Categories: NEWS

Warga Langsa Bagikan Pengalaman Puasa Ramadhan di Australia

Analisaaceh.com, Canberra | Berpuasa di Aceh yang mayoritas penduduknya Muslim terasa lebih mudah dibandingkan menjalankan ibadah di negara dengan budaya dan iklim berbeda seperti Australia.

Muhammad Al-Mubaraq, Warga asal Gampong Tualang Teungoh, Kecamatan Langsa Kota, Kota Langsa, Provinsi Aceh yang kini menetap di Canberra, berbagi kisahnya menghadapi tantangan puasa di negeri kangguru, mulai dari durasi puasa yang lebih panjang, minimnya suasana Ramadhan, hingga adaptasi dengan budaya setempat.

Meskipun jauh dari kampung halaman, Mubaraq tetap menjaga semangat Ramadhan dengan bergabung dalam komunitas Muslim dan mengikuti buka puasa bersama di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

“Saya sudah tinggal di Canberra sejak akhir Desember 2022 dan ini merupakan pengalaman ketiga menjalani puasa di Australia. Saya disini bekerja dan kuliah,” kata Mubaraq, kepada Analisaaceh.com, melalui telepon WhatsApp, Selasa (4/3/2025).

Mubaraq menjelaskan, tak seperti di Sydney atau Melbourne kota besar yang terkenal dengan keramaiannya. Canberra yang merupakan ibu kota Australia, lebih kepada suasananya yang tenang, bersih dan tertata rapi serta lebih banyak dihuni oleh pekerja kantoran, mahasiswa dan pejabat pemerintahan.

“Pengalaman Ramadhan di sini tentu sangat berbeda dengan di Indonesia. Karena mayoritas penduduknya bukan Muslim, suasana puasa hampir tidak terasa kecuali di komunitas Muslim dan masjid-masjid,” ungkapnya.

Ditambahkan, suhu yang terkadang ekstrem juga menjadi tantangan tersendiri saat menjalani ibadah puasa di negeri kangguru, lantaran saat musim panas berlangsung akan terasa sangat panas, sedangkan di musim dingin bisa mencapai suhu di bawah nol derajat.

Sementara saat ini, cuaca di Canberra dijabarkan oleh Mubaraq cukup sejuk dengan suhu sekitar 18°C. Langit sebagian berawan, tetapi masih ada sinar matahari yang cukup terasa. Namun beberapa hari ke depan, suhu diperkirakan akan berkisar antara 24°C hingga 29°C pada siang hari, dengan malam harinya akan lebih dingin sekitar 15°C hingga 12°C. Secara umum, cuaca di Canberra cukup nyaman, dengan kelembapan yang tidak terlalu tinggi dan angin sepoi-sepoi.

“Puasa di Canberra berlangsung sekitar 13-14 jam, tergantung musimnya. Salah satu pengalaman unik adalah ketika berbuka di tempat kerja. Tidak ada waktu khusus seperti suara azan atau sirene sebagai tanda berbuka seperti di Indonesia, jadi semuanya harus lebih mandiri. Saya pasang Alarm di handphone sebagai pengingat,” jelas Mubaraq.

Sementara untuk menu berbuka puasa, pemuda alumnus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa menyebutkan, bahwa ia kerap berbuka hanya dengan kurma dan air putih biasa, lantaran tak ada takjil atau makanan khas Ramadhan lainnya yang dijual di Canberra.

“Jadi biasanya berbuka dengan sesuatu yang simpel, seperti kurma atau air bawa dari rumah, lalu baru makan besar setelah pulang kerja. Kemudian sholat Tarawih, kami biasa ke ANU Mushalla yang terletak tak jauh tempat saya tinggal dan disini melaksanakan tarawih 8 rakaat, setelah itu langsung Witir,” sebutnya.

Lebih lanjut, Mubaraq turut mengutarakan kerinduannya dengan suasana Ramadhan di Aceh khususnya Kota Langsa, mengingat dirinya besar dilingkungan mayoritas umat muslim dengan penuh keharmonisan dalam khazanah ke Islaman yang kuat.

“Yang paling dirindukan dari Ramadhan di Indonesia adalah suasana berbuka puasa bersama keluarga, berburu takjil di sore hari, serta suasana sahur dan berbuka yang lebih meriah. Sementara di sini, semuanya lebih individual dan kita harus lebih mandiri dalam menciptakan suasana Ramadhan sendiri. Biasanya, saya memasak makanan Indonesia bersama kakak agar tetap terasa seperti di rumah,” tuturnya.

