Aset Strategis Aceh di Jakarta Akhirnya Tersertifikat 

Analisaaceh.com, Jakarta | Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) di Jakarta akhirnya berhasil menyelesaikan proses pembuatan sertifikat aset milik Aceh di Menteng, Jakarta.  Aset tersebut berupa tanah dan bangunan seluas 491 meter persegi. 

Kepala BPPA, Almuniza Kamal mengungkapkan rasa syukur atas selesainya sertifikat tersebut. Sebab, sebelumnya, surat kepemilikan atas aset di kawasan strategis di Jakarta itu dilaporkan hilang saat bencana tsunami akhir Desember 2004 silam. 

“Setelah sekian lama, akhirnya sertikat atas aset ini kita dapatkan. Prosesnya dimulai sejak Juni 2019 lalu lewat Surat Pernyataan dari Bapak Nova Iriansyah selaku Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, lalu kita tindak lanjuti sampai keluarnya sertifikat ini,” kata Almuniza dalam keterangan tertulis, Selasa, (12/11/2019). 

Almuniza mengatakan, dalam sertifikat bernomor 335 tertanggal 8 November 2019 itu disebutkan, aset itu dulunya diperoleh dalam dua tahap. Pertama, tanah seluas 321 meter persegi berikut bangunan di atasnya yang diperoleh dari hibah Pertamina tahun 1970. Sedangkan tahap kedua adalah pembelian tanah di sampingnya seluas 170 meter pada tahun 1996. 

[the_ad id=”9403″]

“Dalam sertifikat baru ini, kedua persil lahan itu digabung menjadi satu sehingga luasnya menjadi 491 meter persegi.  Sebelumnya, tanah hibah Pertamina itu memang belum tersertifikasi. Sedangkan tanah yang dibeli tahap kedua ada pernah ada sertifikatnya atas nama pemilik lama, namun kabarnya hilang saat tsunami,” kata Almuniza. 

Almuniza menambahkan, setelah sekian lama, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah berinisiatif membuatkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa aset itu benar dalam penguasaan Pemerintah Aceh dan terdaftar dalam Kartu Inventaris Barang Pemerintah Aceh dan tidak sedang dalam sengketa. 

Aset yang berada di kawasan strategis Jakarta, jalan Indramayu Nomor 3, di seberang Plaza Menteng tersebut kini berdiri gedung dua lantai seluas 960 meter persegi dan dipakai oleh Badan Penghubung Pemerintah Aceh sebagai Mess di Jakarta. 

Dengan selesainya sertifikat itu, aset berupa tanah dan bangunan itu kini telah memiliki Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) yang baru yaitu 09.01.03.03.05444.

Sebelum sertifikat itu keluar, kata Almuniza, pihaknya melalui serangkaian proses administrasi seperti menyurati DPR RI di Jakarta dan pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Pusat. 

Hasilnya lantas dituangkan dalam  Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Nomor 00056/HP/BPJ-31.71/2019 tertanggal 29 Oktober 2019 tentang Pemberian Hak Pakai Selama Dipergunakan untuk Kepentingan Dinas Atas Nama Pemerintah Aceh atas tanah seluas 491 meter persegi di Jalan Indramayu Nomor 3, Menteng, Jakarta Pusat. 

“Alhamdulillah, kita bersyukur salah satu aset kebanggan Aceh di Jakarta yaitu di Menteng hari sudah dikuatkan oleh BPN sebagai milik Aceh,” kata Almuniza. 

Almuniza tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu mengawal hingga sertifikat tersebut dapat dirampungkan. 

“Hasil ini bisa dicapai lewat dukungan kuat dari Pak Plt Gubernur Aceh, juga Pak Menteri Sofyan Djalil, juga kepada Kepala BPN Jakarta Pusat yang terus memantau proses pengurusan sertifikat ini sampai selesai berada di tangan kita,” kata Almuniza.

Riwayat Sepotong Lahan Aceh di Jakarta

“Atas prakarsa A. Muzakkir Walad, A. Madjid Ibrahim, Ibrahim Abdullah, Ibrahim Hasan, S. Ibrahim Husin, M.Hasan Basry, dan dilaksanakan oleh Zulkarnaini Ali (Ketua), Anis Idham, S. Ibrahim Husin, Sjahnoeran Oemar, dengan perentjanaan Ismael Sofjan (arsitektur), Lian Sahar (interior), serta bantuan dari PN Pertamina Pengusaha Atjeh dan KP4BS dibangunlah gedung itu pada tahun 1970. Dengan rahmat Allah SWT bangunan ini direnovasi atas beban APBD D.I. Aceh tahun 1994/1995.” 

Begitulah bunyi prasasti yang tertempel di dinding sebuah bangunan dua lantai di Jalan Indramayu 1-3, Menteng, Jakarta. Dibuat pada Oktober 1995, prasasti itu ditandatangani oleh Profesor Syamsudin Mahmud selaku Gubernur Aceh saat itu. 

Awalnya, bangunan itu berdiri di atas tanah seluas 321 meter persegi. Tanah itu merupakan hibah dari Pertamina yang ketika itu dipimpin oleh Ibnu Sutowo. Di atas tanah itulah didirikan bangunan sebagai kantor Badan Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta. Sebelumnya, Kantor Perwakilan Aceh berada di Jalan Sumatera, Menteng.  

Mulai dibangun tahun 1993, bangunan itu rampung pada 1995.  Kini, Kantor Penghubung Pemerintah Aceh telah berpindah kantor ke Jalan RP. Soeroso No.14 Cikini di kawasan Gondangdia. Sedangkan aset di jalan Indramayu itu kini dijadikan Mess khusus Pimpinan.

[the_ad id=”9403″]

“Menurut penuturan senior yang terlibat dalam proses pembangunannya,  Gubernur DKI saat itu Sorjadi Soedirja mengatakan bangun saja dulu, suratnya bisa diurus belakangan nanti,” kata Almuniza Kamal, Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta, Selasa, 12 November 2019. 

Namun, tahun demi tahun berlalu, aset strategis itu tak kunjung tersertifikasi. 

“Saya dengar memang pernah diurus, namun ada kendala sehingga belum rampung,” tambah Almuniza. 

Pada tahun 1996, seorang pemilik lahan di samping aset Pemerintah Aceh bermaksud menjual lahannya. Luasnya sekitar 170 meter persegi. Oleh Gubernur Aceh saat itu Syamsuddin Mahmud, tanah itu diputuskan untuk dibeli seharga Rp 1,2 miliar. Pembeliannya menggunakan ABPD Aceh lewat Biro Perlengkapan Pemerintah Aceh saat itu. 

Namun, entah mengapa, sejak dibeli kepemilikan lahan itu belum diganti nama. Kabar terakhirnya, suratnya hilang saat tsunami melanda Aceh akhir Desember 2004. 

“Alhamdulillah sekarang kedua bidang tanah seluas 491 meter persegi itu sudah digabung dalam satu sertifikat. Ini sebagai bentuk ikhtiar kita menyelamatkan aset Pemerintah Aceh di Jakarta,” pungkas Almuniza.

Komentar
Artikulli paraprakPasca Orasi di Simpang Lima, Kompas Buss Serahkan Petisi ke MAA
Artikulli tjetërBom Bunuh Diri Meledak di Polrestabes Medan