Layaknya Bocah, Aceh Terlalu Manja Dengan Otsus

Zarmiati (Foto/Ist)

Oleh: Zarmiati

ANALISAACEH.COM | Aceh merupakan daerah spesial yang berada paling barat di Indonesia dan berada di pengujung pulau sumatera. Aceh dikenal sebagai daerah yang masih sangat kental dengan syariat Islamnya. Juga daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun demikian, Aceh yang selama ini kita ketahui memiliki dana otonomi khusus, sudah menduduki peringkat ke-6 termiskin di Indonesia setalah Gorontalo.

Jumlah penduduk miskin di Tanah Rencong Serambi Mekkah ini sudah diperkirakan sebanyak 831 ribu orang. Dulunya Aceh peringkat ke-2 termiskin di Sumatera, sekarang semakin meningkat menjadi provinsi pertama termiskin di Sumatera yang sebelumnya pernah diduduki oleh kota Bengkulu.

Keistemewaan yang berstatus “Otonomi Khusus” Aceh, ditetapkan pada Tahun 2001 melalui UU No.18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Aceh. Selain itu, Aceh juga memiliki keistimewaan melalui UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang merupakan hasil dari buah kesepakatan dari nota kesepahaman antara Pemerintah Indonesian dengan Gerakan Aceh Merdeka yang ditanda angani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.

Jika kita bahas masalah Otsus ini, pasti akan timbul banyak pertanyaan, salah satunya, bagaimana nasib Aceh jika Otsus ini akan dihapuskan di tahun 2027 mendatang?.

Masyarakat Aceh sudah terlalu manja disuapi dengan banyaknya dana dari pemerintah. Seperti halnya bocah dengan orangtua kaya raya, ia tidak mampu hidup mandiri. Begitupun dana Otsus itu ditelan mentah-mentah tanpa pertimbangan memutarnya menjadi modal.

Lantas bagaimana nanti ia bertahan jika Otsus itu dicabut dari pusat, dengan keadaan masyarakat Aceh saat ini masih terlalu kalah saing dengan masyarakat daerah lainnya.

Seperti yang kita ketahui, Aceh tidak memiliki pembangunan yang lebih di sektor apapun, begitu juga penyediaan lapangan kerja yang dapat mengurangi angka pengangguran. Masyarakat Aceh hanya membangun puluhan warung kopi di setiap sudut Kota, sehingga pola pikir masyarakat Aceh tidak jauh dari seputaran warung kopi saja.

Kemiskinan Kultural yang semakin membudaya di kalangan masyarakat ini, seperti halnya sikap malas, tidak kreatif terlalu mementingkan gengsi yang besar dan bahkan hanya menjadi konsumen dari daerah lain.

Saya rasa Aceh akan bangkrut jika Otsus dihapuskan di tahun 2027. Bagaimana tidak?, dengan adanya Otsus saja, Aceh masih terkenal termiskin di Sumatera, apalagi jika Otsus dihapuskan, itu bisa kita bayangkan bagaimana keadaannya ke depan.

Lain halnya dengan Pemerintah Aceh yang teracap sering menyalahgunakan Otsus tersebut. Mungkin itu bisa dilihat dari 23 Kabupaten/Kota di Aceh, hanya satu yakni Kota Banda Aceh yang tingkat kemiskinan lebih rendah. Sementara Kabupaten/Kota lainnya sangat memprihatinkan.

Ditambah lagi dengan khabar para pejabat Aceh yang memainkan dana Otsus, bahkan tertangkap atas dugaan kasus korupsi dana itu. Maka tidak heran tidak orang geleng-geleng kepala membahas persoalan Otsus ini. Padahal kita tahu bahwa tidak semua daerah mendapatkan dana spesial tersebut.

Pemerintah di Aceh seharusnya bukan menikmati sendiri dana kemasyarakatan itu. Melainkan berfikir bagaimana cara terbaik mengelola dana Otsus agar masyarakat lebih maju dan memiliki kesejahteraan sebagaimana yang diharapakan.

Selain itu juga seharusnya Pemerintah Aceh mesti dapat memanfaatkan Otsus itu menjadi modal untuk menjadikan masyarakat Aceh menjadi mandiri dan produktif. Pun suatu saat tak ada lagi Otsus, Aceh telah mandiri dengan masyarakatnya yang produktif dan bukan konsumtif.

Penulis merupakan Sekbid Infokom, dan Mahasiswi Program Studi Ilmu Politik, FISIP, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, serta Salah Satu Masyarakat Aceh Selatan.

Komentar
Artikulli paraprakMenuju Syari’ah, BRI Takengon Sosialisasikan Kesiapan KPPN Menerapkan Qanun LKS
Artikulli tjetërMahasiswa Demo KPK Minta Usut Tuntas Korupsi di Subulussalam