Categories: CERPENKOLOM

Della Faim Silhoutte

Kuamati bayanganku di depan jendela kaca besar restoran, yang berjarak beberapa meter di depanku. Mukaku agak pucat, rambut tergerai kaku. Kacamata merah marun bersandar pada batang hidungku. Tubuhku terlihat aneh dengan lapisan baju yang menumpuk. Aku memakai kemeja sebelum menimpanya dengan sweater cokelat tua. Aku terlihat bagai orang sakit! Sudut bibirku berdimensi membentuk senyum. Geli sendiri melihat penampilanku. Tubuhku yang tidak gemuk atau kurus ini kelihatan ingin berteriak lantaran megap dengan pakaian yang berlapis-lapis. Tapi, ketika menutup mata, aku merasa demikian nyaman.

Tubuhku tidak sakit, dan aku tidak merasa terganggu. Aku merasa hangat, pipiku tidak sedingin pantulannya di kaca. Jika kuresapi lebih dalam lagi, aku bisa merasakan degup jantungku berirama teratur, menandakan aku sedang tidak stress atau ketakutan. Aku normal. Begitu normalnya untuk merasakan kehadiran sepasang mata itu kembali.

“Boleh….?” Seseorang mengajakku berbicara. Dia meminta izin untuk duduk di meja yang sama, di hadapanku. Belum sempat melontarkan kata apapun, laki-laki dengan kemeja yang lengannya digulung hingga mendekati siku itu telah menimpa pandanganku, menghalangi tertangkapnya bayang sepasang mata dari mataku.

“Apa maumu?” tanyaku ketus.

Laki-laki itu agak terperanjat, tapi dia cepat menguasai dirinya. “Mohon maaf jika membuatmu merasa terganggu. Aku akan pindah jika memang mengganggu.”

“Ya, aku terganggu, bisakah kau makan di meja lain?” ucapku jujur.

Laki-laki itu tersenyum. Mungkin aku terlihat seperti remaja yang merajuk. Atau lebih parah dari itu, bisa jadi, harga dirinya terjerembab. Aku tahu, meski terlihat sangat percaya diri, laki-laki mengerahkan harga dirinya untuk menyapa seorang perempuan. Tapi, bagaimanapun, fokusku saat ini bukan itu.

“Kau berhati-hatilah,” katanya tiba-tiba.

“Kenapa?”

“Pembunuhan. Jangan keluar terlalu malam,” sambungnya.

“Pembunuhan apa?” tanyaku mulai penasaran.

“Sejak Della Faim terbakar, polisi sedang memburu pembunuh berantai,” laki-laki itu bicara lagi.

“Kupikir itu hanya kebakaran, bukan pembunuhan,” protesku.

“Ada mayat yang ditemukan di sana!” pekiknya.

Page: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Redaksi

Editor Analisaaceh.com

Komentar

Recent Posts

Anggota DPR Aceh Abu Heri Serap Aspirasi Masyarakat Kluet Utara Aceh Selatan

Analisaaceh.com, Tapaktuan | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) T. Heri Suhadi, SP atau Abu…

3 hari ago

Gua Kalamuning Aceh Tamiang, Surga Wisata Alam Penuh Cerita Legenda

Analisaaceh.com, Karang Baru | Kabupaten Aceh Tamiang, yang dikenal sebagai Bumi Muda Sedia, tak hanya…

4 hari ago

Istana Benua Raja, Warisan Sejarah di Aceh Tamiang

Analisaaceh.com, Karang Baru | Di Aceh Tamiang, terdapat sebuah istana yang tidak seperti kebanyakan peninggalan…

4 hari ago

KIP Abdya Batasi Wartawan dan Pendukung Masuk di Debat Pilkada Abdya

Analisaaceh.com, Blangpidie | Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) membatasi jumlah pendukung…

5 hari ago

Keajaiban Pemandian Air Panas Kaloy, Surga Tersembunyi di Aceh Tamiang

Analisaaceh.com, Karang Baru | Terletak di ujung timur Aceh, Kecamatan Tamiang Hulu menyimpan banyak destinasi…

5 hari ago

Songket Putri Lindung Bulan, Warisan Tenun Khas Aceh Tamiang

Analisaaceh.com | Aceh Tamiang tidak hanya dikenal dengan keindahan alam dan kulinernya, tetapi juga memiliki…

5 hari ago