Analisaaceh.com, Banda Aceh | Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menyebutkan bahwa dampak limbah dari PT.Medco E&P Melaka telah memakan korban perempuan, anak hingga ibu hamil serta para lansia yang tinggal di lingkaran tambang di Aceh Timur.
Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin mengatakan bahwa saat ini kualitas air sumur juga sudah mulai berubah dari rasa dan kandungannya.
“Masyarakat yang berada di ring satu, yaitu Gampong Blang Nisam, Alue Ie Mirah, Suka Makmur dan Jambo Lubok sudah empat tahun lebih mencium bau tak sedap dan mulai resah,” ujarnya, Selasa (10/1/2023)
Disampaikan juga bahwa protes telah berulang kali dilayangkan oleh warga sejak 2019 lalu, dari awalnya tercium bau busuk yang membuat warga mual, muntah, pusing hingga ada yang pingsan akibat proses produk minyak dan gas. Namun hingga kini belum ada titik temu.
“Warga juga sudah pernah melaporkan kasus pencemaran ini ke Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Timur, tetapi solusi yang ditawarkan belum menyentuh akar masalah, malah warga yang diminta untuk adaptasi saat bau busuk terjadi,” ungkapnya.
Bahkan, sambungnya, pada tanggal 9 April 2021, ada 250 jiwa warga Gampong Panton Rayeuk, Kecamatan Banda Alam terpaksa mengungsi ke kantor Camat karena bau busuk yang dirasakan.
“Ini kan lucu, solusi yang ditawarkan kok warga yang harus beradaptasi, seharusnya PT Medco lah yang harus cari solusi dan bertanggungjawab,” ujarnya.
Kemudian pada tanggal 2 Januari 2023, ada satu anak berusia 2 tahun dari Gampong Alue Patong dilarikan ke Puskesmas Alue Ie Merah dan satu orang dewasa mengalami sesak, mual-mual, muntah, pusing.
Oleh karena itu, WALHI Aceh meminta Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk segera bersikap dan segera menyelesaikan kasus pencemaran yang semakin mengkhawatir dan korban mulai berjatuhan, terutama perempuan dan anak yang tinggal di lingkaran tambang PT Medco E&P Malaka yang sudah berlangsung lama.
“Presiden diharapkan harus segera turun tangan, karena warga sudah pernah melaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Aceh. Tetapi hingga sekarang belum ada ditanggulangi,” tegas Ahmad Shalihin.
“Bila terus terjadi pembiaran seperti ini, WALHI Aceh bersama warga siap gugat perusahaan, agar hak-hak hidup sehat warga terjamin,” tandasnya.