Senja Bersamamu

Oleh Husnul Khatimah

Matahari hari ini sangatlah mendung seperti perasaanku pada saat ini. Hari ini aku ke kampus tetapi tidak bersemangat seperti hari-hari biasanya. Fania, kenapa denganmu? Kamu tidak pernah seperti ini, bahkan pernah kita berantem cuma karena aku yang salah, tapi malah kamu yang meminta maaf duluan, padahal itu semua salahku. Itulah pertanyaan-pertanyaan yang menggeriang di benakku sepanjang perjalanan.

Sepuluh menit aku berjalan, akhirnya aku sampai ke kampus. Aku langsung pergi ke perpustakaan. Tapi, fania tidak ada. Biasanya Fania selalu datang ke perpustakaan bersamaku. Tapi harini ini aku datang ke sini, Fania tidak menunjukkan tanda-tanda akan datang.

Saat jam kuliah dimulai barulah Fania datang. Tetapi, dia mengabaikanku. Dosa apa yang telah aku perbuat sehingga Fania begitu marahnya kepadaku. Aku sanggup semua orang di kampus ini tidak berteman denganku lagi, tapi aku tidak sanggup dimusuhi olehmu Fania. Aku tidak sanggup. Karena, tidak pernah ada teman sejati di kampus ini selain Fania.

Saat dosen telah keluar, aku mengejar Fania. Tapi, aku tidak menemukannya. Di perpustakaan dia tidak ada, bahkan di kantinpun dia tidak ada. Dan pada akhirnya aku menyerah!.

Sudah sebulan Fania tidak menyapaku lagi. Di kampus dia selalu menghilang bagaikan kuntilanak, entah pergi kemana dia. Tapi, saat jam kuliah dimulai barulah Fania datang. Diabaikan oleh sahabat sendiri sangatlah membuat aku tidak bisa berfikir dengan jernih, bahkan Fania berhasil membuat aku gila.

“Kamu ngapain kerumahku Haikal?” ucap Fania yang berdiri didepan pintu rumahnya.
“Apa selama sebulan ini bagimu masih tidak cukup waktu Fania?” Tanyaku, Fania tidak bisa mengelak lagi ketika dia membuka pintu dan aku telah berdiri di hadapannya.

Selang beberapa menit, Fania berlalu meninggalkanku begitu saja, tanpa memberikan aku jawaban atas pertanyaan yang aku tanyakan kepadanya. Kalau saja bukan karena langit yang awannya telah hitam, mungkin aku masih mematung di depan pintu rumah Fania. Sebelum hujan turun menyiram bumi, aku harus pergi dari sini.

Tidak lama, akhirnya aku sampai di rumah. Heri, adikku yang paling bawel sekaligus paling menjengkelkan menatapku tidak berkedip saat aku menghabiskan jus alvokat sampai lima gelas tanpa berhenti.

Komentar
1
2
3
Artikulli paraprakMemeluk Leuser
Artikulli tjetërLanal Simeulue dan KBSG Bangun Rumah Anak Yatim Piatu