DAS Kluet, Empat Kecamatan Menunggu Tenggelam ?

ANALISAACEH.COM, ACEH SELATAN | Sungai Kluet merupakan sungai yang membentang lebih kurang sepanjang 120 Km dari hulu Leuser dan melintasi beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Aceh Selatan, yaitu Kluet Tengah, Kluet Utara, Kluet Timur dan Kluet Selatan.

Sungai tersebut pada dasarnya merupakan salah satu penyangga roda pertanian di wilayah setempat. Peranan sungai ini sangat vital bagi masyarakat itu, karena menjadi sumber air bagi dua irigasi teknis di wilayah tersebut dan mengalirkannya sampai jauh pada lahan-lahan pertanian warga.

Namun di balik penyangga roda pertanian masyarakat, sungai Kluet saat ini juga menjadi bencana bagi masyarakat di empat Kecamatan tersebut. Betapa tidak, sejak tahun 2017 silam, setiap curah hujan yang tinggi, maka akan mengakibat luapan sungai yang meratakan lahan pertanian serta merendam pemukiman warga di bumi Teuku Cut Ali dan Rajo Lelo itu.

Tak hanya itu, saat ini abrasi juga meluluh lantakkan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai Kluet yang turut menyempurnakan bencana bagi masyarakat. Bahkan disebut-sebut Kluet menunggu kiamat alias tenggelam bila tak ada penyelesaian.

Berdasarkan penelitian dari Tesis Pascasarjana Unsyiah menyebutkan bahwa, banjir merupakan fenomena alam yang paling sering terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS). Peta kawasan banjir di DAS Kluet dengan tingkat kerawanan terbagi menjadi lima kelas, yaitu tidak rawan (4.937 Ha), rawan rendah (57.164 Ha), menengah (680 Ha), tinggi (35.136), sangat tinggi (15.633). (Ruspiadi, 2017).

Deretan Dampak Banjir dan Abrasi Sungai Kluet

Berbicara deretan dampak yang dialami oleh empat Kecamatan di wilayah Kluet akibat banjir dan abrasi sungai sangatlah banyak. Namun secara ringkas dapat dilihat dari beberapa contoh, seperti putusnya jembatan yang menghubungkan Gampong Keude Padang, Kemukiman Kuala Ba’u, Kecamatan Kluet Utara dengan Gampong Pasie Meurapat, Kecamatan Klue Selatan.

Kondisi jembatan gantung yang terletak antara gampong Pasie Merapat, Kluet Selatan dan Kedai Padang, Kluet Utara ambruk pada Rabu (21/3/2018) yang lalu (Foto/acehselatannews.com)

Abrasi sungai Kluet juga mengancam bangunan Sekolah Dasar (SDN) Tapak Aulia di Gampong Lawe Cimanok, Kecamatan Kluet Timur, yang hanya berjarak antara bangunan sekolah tinggal 1 meter dari bibir sungai.

Baca juga : Abrasi Mengancam Sekolah Dasar dan Pemukiman Warga di Kluet Timur

Tak hanya mengancam gedung Sekolah Dasar Tapak Aulia, abrasi juga mengancam empat unit rumah warga dan Polindes di daerah itu. Bahkan satu unit rumah pada Jum’at (6/12/2019) terpaksa dirobohkan akibat sudah berada di tepi tebing sungai.

Sementara itu di Kecamatan kluet Utara, pasca meluasnya abrasi sungai tersebut, lapangan Bola kaki Gampong Keude Padang sudah amblas ke sungai. Demikian juga pemakaman umum, terpaksa dibongkar dan di pindahkan ke tempat lain.

Documen Pribadi Fb@Riswan Haris
Documen Pribadi Fb@Riswan Haris

Selama ini di Kecamatan Utara telah menghanyutkan enam rumah warga, dan rumah-rumah warga lainnya seperti menunggu giliran bila tak segera diatasi.

Di Kampung Tinggi, Kampung Payo, Pulo Kambing Kecamatan Kluet Utara juga demikian. Dibangun tebing pengaman, tapi aliran air sungai malah menghantam perkebunan milik warga di Kluet Timur.

Jembatan penghubung Gampong Lawe Cimanok Kecamatan Kluet Timur yang menghubungkan Kecamatan Kluet Tengah dan Kluet Utara juga turut roboh dikikis DAS sungai Kluet pada Kamis (8/11/2018).

Begitupun banjir yang kerap terjadi di Kluet Tengah, yang tak perlu menunggu hujan lama langsung merendam pemukiman warga.

Serta tak kalah penting, masyarakat teracap sering gagal panen, karena area perkebunan lenyap disapu banjir.

Pemerintah?

Bagaimana tanggapan pemerintah?, sejauh mana penyelesaiannya?. Tentu pentanyaan-pertanyaan tersebut terus terngiang terutama bagi masyarakat yang mendiami wilayah Kluet.

Persoalan DAS sungai Kluet pernah didatangi oleh anggota DPRK, DPRA hingga Wakil Bupati Aceh Selatan. Dan bahkan dalam pernyataan Wakil Bupati pada Rabu (20/11/2019) mengatakan, bahwa ia sudah meminta kepada Plt Gubenur Aceh untuk mengalokasikan anggaran mengatasi abrasi sungai Kluet melalui APBA perubahan 2019. Tetapi Plt Gebunur Aceh menyampaikan APBA tahun 2019 tidak ada posnya lagi. Lantas kemana masyarakat mengadu?.

