%,” papar Heru.
Dua narasumber lainnya yaini Dr. Irwan Saputra dari FKM Unsyiah memaparkan tentang beberapa Best Practice keterlibatan masyarakat dalam Kebijakan. Irwan mencatat tentang ketahanan keluarga dari sisi ekonomis dan dari sisi kesehatan.
“Di Indonesia banyak sekali anak-anak yang sejak bayi sudah merokok gara-gara orang tuanya merokok,” ungkapnya.
Irwan menambahkan bahwa bila para tokoh masyarakat bergerak secara sinergis, maka ide KTR akan lebih sukses di lapangan.