Jelang Pemilu 2024, Perempuan Aceh Didorong Melek Politik

Diskusi bertajuk “Mendalami Peran Perempuan dalam Menyambut Tahun Politik Indonesia” pada Minggu (3/12/2023) di Ivory Cafe Banda Aceh.Foto : ist

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Forum Aktivis Perempuan Muda (FAMM) Indonesia Perwakilan Aceh berharap bahwa perlu ada meningkatkan kesadaran dan kapasitas perempuan muda untuk berpartisipasi dalam politik.

Hal ini dikatakan dalam diskusi bertajuk “Mendalami Peran Perempuan dalam Menyambut Tahun Politik Indonesia” pada Minggu (3/12/2023) yang diikuti oleh puluhan perempuan muda dari berbagai komunitas di Kota Banda Aceh mengikuti di Ivory Cafe Banda Aceh.

Perwakilan dari FAMM Indonesia, Febby, menekankan pentingnya memilih pemimpin yang berpihak kepada perempuan dalam pemilu yang akan datang, karena pemimpin yang terpilih akan berdampak pada kebijakan dan kesejahteraan perempuan selama 5 tahun ke depan.

“Dalam konteks Aceh, perempuan masih menghadapi banyak tantangan, seperti angka kekerasan dan perceraian yang tinggi,” ujarnya.

Ia berharap perempuan Aceh memiliki suara dan pengaruh dalam menentukan arah pembangunan di Aceh, khususnya dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Panwaslih Kota Banda Aceh, Zahrul Fadhi mengajak perempuan Aceh untuk aktif mengawal dan mengawasi pemilu, agar berlangsung secara adil dan integritas. Pihaknya juga memastikan 30 persen kuota perempuan terpenuhi.

“Kami mengajak perempuan Aceh untuk aktif mengawal dan mengawasi pemilu, perempuan harus mendapatkan hak dan akses yang sama dengan laki-laki di bidang politik, tanpa adanya diskriminasi atau kecurangan,” jelasnya

Zahrul juga mengulas sejarah peran perempuan dalam politik di Aceh, yang telah menunjukkan kemandirian dan ketegasan sejak zaman dahulu seperti kisah Malahayati, Cut Nyak Dhien, dan Sultan Safiatuddin dalam memainkan peran strategis dalam politik.

Sedangkan Perwakilan Flower Aceh yang juga anggota FAMM-I, Fatin menilai ada beberapa hambatan yang dialami perempuan berpartisipasi dalam politik, baik dari faktor internal maupun eksternal. Di antaranya faktor budaya patriarki, kurangnya dukungan keluarga, dan minimnya sumber daya juga menjadi tantangan bagi perempuan untuk berpolitik.

Lanjut Fatin, perempuan Aceh kini lebih banyak daripada laki-laki yang memiliki hak suara. Ia mengajak perempuan Aceh untuk memanfaatkan hak suara mereka dengan bijak pada pemilu 2024 dan memilih pemimpin yang responsif dan progresif terhadap isu-isu perempuan.

“Bijaklah dalam menentukan suara kita, kita harus menjadi agen perubahan yang positif untuk Aceh yang lebih baik,” tutup Fatin.

Komentar
Artikulli paraprakKejari Bireuen Limpahkan Perkara Korupsi Dana SPP PNPM Mandiri Gandapura Ke Pengadilan
Artikulli tjetërPolisi Ringkus Seorang Pengedar Narkoba di Aceh Timur, 2 Kg Sabu Turut Diamakan