Peran Posyandu dan Tokoh Agama dalam Peningkatan Imunisasi di Kecamatan Sakti

Program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), foto: Dinkes Pidie.

Analisaaceh.com, Sigli | Imunisasi anak merupakan salah satu langkah terpenting yang bisa diambil oleh orang tua untuk melindungi kesehatan anak-anak mereka dari berbagai penyakit serius.

Sejak lahir, anak-anak rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sepenuhnya berkembang. Melalui imunisasi, anak-anak dapat membentuk kekebalan terhadap penyakit-penyakit berbahaya yang bisa menyebabkan komplikasi serius, bahkan kematian.

Imunisasi adalah proses pemberian vaksin kepada seseorang untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar mampu melawan penyakit tertentu. Vaksin mengandung kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan, yang tidak akan menyebabkan penyakit tetapi cukup untuk memicu respons imun.

Saat tubuh terpapar penyakit sesungguhnya di kemudian hari, tubuh sudah siap untuk melawannya dengan lebih efektif karena telah mengenali kuman penyebab penyakit tersebut dari vaksin sebelumnya.

Di Indonesia, imunisasi anak merupakan program yang diwajibkan oleh pemerintah untuk mencegah Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), seperti polio, campak, difteri, tetanus, dan hepatitis B. Setiap anak yang lahir akan dimasukkan dalam jadwal imunisasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, yang meliputi vaksin BCG, DPT, Polio, dan MR (Measles Rubella).

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Pidie, dr. Dwi Wijaya, menyebutkan bahwa rendahnya cakupan imunisasi di beberapa wilayah masih terkait erat dengan kondisi ekonomi, pendidikan, serta kepercayaan budaya dan agama masyarakat setempat.

Seperti halnya di Kecamatan Sakti, berdasarkan hasil catatan laporan Dinkes Pidie untuk cakupan imunisasi ini dalam kurun waktu Triwulan II 2024 (Januari-Juni), baru terdapat 5 anak yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap (IDL).

Sedangkan terhadap penerimaan vaksinasi DPT-HB-Hib hanya berjumlah 1 anak, vaksinasi campak/MR2 4 anak, dan untuk capaian imunisasi baru PCV1 berjumlah 15 anak dan RV1 37 anak. Padahal imunisasi sangat berperan penting dalam mencegah penyakit seperti Hepatitis B, Tuberkulosis, Tetanus, Difteri, Pertusis, Poliomyelitis, Meningitis, Pneumonia, Campak, Rubela.

“Rendahnya cakupan imunisasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor sosio-ekonomi dan budaya. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie,” kata dr Dwi Wijaya saat diwawancarai oleh tim analisaaceh.com pada 18 September 2024.

Menurut dr Dwi, faktor ekonomi menjadi salah satu penghambat utama bagi keluarga di Pidie untuk mengakses layanan kesehatan, termasuk imunisasi. Keluarga dengan pendapatan rendah seringkali tidak memiliki akses memadai ke layanan kesehatan.

Biaya transportasi yang tinggi, terutama di daerah pedesaan dan terpencil, menjadi kendala utama bagi orang tua untuk membawa anak-anak mereka mendapatkan vaksin. Selain itu, mereka juga sering kali harus mengeluarkan biaya tambahan untuk layanan kesehatan lainnya.

“Perekonomian yang lemah mengakibatkan akses yang terbatas terhadap pelayanan imunisasi, diperparah dengan rendahnya tingkat pendidikan sebagian orang tua, yang berkontribusi pada kurangnya pemahaman mengenai pentingnya vaksinasi. Banyak orang tua tidak menyadari manfaat vaksinasi, atau bahkan terpengaruh oleh informasi yang salah dan mitos seputar vaksin yang beredar luas di masyarakat,” jelas dr Dwi Wijaya.

Selain itu, lanjut dr. Dwi, faktor budaya juga memegang peranan penting dalam rendahnya cakupan imunisasi. Beberapa kelompok masyarakat memiliki kepercayaan tradisional yang menolak imunisasi. Mereka meyakini bahwa anak-anak tidak perlu mendapatkan vaksinasi karena percaya bahwa kesehatan dapat dijaga dengan cara-cara tradisional.

Selain itu, akses ke fasilitas kesehatan di daerah terpencil merupakan tantangan yang belum sepenuhnya teratasi. Banyak desa yang sulit dijangkau oleh petugas kesehatan, sehingga banyak anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin tepat waktu. Kondisi geografis yang sulit dijangkau serta infrastruktur yang terbatas semakin memperburuk situasi.