Tak hanya itu, penyataan dari DPRA pun turut meramaikan janji-janji untuk masyarakat, yang mengatakan akan membicarakannya dengan Pemerintah Pusat. Bahkan di tahun-tahun politik, janji penyelesaian DAS Kluet itu menjadi komoditas dagangan hingga ke pelosok dusun. Namun realitanya sejak 2017 hingga 2019 belum terlihat tanda-tanda apapun.

Apakah tidak ada keterwakilan orang Kluet di Eksekutif dan Legislatif?. Nah, berbicara keterwakilan dan menduduki jabatan strategis, maka dapat dilihat bahwa selain 10 orang anggota DPRK dari dapil 4 mewakili wilayah Kluet Raya, hari ini Wakil Bupati Aceh Selatan adalah putera Kluet yang sebentar lagi akan menjadi PLT Bupati, dan bahkan Wakil Bupati periode sebelumnya juga putera Kluet.

Bila dilihat lagi ke atas, dari 9 orang anggota DPRA dari dapil 9 Aceh, 5 di antaranya merupakan putera Aceh Selatan.

Sebagian besar dari mereka turut mengeluarkan pernyataan dan keprihatinan terhadap kondisi DAS Kluet itu.

Pertanyaan-pertanyaan itu seolah-olah menjawab semua keresahan masyarakat selama ini, baik pernyataan dari Eksekutif maupun Legislatif. Namun pernyataan dan jawaban itu hanya seperti artis yang sedang manggung menghibur penontonnya. Wilayah DAS menjadi panggung, masyarakat sebagai penonton, sementara Eksekutif dan Legislatif sebagai artis papan atas.

Pasalnya, kondisi yang memprihatinkan itu telah berlarut-larut sejak 2017 silam, dan hingga kini penyelesaiannya masih Nol.

Harapan berpucuk harapan dilayangkan oleh korban, masyarakat, pemangku adat dan hukum bahkan Camat mengharapkan penyelesaian. Tetapi jual beli janji kembali terjadi, seraya berpose bahwa ia turut perihatin.

Maka tak heran, persolan DAS Kluet menjadi panggung pencitraan, dan harapan masyarakat Bak Pungguk Merindukan Bulan.

Selayang Solusi

Kondisi Topografi dan Iklim sangat rentan terhadap kerusakan. Aktivitas manusia juga berpengaruh, namun mestinya bisa dikelola. Sehingga pengelolaan DAS Terpadu adalah sebuah keharusan, namun pemahaman masing-masing pihak (birokrat, politisi, badan usaha, lembaga sosial) masih minim.

Dewasa ini, permasalahan, peluang dan tantangan terhadap DAS bertumpu pada pengelolaan sumberdaya alam, tanpa memikirkan dampak dan solusi dalam penyelesaian masalah itu sendiri, sehingga mendorong terjadinya konflik kepentingan. Dengan demikian penyelesaian terhadap DAS Kluet harus mengedepankan prinsip keterpaduan pemangku kepentingan (stakeholder) yang memiliki peranan yang sangat penting dalam penyelesaian masalah serta implementasi pengelolaan  wilayah hulu, tengah maupun hilir Daerah Aliran Sungai (DAS).

Pemahaman akan keberadaan dan peranan stakeholder menjadi penting dalam mewujudkan pengelolaan yang baik dan memberi manfaat dari sisi lingkungan, sosial dan  ekonomi.

Menurut hemat penulis, dalam mencari titik temu pemecahan persoalan ini, seluruh stakeholder perlu duduk dan berumbuk dalam menemukan titik penyelesaian, baik dari pemangku adat hukum, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga pusat meski satu mufakat.

Para stakeholder mesti meninggalkan kepentingan pribadi, apalagi proyek perut semata.

Sebab demikian, apabila penyelesaian masih berkutat dengan yang sudah, seperti pembuatan tanggul yang direncanakan 1 Km dan terealisasi tak lebih 20 meter, maka setelah tenggelam empat Kecamatan itu mungkin baru selesai persoalan.

Di sisi lain, juga perlu diperhatikan terkait hubungan antara peran, kepentingan dan kerja sama antar pemangku kepentingan terhadap kondisi DAS Kluet. Maka itu dapat dilihat dengan mengidentifikasi stakeholder, mengkategorikan stakeholder, dan menginvestigasi hubungan antar stakeholder.

Hasil analisis itu menunjukkan bahwa, jalinan kerja sama antar stakeholder masih lemah. Hal tersebut mengakibatkan penyelesaian DAS Kluet menjadi tarik ulur antar sesama stakeholder tanpa mengedepankan kepentingan masyarakat.

Lemahnya koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan (stakholders) dalam menjalankan program-program pengelolaan DAS kluet merupakan fokus masalah yang harus dipecahkan bersama. Dalam hubungannya dengan otonomi daerah, penguatan kapasitas dari para pemangku kepentingan untuk memecahkan masalah riil mengurangi resiko banjir, merupakan agenda bersama para pemangku kepentingan yang tidak bisa ditunda, bukan retorika dari tahun ke tahun masyarakat hanya dibanjiri bacaan di media-media dan realisasinya hanya nol.

Penulis adalah Founder analisaaceh.com

Komentar
Artikulli paraprakTabuhan Rapai Tandai Peluncuran Program Katana di Aceh
Artikulli tjetërWabup Aceh Utara Serahkan Bantuan Pemulihan Ekonomi untuk Korban Bencana