Tolak UU Cipta Kerja, KSPI: 2 Juta Buruh Akan Mogok Nasional Mulai Besok

Presiden KSPI, Said Iqbal (Foto: Liputan6)

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Terkait rencana pengesahan UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), Kondefederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan menolak keras rencana tersebut. Bahkan KSPI bersama 32 federasi serikat buruh lainnya akan mogok nasional mulai tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020 mendatang.

“KSPI dan buruh Indonesia beserta 32 federasi serikat buruh lainnya menyatakan menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan akan mogok nasional pada tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020 sesuai mekanisme UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dengan tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja,” kata Presiden KSPI, Said Iqbal, Senin (5/10/2020).

Said menyebutkan, mogok Nasional itu akan diikuti sekitar 2 juta buruh di 25 provinsi dan hampir 10 ribu perusahaan dari berbagai sektor industri di seluruh indonesia, seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotif, baja, elektronik, farmasi dan sektor industri lainnya.

Selain aksi mogok nasional. Kata Said, buruh juga akan mengambil tindakan strategi lainnya sepanjang waktu sesuai mekanisme konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Buruh tidak akan pernah berhenti melawan sepanjang masa penolakan RUU Cipta Kerja yang merugikan buruh dan rakyat kecil.

“Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, KSPI mencermati, katanya 3 isu yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha dan TKA dikembalikan sesuai dengan isi UU Nomor 13 Tahun 2003,” kata Said Iqbal. Tapi terhadap 3 tersebut, harus diperiksa kembali kalimat yang dituangkan ke dalam pasal RUU Cipta Kerja tersebut, apakah merugikan buruh atau tidak.

Namun demikian, sambung Said, terhadap tujuh hal yang lainnya, buruh Indonesia menolak keras dan tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut.

Ketujuh isi poin yang telah disepakati pemerintah bersama DPR yang ditolak oleh buruh yakni, pertama UMK bersyarat dan UMSK dihapus.

Menurut Said Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya. Jadi tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Karena kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.

“Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,” kata Said.

Karena itu, UMSK harus tetap ada. Tetapi jalan tengahnya, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja. Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, supaya ada fairnes.

Lanjutnya, sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional. Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut.

“Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” ujar Said Iqbal.

Kemudian, Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Dalam hal ini Said Iqbal mempertanyakan dari mana BPJS mendapat sumber dananya. Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal. Karena tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan.

“Bisa dipastikan BPJS NAKER akan bangkrut atau tidak akan berkelanjutan program JKP Pesangon dengan mengikuti skema ini atau dengan kata lain dibuat aturan baru skema pesangon untuk tidak bisa dilaksanakan di lapangan,” jelasnya.

Ketiga, buruh menolak PKWT atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak.

Keempat, buruh menolak outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan.

Menurut Said Iqbal, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup menjadi masalah serius bagi buruh.

Dia mempertanyakan, siapa yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing? Tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP.

Said mengatakan, dalam RUU Cipta Kerja disebutkan, buruh kontrak yang mendapai kompensasi adalah yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Pertanyaannya, bagaiamana kalau pengusaha hanya mengontrak buruh di bawah satu tahun? Berarti buruh kontrak tidak akan mendapatkan konpensasi.

“Apalagi buruh outsourcing, siapa yang akan membayar JKP nya? Sebab mustahil agen outsourcing bersedia membayar JKP buruh. Apalagi kalau outsourcing dikontrak agen di bawah 1 tahun atau perusahaan pengguna pekerja outsourcing mengembalikan ke agen sebelum habis masa kontraknya, makin tidak jelas siapa yang harus membayar JKP nya,” ujar Said.

Satu hal yang pasti, menurut Said, dengan DPR setuju akan karyawan kontrak dan pekerja outsourcing seumur hidup berarti no job security atau tidak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia.

“Lalu di mana kehadiran negara dalam melindungi buruh Indonesia termasuk melindungi rakyat yang masuk pasar kerja tanpa kepastian masa depannya dengan dikontrak dan outsourcing seumur hidup,” ungkap Said.

“Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 % sampai 80 % dari total buruh yang bekerja di sektor formal. Dengan disahkannya omnibus law, apakah mau dibikin 5% hingga 15% saja jumlah karyawan tetap? No job security untuk buruh Indonesia, apa ini tujuan investasi?,” lanjut Said Iqbal.

Kemudian, mereka juga menolak waktu kerja tetap eksploitatif.

Baca: Tolak UU Cilaka, Buruh Minta Pemerintah Aceh Tidak Perlu Ikut Sekali Aturan Pusat

“Selajutnya, mereka juga mempersoalkan akan hak cuti yang hilang dan hak upah atas cuti hilang. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang. Cuti panjang dan hak cuti panjang juga hilang” jelas Said.

Selanjutnya, kata Said, Karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi para buruh akan hilang.

“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” Pungkas Said.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NASIONAL
Komentar
Artikulli paraprak12 Nakes Positif Corona, Puskesmas Trienggadeng Pijay Tutup
Artikulli tjetërDari Akumulasi 5.062 Kasus Covid-19 di Aceh, 3.057 Orang Sembuh