Upaya Dinkes Pidie Tangani Hambatan Cakupan Imunisasi

Untuk mengatasi berbagai masalah ini, pemerintah daerah telah mengambil sejumlah langkah konkret. Salah satunya adalah dengan meningkatkan akses layanan kesehatan di daerah terpencil melalui pembangunan fasilitas kesehatan serta penyediaan layanan imunisasi mobile. Dengan program ini, tim kesehatan dapat menjangkau lokasi-lokasi yang sulit diakses dan memberikan imunisasi di lokasi strategis yang lebih dekat dengan masyarakat.

Selain itu, kampanye edukasi mengenai pentingnya imunisasi terus digalakkan oleh pemerintah dan Dinas Kesehatan setempat. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama di kalangan orang tua, tentang pentingnya vaksinasi bagi anak-anak mereka.

Melalui kolaborasi dengan organisasi masyarakat, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat, informasi yang akurat mengenai manfaat imunisasi disebarluaskan. Diharapkan, dengan penyebaran informasi yang tepat, mitos dan disinformasi yang selama ini beredar di masyarakat dapat ditangkal.

“Solusinya adalah memberikan penyuluhan yang berkesinambungan kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi, penyuluhan yang terus-menerus sangat diperlukan agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai imunisasi. Dengan pengetahuan yang memadai, orang tua akan lebih terdorong untuk membawa anak-anak mereka divaksinasi, sehingga cakupan imunisasi dapat ditingkatkan secara signifikan,” kata dr. Dwi Wijaya.

Pemerintah juga berupaya memperkuat layanan Posyandu sebagai pusat layanan kesehatan yang mudah diakses oleh masyarakat.

“Membuka akses layanan imunisasi di setiap Posyandu di Kabupaten Pidie merupakan langkah strategis untuk meningkatkan cakupan imunisasi,” lanjut dr. Dwi.

dr. Dwi menyebutkan, Posyandu memiliki peran penting dalam memberikan layanan imunisasi kepada masyarakat, terutama di daerah yang jauh dari pusat kesehatan. Agar lebih optimal, setiap Posyandu perlu dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, termasuk tempat penyimpanan vaksin yang sesuai dan area yang nyaman untuk melaksanakan imunisasi.

Selain masalah ekonomi dan pendidikan, hambatan lainnya yang tidak kalah penting adalah norma agama yang menyatakan bahwa imunisasi haram.

“Faktor ini merupakan tantangan tersendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melibatkan penyuluh agama dan tokoh agama dalam sosialisasi mengenai imunisasi dari perspektif Islam. Pendekatan ini dinilai efektif karena tokoh agama memiliki pengaruh besar dalam membentuk pandangan masyarakat,” jelas dr. Dwi.

Melalui dialog dengan penyuluh agama, diharapkan pemahaman masyarakat tentang imunisasi bisa lebih baik, terutama terkait dengan keyakinan agama yang menyatakan bahwa vaksinasi bertentangan dengan prinsip Islam.

Keterlibatan tokoh agama tidak hanya membantu menangkal mitos tentang vaksin, tetapi juga membuka ruang diskusi yang konstruktif di komunitas. Forum seperti pengajian atau seminar keagamaan dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarluaskan informasi mengenai pentingnya imunisasi.

Dengan pendekatan yang lebih sensitif terhadap budaya dan agama, diharapkan cakupan imunisasi di Pidie dapat meningkat secara signifikan. Pemerintah optimis bahwa melalui berbagai program yang telah dan sedang dijalankan, seperti program imunisasi mobile, peningkatan kapasitas Posyandu, serta penyuluhan yang melibatkan tokoh masyarakat dan agama, cakupan imunisasi akan semakin luas.

“Kami berharap, dengan kerja sama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan tokoh agama, kami bisa mencapai cakupan imunisasi yang optimal, sehingga kesehatan anak-anak di Pidie dapat terjamin dengan baik,” tutup dr. Dwi Wijaya. (Adv)

Komentar
Artikulli paraprakPimpinan DPRK Langsa Dilantik, Melvita Sari Resmi Jadi Ketua
Artikulli tjetërPeran Dinkes Pidie Bersama Masyarakat Tingkatkan Imunisas di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Peukan Baro