Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati Terkait Kasus Korupsi Asabri

Kantor Kejaksaan Agung

Analisaaceh.com | Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadap terdakwa Heru Hidayat terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. Asabri (Persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012 – 2019.

Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus, Senin (6/12/2021).

Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera ini melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp22,7 trilun. Bahkan Heru Hidayat diduga menikmati uang negara mencapai Rp22,6 trilun.

“Nilai kerugian keuangan negara dan atriubusi yang dinikmati oleh terdakwa sangat jauh di luar nalar kemanusiaan dan sangat menciderai rasa keadilan masyarakat,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, pada Selasa (7/12).

Sebelumnya, terdakwa Heru Hidayat juga telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp16,8 trilun. Atribusi yang dinikmati oleh terdakwa seluruhnya sebesar Rp10,7 triliun.

Menurut Leonard, skema kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwa baik dalam perkara a quo maupun dalam perkara korupsi sebelumnya pada PT. Asuransi Jiwasraya, sangat sempurna sebagai kejahatan yang complicated dan sophisticated, karena dilakukan dalam periode waktu sangat panjang dan berulang-ulang, melibatkan banyak skema termasuk kejahatan sindikasi yang menggunakan instrument pasar modal dan asuransi, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam system pasar modal, menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas.

“Secara langsung akibat perbuatan terdakwa telah menyebabkan begitu banyak korban anggota TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan yang menjadi peserta di PT. ASABRI. Hal ini ini juga termasuk dalam perkara korupsi pada PT. ASABRI termasuk pula korban-korban yang meluas terhadap ratusan ribu nasabah pemegang polis pada PT. Asuransi Jiwasraya yang tentu juga berdampak sangat besar dan serius bagi keluarganya,” jelasnya.

Perbuatan Terdakwa telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan wibawa negara karena telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di Pasar Modal dan Asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum.

“Terdakwa tidak memiliki sedikitpun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah, bahkan sebaliknya dengan sengaja berlindung pada suatu perisai yang sangat keliru dan tidak bermartabat bahwa transaksi di pasar modal adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah,” kata Leonard.

Bahkan, sambungnya, terdakwa dalam persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas pebuatan yang telah dilakukannya, telah jelas mengusik nilai-nilai kemanusiaan dan rasa keadilan sebagai bangsa yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Leonard menyebutkan, Heru Hidayat telah melakukan dua perbuatan korupsi yaitu dalam perkara Korupsi PT. AJS dan perkara Korupsi PT. Asabri, dimana keduanya bisa dipandang sebagai suatu niat dan objek yang berbeda, meskipun periode peristiwanya bersamaan (PT. AJS sejak 2008 s.d. 2018 dan PT. ASABRI sejak tahun 2012 s.d. 2019)

“Dalam perkara korupsi pada PT. ASABRI dilakukan oleh etrdakwa dilakukan sejak periode sejak tahun 2012 s.d. 2019 yang berdasarkan karakterisktik perbuatannya dilakukan secara berulang dan terus menerus yaitu pembelian dan penjualan saham yang mengakibatkan kerugian bagi PT. ASABRI,” jelas Leonard.

Maka dengan alasan pertimbangan dimaksud, JPU menuntut terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua primair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati; membayar uang pengganti sebesar Rp 12,6 triliun dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” pungkas.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NASIONAL
Komentar
Artikulli paraprakIstri Korban Penganiayaan Oknum Polisi Bener Meriah Minta Hukuman Berat, VC dengan Fachrul Razi
Artikulli tjetërKemendagri Apresiasi Pemda yang Realisasi APBD Tinggi, Berikut Daftar Daerahnya