Analisaaceh.com, Banda Aceh | Sudah 18 tahun berlalu bencana tsunami melanda Aceh, namun begitu banyak cerita yang masih tersimpan di sanubari masyarakat wilayah ujung Sumatera itu, terutama mereka yang merasakan langsung bagaimana ganasnya ombak saat meluluh lantakkan Ibukota Serambi Mekah tersebut.
Gedung-gedung besar, kendaraan, harta benda hanyut bersama air Bah pada pagi Minggu, 26 Desember 2004 silam. Ratusan ribu pun nyawa menjadi korban dalam peristiwa “Indonesia Menangis” itu.
Mila, seorang wanita paruh baya yang tinggal di Gampong Lampulo, Kota Banda Aceh, merupakan salah satu korban bagaimana dahsyatnya bencana tsunami tersebut. Bahkan anaknya, syahid dalam pusaran air Bah tepat di depan mata.
Kepiluan itu juga dirasakan oleh Wahyuni, putrinya lepas dari pelukan dan hilang dalam gelombang air hitam dan pekat tersebut.
26 Desember 2004
Masyarakat dikejutkan dengan gempa dahsyat berkekuatan 9,1 hingga 9,3 magnitudo sekitar pukul 07.59 WIB. Minggu pagi itu, seluruh masyarakat keluar dari rumah untuk menyelamatkan diri runtuh dan ambruknya bangunan.
Tak berselang lama usai gempa yang berlangsung hingga 10 menit tersebut, warga Banda Aceh dan Aceh Besar kemudian dikejutkan dengan kabar “air laut naik”. Informasi bencana ini heboh ke seluruh pelosok hingga warga berhamburan menyelamatkan diri, tetapi tak sedikit pula yang kebingungan akan hal yang terjadi.
“Dalam keadaan bingung tiba-tiba kita dikejutkan oleh teriakan ‘ie laot ka diek” yang diartikan bahwa air laut telah naik, tapi kita masih bingung maksud dari naiknya air laut ini, karena belum pernah terjadi,” kata Mila kepada Analisaaceh.com, 26 Desember 2022.
Mila mengaku saat itu berfikir bahwa maksud air laut naik adalah air laut yang sedang pasang, sehingga ia berjalan keluar rumah. Seketika itu pula terdengar suara gemuruh dan terlihat dari kejahuan gelombang besar berwarna hitam pekat mengarah ke pemukiman warga.
“Setelah itu baru kami lari, sempat menumpang mobil pick up orang bersama dengan ibu dan dua anak saya, namun ketika mobil baru berjalan sekitar 200 meter, air Bah datang dan menenggelamkan kami,” kenang Mila.
Mila mengaku saat itu telah memasrahkan diri kepada Allah seraya melafadzkan syahadat yang tak henti-hentinya. Kuasa Allah, ia tiba-tiba muncul ke permukaan tepat di dekat sebuah pohon kelapa.
“Saya berusaha bertahan di batang pohon kelapa agar tidak lagi terbawa arus. Tak lama kemudian, muncul dua anak saya yang juga berusaha untuk memegang daun kelapa. Namun yang selamat hanya satu orang sedangkan satunya lagi hilang tenggelam,” kenang Mila dengan mata berkaca-kaca.
Mila menyaksikan dengan matanya sendiri anaknya hilang dibawa gelombang tsunami. Sementara ibunya, tenggelam bersama mobil pick up yang sebelumnya mereka tumpangi.
“Tak ada yang tersisa, semua habis dibawa tsunami, dan saya turun dari pohon kelapa baru pada pukul 15.00 WIB,” ungkapnya.
Anak Hilang Dalam Pelukan
Wahyuni, yang juga warga Lampulo Banda Aceh tak kuasa menahan pilu mengenang putrinya yang meniggal dunia terbawa gelombang tsunami usai lepas dari pelukannya.
Setelah gempa terjadi, ia dan putrinya, Mira, naik ke sebuah bangunan TPA yang tak jauh dari kediaman mereka. Putrinya memeluk erat sang ibu sambil berkali-kali meminta maaf.
Dalam kalimat maaf dengan pelukan itu pula, ibu dan anak ini hilang bersama pekatnya gelombang tsunami. Anaknya terlepas, hingga keduanya terpisah dalam lautan air Bah itu.
“Kami saat itu naik ke lantai dua TPA, anak saya sempat berkali-kali meminta maaf kepada saya sambil memeluk hingga air bah datang menghatam bangunan tersebut dan kami terlepas hanyut,” kisah Wahyuni.
Wahyuni terseret hanyut hingga ke asrama PHB Lampriet tanpa kuasa menolong anaknya yang sempat melambai-lambaikan tangan padanya. Di hari sama itu pula, Wahyuni juga kehilang ibu dan empat adiknya.
“Saya tidak mampu menolong anak saya karena memang besarnya arus gelombang, dan sampai saat ini jenazah anak saya pun tak ditemukan,” tutur Wahyuni.
“Kami yang korban dari tsunami tidak akan pernah lupa kejadian ini meskipun meninggalkan trauma. Kejadian ini akan selalu membekas di hati, semoga tidak terulang lagi ya Allah,” pintanya.