Analisaaceh.com, Banda Aceh | Unsur buruh Aceh menolak tegas adanya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), serta meminta Pemerintah Aceh untuk tidak perlu ikut sekali dengan aturan dari pemerintah pusat. Karena dinilai akan merugikan Aceh.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Aceh, Habibi Insune kepada wartawan, Senin (5/10/2020).
“Jika Pemerintah Indonesia memperlakukan RUU Cipta Kerja, maka kami mendesak agar Aceh kuatkan dan jalankan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh dan Qanun Nomor 7 Tahun 2014 menjadi aturan yang sungguh-sungguh dapat memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi rakyat Aceh,” kata Habibi.
Menurutnya, dengan kekhususan yang dimiliki oleh Aceh, maka Pemerintah Aceh tidak perlu ikuti sekali akan aturan pusat. “Untuk apa kekhususan kalau nasib kita sama, atau bahkan lebih buruk dari masyarakat di luar Aceh,” ujar Habibi.
Atas dasar itu, pihaknya dan aliansi buruh lainnya akan melakukan aksi mogok nasional di daerah masing-masing dan akan terus menyuarakan penolakan terhadap UU Omnibus Law, serta mempertanyakan bagaimana keadaan dan arah negara Republik Indonesia sekarang.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengakatan, sekitar 32 federasi dan konfederasi di Indonesia telah memutuskan akan melaksanakan unjuk rasa serempak secara nasional yang diberi nama ‘Mogok Nasional’.
Said menyebutkan, Mogok Nasional itu dilakukan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujarnya.
Dikatakan Said Iqbal, sebelumnya ada 10 isu yang diusung oleh buruh dalam menolak omnibus law RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Kesepuluh isu tersebut adalah berkaitan dengan PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, TKA, UMK dan UMSK, pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.
“Sepuluh isu tersebut telah dibahas oleh pemerintah bersama Panja Baleg RUU Cipta Kerja DPR RI selama 5 sampai 7 hari dan sudah menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak. Dan sudah diputuskan oleh pemerintah dan DPR RI untuk dibawa kedalam rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang-undang,” jelasnya.