Pemilik Ternak Racuni Harimau, FJL Minta Polisi Pertimbangkan Aspek Kemanusiaan

Petugas saat menyelidiki kasus kematian Harimau Sumatera pada Selasa (21/2/2022) lalu.

Analisaaceh.com, Idi | Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh meminta kepada kepolisian mempertimbangkan aspek kemanusiaan terkait kasus pemilik ternak yang ditangkap karena diduga meracuni Harimau Sumatera di Kabupaten Aceh Timur.

Koordinator FJL wilayah bagian Aceh Timur Zamzami Ali, kepada Analisaaceh.com, mengatakan, pihaknya menyarankan agar kepolisian perlu menentukan kebijakan tanpa mengesampingkan undang-undang yang berlaku dalam menangani kasus ini.

“Polisi baiknya menyelesaikan kasus tersebut dengan pendekatan non-hukum atau secara kekeluargaan. Pasalnya, pemilik ternak juga dianggap sebagai korban dalam kasus tersebut,” katanya, Rabu (1/3/2023).

Dirinya menjelaskan, bahwa akibat yang akan ditimbulkan dalam penyelesaian kasus ini nantinya tentu sangat besar, dikarenakan pasti akan mendapat sambutan yang positif dari masyarakat.

“Jika tersangka dibebaskan, otomatis akan menimbulkan rasa keadilan serta bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja polisi,” jelasnya.

“Aspek non-yuridis juga perlu diperhatikan, walaupun perbuatan tersangka dilakukan dengan sengaja tentu ada sebab yang menjadi dasar si tersangka melakukan tindakan terlarang itu,” sambungnya.

Kasus tersebut juga menjadi ‘warning’ bagi pemerintah untuk lebih memberikan atensi kepada warga atau petani di kawasan hutan yang selama ini berada di garis terdepan dalam pertempuran ‘Konflik Satwa dan Manusia’.

Konflik antara Harimau dengan manusia selama ini memang kerap terjadi di Aceh Timur dalam beberapa tahun terakhir. Penyebab utamanya adalah persoalan mangsa dan pergeseran habitat dari si raja hutan itu sendiri.

Harimau Sumatera terancam kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti hutan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan selama ini sudah banyak beralih fungsi menjadi lahan pertanian, perkebunan, maupun tambang.

Menurut Zamzami, kehadiran para pemburu yang mengincar kulit Harimau untuk dijual kepada para kolektor di pasar gelap juga membuat keberadaan ‘Si Kucing Besar’ kian terancam.

“Seperti kasus penjualan kulit Harimau yang menjerat mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi yang saat ini sedang menjalani proses persidangan. Kemudian kulit Harimau yang dipajang di meja milik salah satu pejabat negara yang viral beberapa waktu lalu. Dua contoh kasus ini menjadi poin penting yang tidak boleh dilupakan sebagai penyebab awal terjadinya konflik” ujarnya.

Selain itu, konflik Harimau dan Manusia juga diperparah karena ternak warga dilepas bebas berkeliaran atau tanpa dikandangkan, yang otomatis memancing Harimau untuk turun ke pemukiman penduduk.

“Harimau bergerak berdasarkan satwa mangsanya, namanya juga cari makan, jika ada ternak dilepas tentu akan menjadi sesuatu menggiurkan bagi harimau, apalagi sumber makanannya seperti babi hutan maupun rusa populasinya juga kian berkurang di alam karena terus diburu,” pungkas Zamzami Ali.

Sebelumnya diberitakan, bahwa penyidik Polres Aceh Timur menetapkan SY (38) pemilik ternak di gampong Peunaron Lama Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur sebagai tersangka dalam kasus kematian anak Harimau Sumatera.

Kapolres Aceh Timur AKBP Andy Rahmansyah mengatakan, peristiwa itu bermula saat 4 ekor ternak kambing milik tersangka yang sebelumnya ditemukan mati di mangsa Harimau Sumatera pada Selasa (21/2/2022) lalu.

Komentar
Artikulli paraprakKorban Penipuan Sembako Murah di Banda Aceh Kini Sudah 60 Orang
Artikulli tjetër6 Bakal Calon DPD RI Perwakilan Aceh Lolos Verifikasi Faktual