Analisaaceh.com, Banda Aceh | Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, resmi menandatangani Keputusan Gubernur (Kepgub) tentang Penetapan Penerima Reparasi Mendesak Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM. Kepgub dengan Nomor: 330/1209/2020 itu diteken dan ditetapkan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, pada 27 Mei 2020.
“Dengan keluarnya Pergub ini, maka para korban pelanggaran HAM pada masa konflik di Aceh yang telah melalui proses pengungkapan kebenaran, akan mendapatkan pelayanan pemulihan, ” kata Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh, Amrizal J Prang, di Banda Aceh, Jum’at, (26/6).
Amrizal menyebutkan, pelayanan pemulihan yang diberikan Pemerintah Aceh, antara lain, berupa layanan medis, psikologis, modal usaha, jaminan hidup, dan status kependudukan.
Amrizal menjelaskan, setidaknya ada tiga poin keputusan yang dimuat dalam Keputusan Gubernur itu. Pertama, menetapkan penerima reparasi mendesak pemulihan hak korban kepada korban pelanggaran HAM sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Keputusan Gubernur.
Kedua, pelaksanaan reparasi mendesak itu dilaksanakan oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Ketiga, Keputusan Gubernur itu mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad, menyampaikan apresiasi terhadap Keputusan yang diterbitkan oleh Plt Gubernur Aceh itu.
“Koalisi NGO HAM Aceh menilai ini adalah kebijakan paling membahagiakan bukan saja bagi seluruh lembaga kemanusia namun ini tentu dapat memberi titik terang bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh,” kata Zulfikar.
Zulfikar mengatakan, kebijakan Plt Gubernur itu harus mendapat dukungan semua pihak terutama DPRA. “Karena soal pemulihan mendesak adalah kebijakan yang sejak lama dinanti masyarakat yang terkena dampak konflik perang masa lalu, ” kata dia.
Disamping itu, kata Zulfikar, pihaknya akan terus mendukung dan mengawal upaya pemulihan yang dilakukan pemerintah melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh dan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) agar dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku.
“Ini merupakan momentum yang sangat ditunggu-tunggu bagi relawan HAM di Aceh dan kebijakan ini merupakan bentuk kehadiran Negara yang diwakilkan oleh Pemerintah Aceh. Kami berharap kebijakan baik ini tidak hanya berhenti dalam kertas saja, tapi juga dapat terimplementasikan dengan baik di lapangan dalam tahun ini, “kata Zulfikar.[]