Categories: CERPENKOLOM

Al-Gibran

Ingin aku bertanya pada ayahku, kenapa aku disini, kenapa mereka memisahkan aku dengan ibuku. Hal itu tak dapat kulakukan, mungkin saja ayahku tidak paham dengan bahasaku.

“Bagaimana perkembangan anakku Buk.” Tanya ayahku.
“Insyaallah baik Pak.” Jawab seorang perawat
“Kapan dibawakan ke ibunya Buk.”
“Tunggu arahan dari dokter dulu Pak.”

Aku memahami, ternyata kedua orangtuaku juga merindukan kehadiranku di sisi mereka.

Ayahku pergi. Sebelumnya, ia mencium keningku dan berkata, kau lelaki, kau harus kuat, lelaki tak boleh cengeng, doa kami menyertaimu. Ibu merindukanmu cepatlah pulih Nak.

Aku seolah tak ikhlas ayahku pergi. Kuharap ia membawaku bersamanya untuk bertemu Ibu. Keadaanku tak memungkinkan untuk itu. Aku masih perlu perawatan disini.

Esok harinya, aku mendengar kabar bahwa ibuku sedang mengalami kegundahan mendalam. Ia diizinkan dokter untuk pulang ke rumah, sementara aku belum mendapatkan kabar apa-apa dari dokterku. Ibuku menangis tak karuan. Ayahku kebingungan untuk mengatasinya.

Ibuku tak mau pulang, jika aku tak ikut bersamanya. Meski ia dalam keadaan sakit, ia rela untuk tetap bertahan disini meski harus tidur di lorong-lorong rumah sakit. Ia sangat merindukanku.

Dokter masuk untuk memeriksa beberapa orang kami yang berada disini. Aku berdoa pada tuhanku agar aku juga diizinkan pulang. Aku tak mau ibuku yang baru saja di operasi harus bermalaman di tempat yang tidak menentu.

Do’aku terkabul. Aku diizinkan pulang dan berjumpa dengan ibuku. Dokter memerintahkan perawat untuk menelfon keluargaku. Aku sangat bahagia, aku ingin tidur di pangkuan ibuku, aku ingin menikmati kehangatan keluarga kami.

Kami pulang. Keluargaku menjemputku di ruangan ini. Ibuku menunggu di mobil. Hatiku dag dig dug. Aku takut ibuku menangis, sebab aku tak mau itu.

Ibu tersenyum, aku merasakan kenyamanan yang tak dapat dinilai. Kehangatan, aroma kasih sayangnya yang kurasakan, kiranya tak dapat kubalas dengan nilai apapun.

Perjuangan cukup hebat, dari proses mengandungku hingga aku lahir, aku salut padanya. “Ibu, love you forever.” Kutanamkan dalam hatiku, bahwa aku akan menyayangi orangtuaku, keluargaku, sebagaimana mereka semua padaku.

Aku pun terlelap tidur di pangkuan Ibu dan kami pun melaju pulang.

Penulis adalah seorang Abdi Masyarakat)*

Page: 1 2

Andri Sembiring

Komentar

Recent Posts

Kantor Imigrasi Banda Aceh Catat 29 Ribu Layanan Paspor Sepanjang 2025

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh mencatat sebanyak 29.230 permohonan…

1 hari ago

Inovasi Limbah Kelapa SBA-Basagemil Raih Subroto Award 2025

Analisaaceh.com, Aceh Besar | Lingkungan pesisir pantai yang kaya akan pohon kelapa, tak hanya mendukung…

3 hari ago

Pengendara Keluhkan Ternak Berkeliaran di Jalan Abdya

Analisaaceh.com, Blangpidie | Hewan ternak kerbau, sapi, dan kambing berkeliaran bebas di sejumlah ruas jalan…

3 hari ago

Warga Tolak Harga Ganti Rugi Lahan Tol Padang Tiji–Seulimuem

Analisaaceh.com, Pidie | Sejumlah warga di Kecamatan Padang Tiji dan Grong-Grong, Kabupaten Pidie, masih menolak…

3 hari ago

Kafilah Abdya Dipeusijuek Anak Abu Kuta Krueng di MTQ Pidie Jaya

Analisaaceh.com, Meurudue | Pemerintah Pidie Jaya (Pijay) selaku tuan rumah pergelaran Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ)…

3 hari ago

Pembelian Tiket Ferry Rute Ulee Lheue – Balohan Beralih ke Sistem Online

Analisaaceh.com, Banda Aceh | PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Banda Aceh mulai memperluas penerapan…

3 hari ago