Dalam Pleidoi, Kuasa Hukum Bantah Zaini Yusuf Korupsi Anggaran Tsunami Cup 2017

Sidang Pleidoi kasus korupsi Tsunami Cup 2017 di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Selasa (31/1/2023). Foto : Analisaaceh.com/ Naszadayuna.

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Zaini Djalil, selaku kuasa hukum Muhammad Zaini Bin Alm. Yusuf atau Zaini Yusuf membantah bahwa kliennya melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan anggaran Aceh World Solidarity Cup (AWSC) atau Tsunami Cup Tahun 2017 sebagaimana didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Zaini Djalil mengatakan bahwa pihaknya tidak sependapat dengan hasil pembuktian unsur-unsur terdakwa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Karena dalam fakta persidangan tidak ada satu alat bukti pun yang dapat mendukung unsur tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa dan tidak ada sama sekali keterangannya yang dapat menguatkan unsur delik atau tindak pidana yang didakwakan oleh JPU terhadap terdakwa, yakni unsur setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara,” kata Kuasa hukum dalam sidang Pleidoi di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Selasa (31/1/2023).

Menurut kuasa hukum, justru keterangan saksi maupun ahli yang dihadirkan oleh JPU menggugurkan unsur delik atau dakwaan dari JPU. Dengan demikian secara logika hukum maka terdakwa hanya membantu panitia AWSC 2017 agar kegiatan berjalan sukses sebagaimana yang diharapkan.

“Terdakwa sama sekali tidak menerima keuntungan baik untuk dirinya sendiri, orang lain maupun suatu korporasi dalam jabatannya sebagai pembina kegiatan AWSC 2017,” ujar Zaini Djalil.

“Faktanya terdakwa memberikan uang pinjaman yang didapatkan dari hasil pinjaman dari beberapa orang untuk menyukseskan kegiatan AWSC 2017, hingga sampai saat ini uang pinjaman tersebut belum dibayarkan kembali oleh Panitia AWSC 2017 kepada terdakwa,” sambungnya.

Terdakwa bukan mendapatkan keuntungan sebagaimana dakwaan JPU melainkan terdakwa mengalami kerugian dan kehilangan harta benda yang dimilikinya.

“Sehingga terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan tersebut, bahwa oleh karena dakwaan subsidair dan lebih subsidair tidaklah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan oleh JPU dalam dakwaan primair,” tegasnya.

Terdakwa juga telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jantho terhadap panitia AWSC 2017 yaitu Sa’dan dan Mirza serta pantia AWSC 2017 telah mengakui bahwa benar panitia masih berhutang kepada terdakwa dan yang baru dibayar sejumlah Rp730.000.000.

Selain itu kuasa hukum juga menjelaskan bahwa berdasarkan yurisprudensi, yang mana majelis hakim menjatuhkan amar putusan bebas karena adanya unsur pemaaf, unsur pemaaf dalam perkara Nomor 1845 K/Pid.Sus/2013 berupa kepentingan umum terlayani, negara tidak dirugikan, sebagaimana fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa negara tidak dirugikan dan terdakwa tidak mendapat keuntungan dari jabatanya sebagai salah satu pembina dalam panitia AWSC 2017.

Unsur merugikan keuangan negara harus dapat dibuktikan dengan pemeriksaan dari lembaga pemeriksa yang diakui oleh negara.

Dalam kasus ini, dikatakan kuasa hukum, kerugian negara yang dimaksud tidaklah dilakukan berdasarkan informasi yang utuh karena hasil audit kerugian negara dari BPKP Aceh berdasarkan dari Ahli Muhammad Heru Ramadhan sebagai ahli BPKP Perwakilan Aceh hanya melakukan audit bersandarkan sumber data dari Penyidik, dan tidak mempertimbangkan data-data dari pihak lain sebagai data pembanding.

Baca Juga: Zaini Yusuf Dituntut 6,6 Tahun Penjara Perkara Korupsi Tsunami Cup

Selain itu, sambung kuasa hukum, sebagai ahli juga tidak dapat menjelaskan dasar hukum perhitungan kerugian negara sebagai akibat tidak adanya pendapatan daerah dari hasil kegiatan pelaksanaan AWSC 2017 ini.

“Kemudian ahli juga mengakui adanya pinjaman dari terdakwa tetapi ahli tidak dapat menjelaskan dasar hukum memasukkan piutang menjadi pendapatan daerah yang seharusnya dibayarkan terlebih dahulu kepada terdakwa sebagai orang yang memberi pinjaman kepada panitia AWSC 2017,” tutup kuasa hukum

Sebelumnya, Zaini Yusuf, terdakwa kasus tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran Aceh World Solidarity Cup (AWSC) atau Tsunami Cup Tahun 2017 dituntut 6,6 tahun penjara.

Hal itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Banda Aceh dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Selasa (24/1/2023).

Baca Juga: Irwandi Yusuf Bersama Steffy Burase Hadir Saksikan Sidang Zaini Yusuf

Dalam tuntutannya, Zaini Yusuf yang merupakan adik kandung mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 JO Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah tetap ditahan, dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsidair selama 6 bulan kurungan,” ujar JPU.

Editor : Nafrizal
Rubrik : NEWS
Komentar
Artikulli paraprakTembok Penahan Tebing Irigasi di Kota Bahagia Abdya Ambruk
Artikulli tjetërDua Terdakwa Korupsi PNPM Bireuen Divonis 4 dan 4,4 Tahun Penjara