Meskipun demikian, Mubaraq mengaku tetap berusaha menikmati setiap momen Ramadhan di Canberra, bahkan dirinya turut bergabung dengan komunitas muslim yang ada di sana (Australia) untuk dirinya dapat merasakan suasana kampung halaman tetap melekat walaupun didalam perantauan.

“Kadang, saya juga ikut buka puasa bersama komunitas Muslim di sini. Setiap hari sabtu selalu ada acara buka bersama di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang di selenggarakan oleh pihak KBRI dan bekerja sama juga dengan AIMFACT (Australian Indonesia Muslim Foundation In The Australian Capital Territory). Hal itu membuat saya merasa lebih dekat dengan suasana Ramadhan di kampung halaman. Karena berkumpul dengan warga indonesia yang berada disini,” terangnya.

Menurutnya, secara keseluruhan melaksanakan puasa di negara minoritas muslim seperti Australia cukup baik, dikarenakan masyarakat Canberra terdiri dari bermacam multikultural yang saling menghormati keberagaman agama antara satu dengan yang lain.

“Toleransi warga di Canberra terhadap umat Muslim yang berpuasa umumnya cukup baik. Meskipun mayoritas penduduknya bukan Muslim, Canberra adalah kota yang multikultural dengan banyak komunitas dari berbagai latar belakang, termasuk komunitas Muslim,” ujarnya.

Mubaraq menyebutkan, kebanyakan masyarakat Canberra menghormati mereka yang menjalankan ibadah puasa. Bahkan jika ada rekan kerja atau teman yang tahu seseorang sedang berpuasa, mereka akan sangat menghargai dengan tidak menawarkan makanan atau minuman secara langsung. Di beberapa tempat bahkan disediakan fasilitas khusus, seperti ruang istirahat yang bisa digunakan untuk berbuka puasa.

“Untuk tantangannya, puasa di Canberra lebih kepada durasi waktu berpuasa yang terkadang lebih lama tergantung musimnya, bahkan bisa mencapai 14-15 jam di musim panas atau lebih singkat di musim dingin. Suasana Ramadhan juga minim karena mayoritas penduduk bukan Muslim, tidak ada azan atau keramaian berbuka,” terangnya.

Selain itu, jadwal kerja dan aktivitas tetap normal tanpa penyesuaian bagi yang berpuasa. Akses makanan untuk sahur dan berbuka terbatas karena tidak banyak restoran yang menyediakan menu khusus. Masjid juga terbatas, sehingga tarawih tidak seramai di Indonesia.

“Rindu terhadap nuansa Ramadhan di Aceh, terutama kebersamaan keluarga dan tradisi berburu takjil yang sulit ditemui di Australia. Namun, semua tantangan ini bisa menjadi pengalaman berharga dalam memperkuat iman dan kedisiplinan,” pungkasnya.

Chairul

Komentar

Recent Posts

Mualem Tunjuk Kembali Panglima Do Jadi Ketua PA Abdya

Analisaaceh.com, Blangpidie | Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Aceh (PA), H. Muzakir Manaf…

1 jam ago

KKP Tertibkan 2 Kapal Ikan yang Melanggar di Tapanuli Tengah

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Kapal Pengawas KP Hiu Macan…

1 jam ago

Bertambah, Jemaah Haji Aceh Wafat di Arab Saudi Jadi 7 Orang

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Ketua Petugas Penyeleanggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Aceh, Azhari menyatakan, jemaah…

3 jam ago

Terbukti Terima Uang dari Caleg, DKPP Berhentikan Ketua KIP Aceh Tamiang

Analisaaceh.com, Jakarta | Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia (RI) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap…

5 jam ago

Tidak Tempuh Jalur Hukum, Pemerintah Aceh Bawa Bukti Kepemilikan ke Pusat Besok

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Pemerintah Aceh menyatakan komitmennya untuk segera menyerahkan dokumen resmi yang membuktikan…

5 jam ago

Ratusan Mahasiswa Demo di Kantor Gubernur Aceh, Tuntut 4 Pulau Dikembalikan

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh menggelar aksi demonstrasi…

9 jam ago