Kasus PD3I di Pidie Turun Menjadi 372 pada 2023-2024

Imunisasi di PKM Geulumpang Kabupaten Pidie. Foto (dok. Dinkes Pidie).

Analisaaceh.com, Pidie | Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie melaporkan adanya penurunan signifikan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) sepanjang tahun 2023 hingga pertengahan 2024. Tercatat sebanyak 372 kasus PD3I terjadi selama periode tersebut, menurun drastis dibandingkan dengan 1.260 kasus pada tahun 2022.

Pada periode Januari hingga Juni 2024, 109 anak di Pidie terkena campak, sementara 138 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) juga tercatat. Selain itu, terdapat 14 kasus pertusis, dengan 6 kasus di antaranya telah dikonfirmasi positif, 3 kasus kelumpuhan layuh akut (Acute Flaccid Paralysis/AFP), serta 2 kasus difteri dengan 4 kontak erat.

Menurut Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, dr. Dwi Wijaya, penurunan kasus ini menunjukkan kemajuan besar setelah peningkatan tajam selama pandemi COVID-19.

“Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah kasus telah menurun drastis. Pada 2020, 2021, dan 2022, kasus PD3I di Pidie mengalami peningkatan akibat dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan gangguan layanan kesehatan,” ungkapnya kepada wartawan analisaaceh.com pada Kamis 18 September 2024.

Dr. Dwi menjelaskan bahwa pada tahun 2020 terdapat 96 kasus PD3I, yang sebagian besar merupakan campak dengan 94 kasus, serta 2 kasus difteri. Meskipun tahun 2021 mencatat penurunan dengan hanya 26 kasus campak, jumlah kasus melonjak tajam pada tahun 2022.

Pada tahun tersebut katanya lagi, sebanyak 1.260 kasus PD3I dilaporkan, dengan 1.233 kasus di antaranya adalah campak. Kasus lainnya termasuk 1 kasus Tetanus Neonatorum (TN), 3 kasus pertusis, 13 kasus AFP, 5 kasus polio, dan 5 kasus difteri.

Namun, pada tahun 2023, jumlah kasus PD3I kembali turun menjadi 109 kasus. Di antara kasus tersebut, terdapat 91 kasus campak, 1 kasus TN, 9 kasus pertusis, dan 8 kasus AFP.

“Penurunan kasus ini menunjukkan hasil positif dari upaya kami untuk meningkatkan cakupan imunisasi setelah pandemi,” ujar dr. Dwi.

Menurutnya, pandemi COVID-19 telah membawa dampak signifikan terhadap cakupan imunisasi rutin. Penurunan drastis cakupan imunisasi terjadi selama puncak pandemi, akibat berbagai faktor seperti gangguan rantai pasokan, pembatasan mobilitas masyarakat, serta kurangnya tenaga kesehatan di lapangan. Menurut dr. Dwi, hal ini menyebabkan layanan imunisasi terhenti di beberapa daerah.

“Survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan UNICEF pada tahun 2020 menunjukkan bahwa banyak orang tua enggan membawa anak-anak mereka ke fasilitas kesehatan karena takut tertular COVID-19 atau khawatir dengan kurangnya protokol kesehatan yang memadai,” jelas dr. Dwi.

Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah telah meluncurkan beberapa inisiatif, termasuk Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) yang dilakukan sebagai bagian dari Pekan Imunisasi Dunia. Inisiatif ini bertujuan untuk mengejar ketertinggalan imunisasi anak yang disebabkan oleh pandemi.

Dr. Dwi Wijaya juga menjelaskan bahwa salah satu strategi yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan imunisasi adalah melalui program Imunisasi Kejar dan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

Program Imunisasi Kejar ditujukan kepada bayi dan balita di bawah dua tahun (Baduta) yang belum mendapatkan dosis vaksin sesuai jadwal yang ditetapkan dalam program imunisasi nasional.

“Imunisasi Kejar dapat diberikan kepada anak hingga usia 36 bulan dan kami bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta, untuk memastikan cakupan imunisasi yang lebih merata,” tambahnya.

Selain itu, BIAS juga terus digalakkan untuk memastikan anak-anak sekolah mendapatkan imunisasi yang diperlukan sesuai usianya. Pemerintah berharap melalui program-program ini, kesenjangan imunitas yang terjadi selama pandemi dapat ditutup dan populasi anak-anak di Pidie terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin.

Salah satu upaya lain yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Pidie adalah peningkatan komunikasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi.

Menurut dr. Dwi, hal ini sangat penting untuk menghilangkan keraguan di kalangan masyarakat, terutama setelah penyebaran informasi yang salah tentang vaksin selama pandemi.

“Kami terus melakukan sosialisasi agar orang tua yakin untuk mengikuti program imunisasi yang telah disiapkan oleh pemerintah,” ujarnya.

Dr. Dwi Wijaya juga menekankan bahwa tercapainya target imunisasi dasar lengkap akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat melalui terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity). Kekebalan kelompok terjadi ketika sebagian besar populasi terlindungi dari suatu penyakit, sehingga penularan penyakit tersebut dapat dicegah di wilayah tersebut.

“Cakupan imunisasi rutin harus mencapai minimal 95% secara merata di seluruh wilayah, mulai dari tingkat kecamatan hingga desa, untuk membentuk kekebalan kelompok yang kuat,” ujar dr. Dwi.

Dr. Dwi Wijaya mengimbau para orang tua untuk memastikan anak-anak mereka menerima imunisasi sesuai dengan jadwal yang tertera di buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

“Tidak boleh ada anak yang menderita penyakit serius yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi,” tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya peran semua pihak dalam menjaga keberlangsungan program imunisasi di Pidie, guna melindungi generasi penerus dan memastikan anak-anak tumbuh sehat.

Menurutnya, vaksinasi adalah salah satu langkah paling signifikan dalam kesehatan global, karena setiap tahunnya vaksinasi dapat menyelamatkan jutaan nyawa dan mencegah banyak kematian.

Pelaksanaan imunisasi di Pidie diharapkan dapat terus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip acuan kesehatan nasional, demi mencapai masyarakat yang sehat dan terlindungi. (Adv)

Komentar
Artikulli paraprakDua Rumah di Kota Langsa Terbakar
Artikulli tjetërMantan Pj Bupati: Safaruddin Siap Pimpin, Momentum Bangun Abdya