Dinkes Aceh Himbau Praktik Sanitasi Diterapkan Untuk Cegah Stunting

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh, dr. Sulasmi, MSHM. Foto: Naszadayuna/analisaaceh.com

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh menghimbau agar masyarakat menjalankan praktik sanitasi untuk mencegah terjadinya penyakit atau infeksi berulang yang beresiko terjadinya stunting pada anak.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, dr Sulasmi, MHSM mengatakan bahwa hidup sehat itu adalah langkah awal agar terhindar dari penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.

“Budidayakan perilaku hidup sehat, terapkan kepada anak-anak agar nantinya dia tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat dan terhindar dari stunting,” ujarnya, (10/11).

Menurutnya, stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Stunting yang merupakan masalah kurang gizi kronis ini disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak.

Anak yang mengalami gizi kronis ditandai dengan tinggi badan yang lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Indonesia menempati urutan kedua di Asia Tenggara dan keempat dunia dengan beban anak yang mengalami stunting.

Berdasarkan hasil Studi Kasus Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia berada di 24,4 persen. Angka ini mengalami penurunan 3,3 persen di tahun 2019 sebesar 27,7 persen.

Prevalensi stunting ini lebih baik dibandingkan Myanmar (35 persen), tetapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%), dan Singapura (4%). Jika dirunut menurut 34 provinsi, Aceh merupakan salah satu daerah dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia.

“Prevalensi anak stunting di Aceh jauh di atas rata-rata nasional,” ujar dr Sulasmi.

Dari data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Aceh menempati posisi ketiga tertinggi setelah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat di posisi pertama dan kedua.
“Di Indonesia prevalensi stunting itu berada di 24,4 persen. Jadi kita jauh dari rata-rata nasional,” ucapnya.

dr Sulasmi juga mengatakan bahwa pola pikir masyarakat juga harus diubah, karena banyak masyarakat menganggap bahwa selama ini mereka tidak terjangkit penyakit apabila tidak dilihat langsung dalam waktu dekat.

“Sebagian ada yang beranggapan bahwa anaknya tidak sakit, padahal penyakit itu juga bisa datang dalam jangka yang lama, makanya perlu diterapkan hidup sehat,” himbaunya.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan juga dijelaskan perilaku higienis dan saniter yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan sanitasi total berbasis masyarakat dengan cara untuk mendorong perubahan perilaku menjadi higiene dan sanitasi individu atau masyarakat untuk kesadaran sendiri.

Adapun perilaku tersebut yaitu tidak buang air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit, cuci tangan pakai sabun dan menggunakan air bersih yang mengalir.

Kemudian melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang, dan mendaur ulang, pengamanan limbah cair rumah tangga.

Komentar
Artikulli paraprakPentingnya Sanitasi Lingkungan Bersih Agar Terhindar dari Stunting
Artikulli tjetërRumoh Gizi Gampong dan Posyandu Sebagai Garda Pencegahan Stunting