Analisaaceh.com, Banda Aceh | Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Aceh meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyampaikan tindaklanjut dan perkembangan hasil penyelidikan lima kasus korupsi di Aceh.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan bahwa Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Aceh telah mengirim surat perihal perkembangan penyelidikan terbuka di Provinsi Aceh kepada KPK pada Selasa 04 Oktober 2022 dan telah diterima oleh lembaga anti rasuah tersebut pada Kamis 06 Oktober 2022.
“KPK telah melakukan penyelidikan terbuka pada Juni 2021 hingga 10 Oktober 2022 namun belum ada perkembangan lebih lanjut terkait penyelidikan tersebut,” ujar Alfian, Senin (10/10).
Baca Juga:Â KPK Geledah Ruang Rektor USK, Ini Barang Bukti yang Diamankan
Kelima kasus yang tersebut yaitu kasus PLTU 3 dan 4 di Kabupaten Nagan Raya dimana proses perizinan dari pembangkit listrik tenaga uap itu dinilai bermasalah dan berpotensi terjadinya konflik kepentingan dalam partai yang sama antara kepala daerah kabupaten dengan gubernur yang menjabat pada saat itu.
Kemudian yang kedua penyelidikan terkait pengadaan kapal penyeberangan Aceh Hebat 1, 2 dan 3. Kapal Aceh Hebat 1 untuk lintas pantai barat pulau Simeulue dengan nilai kontrak sebesar Rp73 miliar kemudian kapal Aceh Hebat 2 lintas Ulee Lheue-Balohan dengan nilai kontrak sebesar Rp59 miliar dan pengadaan kapal Aceh Hebat 3 untuk lintas Singkil-Pulau Banyak dengan nilai kontrak sebesar Rp38 miliar.
“Pengadaan kapal Aceh Hebat 1, 2 dan 3 ini dinilai bermasalah karena kondisi kapal banyak kerusakan padahal kapal tersebut merupakan kapal baru,” tutur Alfian.
Yang ketiga yaitu proyek multi years (MYC), paket multi years dengan 14 paket pembangunan jalan dan satu paket berupa pembangunan bendungan, prosesnya terjadi tanpa ada persetujuan melalui paripurna DPR Aceh, hanya melalui penandatanganan berupa MoU, antara Pimpinan DPR dengan Gubernur Aceh saat itu dengan nilai Rp2,7 triliun sejak 2020 – 2022.
“Akan tetapi ada sedikit catatan dimana DPRA pada Jum’at 18 September 2020 melalui pimpinan juga telah melaporkan kasus multi year kepada KPK,” ungkap Alfian.
Baca Juga:Â KPK Geledah Ruang Rektor Universitas Syiah Kuala
Selanjutnya keempat yaitu terkait apendiks dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2021. Anggaran sebesar Rp256 miliar yang berkode AP atau Apendiks sama sekali tidak diketahui dalam sistem perencanaan dan penganggaran daerah.
“Kasus ini juga menjadi salah satu kasus dari penyelidikan terbuka yang dilakukan oleh KPK,” tuturnya.
Kasus yang kelima yaitu penggunaan dana refocusing. Alokasi Refocusing di Provinsi Aceh sebesar Rp2,3 triliun yang masuk ke dalam lima besar alokasi anggaran penanganan Covid-19 di Indonesia, akan tetapi sampai sekarang transparansi dan akuntabilitas dari penggunaan dana tersebut masih dipertanyakan dengan catatan DPRA pada Jum’at 18 September 2020 melalui pimpinan juga telah melaporkan kasus penggunaan dana recofusing kepada KPK.
“Kelima kasus ada etensi keterlibatan dari mantan kepala daerah sebelumnya dan keterlibatan mantan gubernur, kita gak mau ada permainan dari pihak KPK, makanya kita butuh penjelasan dari pihak KPK,” tutup Alfian.