Muzakir Manaf dan Fadhlullah Usung Visi Aceh Islami, Maju, Bermartabat, dan Berkelanjutan

Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf dan H. Fadhlullah SE, telah resmi mengumumkan visi-misi mereka dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Aceh 2024. Mengusung visi "Aceh Islami, Maju, Bermartabat, dan Berkelanjutan,"

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf dan H. Fadhlullah SE, telah resmi mengumumkan visi-misi mereka dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Aceh 2024. Mengusung visi “Aceh Islami, Maju, Bermartabat, dan Berkelanjutan,” keduanya menegaskan bahwa keikutsertaan mereka dalam kontestasi ini didorong oleh beban dan tanggung jawab moral untuk mengabdi bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Aceh.

Visi ini disampaikan dalam rapat paripurna istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Banda Aceh pada Rabu, 25 September 2024. Muzakir Manaf, atau yang akrab disapa Muallem, menjelaskan bahwa visinya berfokus pada mewujudkan Aceh yang Islami, maju dalam peradaban, bermartabat dalam kepribadian bangsa, serta berkelanjutan dalam pembangunan.

“Kami datang untuk mengabdi kepada rakyat Aceh dan merealisasikan cita-cita para syuhada yang telah berjuang demi daerah ini. Kami mengusung misi yang mengutamakan kesejahteraan dan kemakmuran Aceh dengan tetap berpijak pada Syariat Islam serta prinsip-prinsip good governance,” kata Muallem dalam pidatonya.

Pasangan yang diusung oleh koalisi besar yang terdiri dari Partai Aceh, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKB, PKS, PPP, PSI, Partai Ummat, Partai Nanggroe Aceh, PDI-P, Garuda ini merumuskan tujuh misi utama. Salah satunya adalah penerapan Syariat Islam secara kaffah atau menyeluruh dalam kehidupan masyarakat Aceh.

Muallem juga menegaskan pentingnya mempertahankan kekhususan dan keistimewaan Aceh sesuai dengan MoU Helsinki yang ditandatangani pada 2005 dan diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006.

“Kami berkomitmen untuk memastikan Aceh tetap menjalankan amanah MoU Helsinki dengan sepenuhnya,” katanya.

Pasangan ini juga menyoroti kemandirian ekonomi Aceh, yang menurut mereka dapat dicapai melalui pengembangan sektor-sektor unggulan daerah.

“Kami ingin Aceh mandiri secara ekonomi, dan itu hanya bisa terjadi jika kita mengoptimalkan sumber daya lokal serta sektor-sektor unggulan Aceh, termasuk pertanian, perikanan, dan pariwisata,” jelasnya.

Selain itu, infrastruktur menjadi fokus utama pasangan calon ini. Mereka berjanji akan meningkatkan infrastruktur dasar dan menjamin konektivitas antarwilayah di seluruh Aceh. Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa setiap wilayah Aceh dapat terhubung dengan baik, sehingga mendorong distribusi ekonomi yang lebih merata.

Lebih lanjut, pasangan ini berkomitmen untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Aceh, agar mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional. Mereka berencana mengembangkan pendidikan dan pelatihan keterampilan yang lebih terarah, untuk menciptakan generasi Aceh yang berdaya saing tinggi.

Di tengah berbagai rencana pembangunan, salah satu janji besar mereka adalah pembangunan Syiah Kuala Islamic Center, yang diklaim akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Islamic Center ini diharapkan menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam, yang mampu mengukuhkan Aceh sebagai daerah dengan kekuatan spiritual dan intelektual yang kuat.

“Syiah Kuala Islamic Center akan menjadi pusat dakwah dan pendidikan yang memperkuat peran Aceh sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam secara kaffah,” ujar Muallem.

Sebagai pasangan calon yang didukung oleh berbagai partai besar, Muallem dan Fadhlullah menyatakan bahwa mereka berpegang teguh pada Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005. MoU ini, yang menjadi dasar perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), diakui sebagai landasan penting bagi pembangunan Aceh yang berkelanjutan dan damai.

Dalam misi mereka, pasangan ini juga menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance. Menurut mereka, pemerintahan yang baik tidak hanya melibatkan peran dominan pemerintah, tetapi juga melibatkan swasta dan masyarakat dalam kerangka kerja sama tiga pilar negara.

“Good governance hanya bisa terwujud jika pemerintah, swasta, dan masyarakat berjalan bersama. Kami ingin memastikan bahwa Aceh mendapatkan pelayanan terbaik dari pemerintah, dengan sistem yang transparan dan akuntabel,” pungkas Muallem.

Komentar
Artikulli paraprakSesosok Mayat Pria Ditemukan Meninggal di Ruko Bordir Kota Langsa
Artikulli tjetërKemenag Abdya Tegaskan Tidak Ada Biaya untuk Pernikahan di KUA